cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Sari Pediatri
ISSN : 08547823     EISSN : 23385030     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 12 Documents
Search results for , issue "Vol 8, No 4 (2007)" : 12 Documents clear
Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu pada Bayi yang Berkunjung ke Unit Pediatri Rawat Jalan Soepardi Soedibyo; Winda F
Sari Pediatri Vol 8, No 4 (2007)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (95.355 KB) | DOI: 10.14238/sp8.4.2007.270-5

Abstract

Latar belakang. Makanan pendamping (MP) ASI harus diberikan mulai usia 6 bulankarena mulai usia ini bayi sangat rentan untuk terjadi malnutrisi. Namun, pemberianMP-ASI terlalu dini mempunyai dampak yang kurang baik pada bayi.Tujuan. Untuk mengetahui pengetahuan orangtua mengenai MP-ASI tentang usiapemberian, alasan ibu memberikannya jenis MP-ASI dan cakupan pemberian ASIeksklusif.Metoda. Penelitian deskriptif dengan desain potong lintang, dilakukan pada orang tuapasien yang membawa anaknya berusia 1-12 bulan, yang sudah diberikan makananpendamping untuk berobat di Pediatri Rawat Jalan, RS Dr. Cipto MangunkusumoJakarta.Hasil. Responden perempuan lebih banyak dari pada laki-laki, usia berkisar 17-38 tahun,pendidikan mulai SD sampai perguruan tinggi. Memberikan MP-ASI <4 bulan pada12 responden (12,63 %), 4-6 bulan 80 responden (84,21 %) dan 3 responden memberikanpada usia >6 bulan (3,6 %). Jenis MP-ASI berupa air tajin, bubur susu, buah-buahandan biskuit. Jumlah bayi yang mendapat susu formula 9 (9,47 %).Kesimpulan. Delapan puluh empat persen orang tua memberikan MP-ASI pada usiabayi sesuai anjuran WHO yaitu usia 4-6 bulan. Makanan pendamping ASI yang diberikanpada anak yang termuda adalah air tajin dan air kaldu ceker ayam. Cakupan pemberianASI eksklusif 6,3 %, sedangkan jumlah bayi yang hanya diberi susu formula 9,47 %.
Pemantauan pH Esofagus pada Bayi Tidak Mempengaruhi Aktivitas dan Pola Makan, Namun Mengkhawatirkan Persepsi Orangtua Badriul Hegar; Setia Budi; Muzal Kadim; Agus Firmansyah
Sari Pediatri Vol 8, No 4 (2007)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp8.4.2007.305-9

Abstract

Latar belakang. Pemantauan pH esofagus (pH-metri) merupakan pemeriksaan bakuuntuk mendiagnosis refluks gastroesofagus (RGE) pada bayi. Hasil pH-metri dipengaruhioleh pola makan dan aktivitas bayi, sedangkan pengaruh prosedur pH-metri itu sendiriterhadap pola makan dan aktivitas bayi belum banyak dilaporkan.Tujuan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah prosedur pH-metrimempengaruhi pola makan dan aktivitas sehari-hari serta bagaimana persepsi orangtuaterhadap prosedur pH-metri.Metoda. Tiga puluh bayi berumur 6-12 bulan dilakukan pH-metri. Orangtua diberikuesioner berisi pertanyaan yang berhubungan dengan pola makan dan aktivitas anakselama pemantauan berlangsung serta persepsi orangtua terhadap prosedur pH-metri.Untuk analisis statistik, setiap variabel dikelompokkan menjadi ’tidak berubah’ dan’berubah’ untuk pola makan dan aktivitas anak, serta ’positif’ dan ’negatif’ untuk persepsiorangtua. Setiap variabel dianalisis berdasarkan hasil pH-metri (’normal’ atau abnormal’).Hasil. Perubahan pola makan terdapat pada 17% bayi sedangkan perubahan aktivitaspada 20% bayi. Kedua hasil tersebut tidak berbeda baik pada hasil pH-metri normalmaupun hasil pH-metri abnormal. Dua puluh tujuh persen orangtua mempunyai persepsipositif terhadap prosedur pH-metri.Kesimpulan. Prosedur pH-metri tidak menyebabkan perubahan pola makan danaktivitas bayi, walaupun demikian hanya sekitar 27% orangtua yang menganggapprosedur pH-metri sebagai prosedur yang tidak mengkhawatirkan.
Pengaruh Pemberian Air Susu Ibu Terhadap Kadar Glukosa Darah pada Bayi Cukup Bulan Tanty Febriany T; Djauhariah A Madjid; Dasril Daud
Sari Pediatri Vol 8, No 4 (2007)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp8.4.2007.276-81

Abstract

Latar belakang. Air susu ibu (ASI) adalah makanan terbaik bagi bayi. Salah satu kendalapemberian ASI yang dicantumkan dalam Strategi Nasional Peningkatan Pemberian ASIsampai tahun 2005 adalah pemberian minuman lain sebelum ASI “keluar”. Walaupunbeberapa penelitian telah membuktikan bahwa pada bayi sehat yang diberi ASI tidakdijumpai adanya hipoglikemi, pemberian prelacteal feeding masih sering dijumpai dibeberapa rumah sakit karena adanya kekhawatiran ketidakcukupan ASI diawal kehidupanbayi. Karenanya perlu dilakukan penelitian untuk membuktikan bahwa dengan pemberianASI pada bayi cukup bulan yang sehat diharapkan tidak ada kejadian hipoglikemi.Tujuan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai pengaruh pemberian ASI terhadap kadarglukosa darah (KGD) pada bayi cukup bulan (BCB), dengan membandingkan kadar glukosadarah bayi cukup bulan sesuai masa kehamilan (SMK) dan kecil masa kehamilan (KMK) yangmendapat ASI dan yang mendapat ASI dan susu formula atau hanya mendapat susu formula.Metoda. Penelitian ini adalah penelitian kohort prospektif pada bayi cukup bulan yanglahir di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RSIA St FatimahMakasar pada periode penelitian mulai 1 Oktober 2005 sampai 31 Desember 2005.Subyek 294 bayi memenuhi kriteria.Hasil. Kadar Gula darah (KGD) BCB SMK kelompok ASI segera setelah lahir dan setelah24 jam tidak mengalami perubahan yang bermakna dengan nilai rata-rata 66,52 mg/dlmenjadi 63,88 mg/dl (p>0,05). Perbandingan kadar glukosa darah BCB SMK kelompokkontrol segera setelah lahir dan 24 jam mengalami perubahan yang bermakna dengannilai rata-rata 71,67 mg/dl menjadi 75,39 mg/dl (p<0,05). Pada BCB KMK kelompokASI perbandingan KGD segera setelah lahir dan setelah 24 jam mengalami perubahanyang sangat bermakna dengan nilai rata rata 60,68 mg/dl menjadi 54,04 mg/dl (p<0,01).Sedangkan BCB KMK kelompok kontrol perbandingan nilai rata rata KGD segera setelahlahir dan 24 jam kemudian tidak mengalami perubahan yang bermakna dari 66,76 mg/dlmenjadi 65,88 mg/dl (p>0,05) Terdapat 1 bayi kelompok ASI BCB SMK dan 3 bayikelompok ASI BCB KMK yang mempunyai KGD < 40 mg/dl setelah 24 jam.Kesimpulan. Perbandingan kadar glukosa darah segera setelah lahir dan 24 jamkemudian pada BCB SMK kelompok ASI tidak mengalami perubahan yang bermakna,sedangkan perbandingan kadar glukosa darah segera setelah lahir dan 24 jam kemudianpada BCB KMK kelompok ASI mengalami penurunan yang bermakna. Tidak ditemukanhipoglikemi simptomatik pada penelitian ini.
Perjalanan Penyakit Purpura Trombositopenik Imun Elizabeth Yohmi; Endang Windiastuti; Djajadiman Gatot
Sari Pediatri Vol 8, No 4 (2007)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp8.4.2007.310-5

Abstract

Latar belakang. Purpura trombositopenia imun merupakan kelainan hematologi yangumum dijumpai, ditandai dengan penurunan jumlah trombosit disertai manifestasiperdarahan berupa perdarahan kulit. Tata laksana yang terbanyak adalah pemberiankortikosteroid baik dalam bentuk tunggal atau kombinasi. Sebagian besar pasien akanmengalami remmisi dalam 6 bulan, sedang selebihnya dapat menjadi kronik.Tujuan. Mendapatkan gambaran klinis, respons terhadap terapi dan perjalanan penyakitanak dengan purpura trombositopenik imun (PTI) di Departemen Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Cipto Mangunkusumo.Metoda. Dilakukan penelusuran data rekam medis pada anak (usia 0-18 tahun) denganPTI baru yang berobat ke Divisi Hematologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak RumahSakit Cipto Mangunkusumo antara Juli 2003 sampai Mei 2006.Hasil. Enam puluh enam pasien dengan PTI berhasil diidentifikasi, terdiri dari 43 laki-lakidan 23 perempuan, usia rerata 4,78 tahun (rentang 1 bulan – 14,9 tahun; puncaknya usia 2-5tahun). Manifestasi perdarahan terbanyak berupa petekie (59) diikuti epistaksis (12), perdarahanmukosa mulut (8), perdarahan subkonjungtiva (5), hematemesis/melena (4), dan hematuria(3). Tujuh belas mengalami lebih dari 1 gejala. Tidak ada yang mengalami perdarahanintrakranial maupun meninggal dunia. Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang dilakukan pada15 pasien dan hanya 1 yang menunjukkan gangguan pematangan sistem granulopoetik. Tujuhbelas pasien tidak mendapatkan terapi dan hanya memerlukan observasi, sedang 49 pasienlainnya mendapat terapi. Pengobatan terdiri dari pemberian kortikosteroid (24/49),kortikosteroid serta transfusi trombosit (23/49), kortikosteroid dan imunosupresan (1/49),dan kortikosteroid dan imunoglobulin (1/49). Pasien PTI yang mengalami remisi sebanyak38 pasien dan sebagian besar remisi terjadi kurang dari 6 minggu (30/38). PTI kronik didapatkanpada 9 pasien. Sembilan belas pasien tidak diketahui perjalanan penyakitnya karena tidakkontrol. Semua pasien berusia di bawah 1 tahun mengalami remisi dalam 6 bulan dan tidakada yang menjadi kronik. Pasien berusia di bawah 10 tahun lebih banyak yang mengalamiremisi dalam 6 bulan (PTI akut) dibandingkan dengan anak yang berusia di atas 10 tahun.Kesimpulan. PTI ditemukan lebih banyak pada anak laki-laki dari pada anak perempuan(1,8:1). Usia rerata awitan PTI 4,78 tahun; puncak kejadian pada usia 2-5 tahun.Manifestasi perdarahan terbanyak berupa petekie, diikuti epistaksis, perdarahan mukosamulut, perdarahan subkonjungtiva, hematemesis/melena, dan hematuria Sebagian besarkasus sembuh dalam 6 minggu. Sebagian besar pasien mendapatkan terapi kortikosteroid,baik sebagai terapi tunggal ataupun kombinasi. Anak berusia di bawah 1 tahun semuanyamengalami remisi dan tidak ada yang menjadi kronik.
Pemberian Bubur Formula Protein Hidrolisat dan Bubur Soya dalam Pencegahan Alergi Susu Sapi Zakiudin Munasir; Sjawitri P Siregar; Sri S Nasar; Nia Kurniati
Sari Pediatri Vol 8, No 4 (2007)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp8.4.2007.282-8

Abstract

Latar belakang. Alergi susu sapi (ASS) sering merupakan penyakit alergi pertama padaseorang bayi. Upaya pencegahan terhadap alergi protein susu sapi berupa pencegahanprimer, sekunder atau tersier.Tujuan. Untuk membandingkan bubur yang mengandung protein susu sapi hidrolisisparsial dengan bubur yang mengandung isolat protein soya sebagai makanan pendampingpada bayi berisiko alergi tinggi terjadinya ASS.Metoda. Penelitian uji klinik acak buta ganda ini dilakukan pada bayi usia 4-6 bulanyang mempunyai bakat atopik dengan pemberian dua jenis bubur yaitu buburhipoalergenik dan bubur soya.Hasil. Didapatkan 84 bayi yang dapat dievaluasi sampai akhir penelitian, terdiri dari47 (56%) bayi laki-laki dan 37 (44%) bayi perempuan. Subyek dibagi menjadi kelompokbubur hipoalergenik (HA) 47 bayi (56%) dan kelompok bubur bubur soya 37 bayi(44%). Sebagian besar evaluasi skor gejala alergi menunjukkan hasil skor yang tidaktimbul atau skor yang menurun, yaitu masing-masing 39 bayi (46,4%) dan 36 bayi(42,9%). Pengukuran kadar IgE spesifik protein susu sapi pada awal dan akhir penelitiansebagian besar menunjukkan hasil negatif, yaitu masing-masing 62 bayi (86,1%) dan 43bayi (70,5%). Tidak ada hubungan yang bermakna antara evaluasi skor gejala alergiantara kedua kelompok bubur, ataupun antara kadar IgE spesifik protein susu sapi padaakhir penelitian pada kedua kelompok bubur yang hanya menggunakan susuhipoalergenik atau ASI.Kesimpulan. Bubur protein soya yang dikombinasi dengan susu hipoalergenik atauASI mempunyai manfaat yang sama dengan bubur hipoalergenik dalam mencegahtimbulnya ASS. Kedua kelompok bubur juga dapat menghasilkan kenaikan berat badandan panjang badan yang sama.
Kasus Kekerasan pada Anak Sekolah (School Bullying) Fiva A Kadi; Eddy Fadlyana
Sari Pediatri Vol 8, No 4 (2007)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (105.247 KB) | DOI: 10.14238/sp8.4.2007.316-21

Abstract

Abstrak. School bullying atau kekerasan pada anak di sekolah adalah situasi/ keadaanyang seorang anak mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari teman atau kakakkelasnya berupa bentuk tindakan kekuasaan secara berulang dan intensif yangmenyebabkan nyeri atau ketidaknyamanan pada anak lain. Hal ini dapat terjadi diberbagai tingkat sekolah, mulai sekolah Taman Kanak-kanak sampai perguruan tinggi.Dilaporkan seorang anak perempuan berusia 7 tahun datang ke poli Tumbuh KembangPediatrik Sosial RS Hasan Sadikin dengan keluhan utama sering pusing pada pagi harisetiap akan pergi ke sekolah, yang mulai dirasakan dalam 3 bulan terkahir. Tidak disertaidengan keluhan demam, mual, muntah, kejang ataupun penurunan kesadaran dan tidakdidahului dengan trauma kepala. Pasien mengalami tekanan dari teman-temannya dikelasnya berupa ejekan atau perintah yang membuat penderita tidak nyaman, malaspergi ke sekolah, sering pusing jika di sekolah atau mau pergi ke sekolah, prestasi belajarmulai menurun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien sadar dan kontak adekuat,tampak malu dan bergantung pada ibunya serta kurang percaya diri. Tidak ditemukankelainan neurologis. Pemeriksaan EEG dan CT scan dalam batas normal. Pemeriksaanpraskrining dengan KMME (kuesioner masalah mental emosional) didapatkan adanyamasalah mental emosional. Penderita dirujuk ke bagian psikiatri dan didapatkan bahwapenderita mengalami depresi. Depresi pada anak dapat disebabkan adanya kekerasanpada anak sekolah (school bullying). Penatalaksanaan harus dilakukan secarakomprehensif yang melibatkan keluarga dan lingkungan.
Hubungan Antara Resistensi Insulin dan Tekanan Darah pada Anak Obese Adrian Umboh; Jully Kasie; Johannes Edwin
Sari Pediatri Vol 8, No 4 (2007)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (102.466 KB) | DOI: 10.14238/sp8.4.2007.289-93

Abstract

Latar belakang. Obesitas merupakan masalah yang penting dengan prevalensi yangcenderung meningkat serta berhubungan dengan penyakit metabolik antara lainhipertensi dan resistensi insulin. Mekanisme terjadinya hipertensi pada obesitas sangatkompleks, salah faktor yang berperan adalah adanya resistensi insulin.Tujuan. Untuk mengetahui hubungan antara resistensi insulin dan tekanan darah padaanak obese.Metoda. Penelitian bersifat analitik observasional dengan desain cross sectional yangdilakukan pada anak SMP kelas 1 hingga kelas 3 berusia antara 11 hingga 15 tahunyang memiliki IMT > persentil ke-95 di Wenang Kota, Kotamadya Manado pada bulanJuli hingga Agustus 2004. Pemeriksaan basal insulin darah puasa dengan menggunakanmetode radioimmuno assay (RIA). Tekanan darah diukur 2 kali selama 2 hari berturutdan hasil merupakan rerata ke-2 nilai tersebut. Definisi pre-hipertensi bila tekanan darahsistolik =120 mmHg dan tekanan darah diastolik =80 mmHg serta resistensi insulinbila insulin darah puasa = 18 μU/mL.Hasil. Diantara 72 anak diteliti, didapatkan hasil 24 anak (33,33%) menderita resistensiinsulin terdiri dari 13 anak laki-laki (54,17%) dan 11 anak perempuan (45,83%). Anakobese yang disertai resistensi insulin memiliki nilai median tekanan darah sistolik lebihtinggi secara bermakna dibandingkan tanpa resistensi insulin (p=0,006). Dijumpai86,11% anak obese memiliki tekanan darah sistolik =120 mmHg dan 93,06% tekanandarah diastolik =80 mmHg. Terdapat hubungan antara insulin darah dan tekanan darahsistolik (rs=0,297, p=0,018) dan ada hubungan antara insulin darah dan tekanan darahdiastolik (rs=0,298, p=0,011).Kesimpulan. Sebagian besar anak obese menderita pre-hipertensi, namun hanyaditemukan korelasi linier yang sangat lemah antara resistensi insulin dan tekanan darah.
Insidens dan Faktor Risiko Hipotermia Akibat Memandikan pada Bayi Baru Lahir Cukup Bulan Irma Rochima Puspita; Rulina Suradi; Zakiudin Munasir
Sari Pediatri Vol 8, No 4 (2007)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp8.4.2007.258-64

Abstract

Latar belakang. Mandi merupakan salah satu paparan dingin pada bayi baru lahiryang dapat menyebabkan hipotermia. Data mengenai insidens dan faktor risikohipotermia akibat memandikan bayi baru lahir di Puskesmas atau di rumah bersalinsampai saat ini belum ada. Hasil pengamatan awal yang dilakukan di sebuah Puskesmasdan sebuah rumah bersalin swasta didapatkan sebesar 50% bayi baru lahir mengalamihipotermia sesudah mandi.Tujuan Penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui insidens dan faktorrisiko hipotermia akibat memandikan pada bayi baru lahir cukup bulan setelahmendapatkan penyuluhan tentang hipotermia.Metoda. Penelitian ini adalah studi kohort prospektif pada bayi baru lahir cukup bulandan sehat yang dimandikan saat usia lebih dari 6 jam. Bayi dimandikan dengan caraseluruh tubuh bayi dibasahi dengan air hangat dan dibersihkan dengan sabun bayi,kemudian seluruh tubuh bayi dimasukkan ke dalam bak mandi. Suhu aksila tubuh diukurdengan termometer digital. Suhu ruangan diukur dengan termometer digital, suhu airmandi diukur dengan termometer air raksa dan lama mandi diukur dengan stopwatch.Sebelum penelitian berlangsung, kepada petugas kesehatan setempat telah diberikanpenyuluhan mengenai hipotermia dan persiapan mandi yang baik.Hasil. Subyek penelitian adalah 100 bayi terdiri dari 53 bayi lahir di Puskesmas dan 47 bayilahir di RB swasta. Insidens hipotermia di Puskesmas lebih tinggi yaitu sebesar 49%dibandingkan dengan insidens di RB swasta sebesar 25,5% (RR 1,79; IK 95% 1,07; 3,00, p= 0,016). Insidens hipotermia pada bayi yang dimandikan pagi hari lebih sering (44%)dibandingkan dengan yang dimandikan sore hari (28%), namun secara statistik tidakbermakna (RR = 1,57; IK 95% = 0,88;2,79, p = 0,107). Faktor risiko hipotermia adalahsuhu aksila segera sebelum mandi (r = 0,73, p = 0,000) dan suhu air mandi (r = 0,73, p =0,008). Suhu aksila segera sebelum mandi dan suhu air mandi yang aman untuk memandikanbayi baru lahir berusia lebih dari 6 jam adalah berturut-turut 37,25°C dan 35°C.Kesimpulan. Terjadi penurunan insidens hipotermia setelah mendapatkan penyuluhan tentangpersiapan mandi yang baik, dari 50% pada awal pengamatan menjadi sebesar 49% di Puskesmasdan 25,5% di rumah bersalin swasta. Faktor risiko yang berkorelasi dengan hipotermia akibatmemandikan bayi cukup bulan lebih dari 6 jam sesudah lahir adalah suhu aksila segera sebelummandi dan suhu air mandi. Suhu aksila segera sebelum mandi dan suhu air mandi yang amanuntuk mencegah hipotermia adalah berturut-turut masing-masing 37,25°C dan 35°C.
Gambaran Darah Lengkap dan Profil Lipid pada Anak Sekolah Dasar dengan Obesitas di Denpasar Ida Bagus Mudita
Sari Pediatri Vol 8, No 4 (2007)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp8.4.2007.322-6

Abstract

Latar belakang. Prevalensi obesitas meningkat baik di negara maju maupun negaraberkembang. Di Indonesia, prevalensi obesitas menunjukkan peningkatan baik diperkotaan maupun di pedesaan. Keadaan obesitas ini merupakan kondisi tubuh yangakan berdampak buruk pada kesehatan selanjutnya dan keadaan ini meningkatkan risikopenyakit kardiovaskular. Dislipidemi adalah kondisi yang mengikuti keadaan obesitasdengan terjadinya gangguan metabolisme lipid yang ditandai dengan perubahan absorbsilipid plasma.Tujuan. Mengetahui gambaran darah tepi dan profil lipid pada anak sekolah dasardengan obesitas di Denpasar, Bali.Metoda. Penelitian ini menggunakan rancangan potong lintang. Pemilihan sampeldengan menggunakan teknik cluster random sampling yang dilakukan di 6 SekolahDasar yang dipilih secara random di Denpasar mulai Agustus sampai dengan Desember2004. Pengukuran darah dan profil lipid dilakukan satu kali pada anak sekolah dasardengan obesitas. Dikatakan obesitas bila indeks masa tubuh ³ persentil ke-95, dislipidemiabila kadar total kolesterol ³170 mg.dl dan/atau kadar LDL kolesterol ³110 mg/dl dan/atau kadar HDL kolesterol ³200 mg/dl, dan anemia bila kadar haemoglobin < 12 g/dlHasil. Didapatkan 140 (11,7%) anak obes, dari 1200 anak sekolah dasar. Prevalensidislipidemia berdasarkan salah satu dan/atau lebih indikator lipid serum didapatkan84,7%. Dislipidemi oleh karena peningkatan kolesterol total 60,6%, trigliserida 24,5%,LDL-kolesterol 47,9% dan HDL-kolesterol 73,4%. Tidak didapat adanya anemia padasemua subyek.Kesimpulan. Didapatkan prevalensi obesitas 11,7%, dislipidemia 84,7%, dan tidakdidapatkan anemia.
Hepatitis Akibat Penyakit Sistemik Dedy Gumilang Daulay; Supriatmo Supriatmo; Atan Baas Sinuhaji
Sari Pediatri Vol 8, No 4 (2007)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp8.4.2007.294-8

Abstract

Hati merupakan organ parenkim terbesar yang sering terlibat akibat penyakit sistemik.Pada beberapa penyakit sistemik, hati dapat lebih bertahan dibanding organ tubuhlainnya. Dalam mengevaluasi pasien dengan disfungsi dan penyakit sistemik, klinisiharus dapat membedakan apakah gangguan hati yang terjadi akibat penyakit sistemik,akibat obat yang digunakan dalam terapi penyakit sistemik tersebut ataupun bersamaandengan penyakit hati primer

Page 1 of 2 | Total Record : 12


Filter by Year

2007 2007


Filter By Issues
All Issue Vol 27, No 3 (2025) Vol 27, No 2 (2025) Vol 27, No 1 (2025) Vol 26, No 6 (2025) Vol 26, No 5 (2025) Vol 26, No 4 (2024) Vol 26, No 3 (2024) Vol 26, No 2 (2024) Vol 26, No 1 (2024) Vol 25, No 6 (2024) Vol 25, No 5 (2024) Vol 25, No 4 (2023) Vol 25, No 3 (2023) Vol 25, No 2 (2023) Vol 25, No 1 (2023) Vol 24, No 6 (2023) Vol 24, No 5 (2023) Vol 24, No 4 (2022) Vol 24, No 3 (2022) Vol 24, No 2 (2022) Vol 24, No 1 (2022) Vol 23, No 6 (2022) Vol 23, No 5 (2022) Vol 23, No 4 (2021) Vol 23, No 3 (2021) Vol 23, No 2 (2021) Vol 23, No 1 (2021) Vol 22, No 6 (2021) Vol 22, No 5 (2021) Vol 22, No 4 (2020) Vol 22, No 3 (2020) Vol 22, No 2 (2020) Vol 22, No 1 (2020) Vol 21, No 6 (2020) Vol 21, No 5 (2020) Vol 21, No 4 (2019) Vol 21, No 3 (2019) Vol 21, No 2 (2019) Vol 21, No 1 (2019) Vol 20, No 6 (2019) Vol 20, No 5 (2019) Vol 20, No 4 (2018) Vol 20, No 3 (2018) Vol 20, No 2 (2018) Vol 20, No 1 (2018) Vol 19, No 6 (2018) Vol 19, No 5 (2018) Vol 19, No 4 (2017) Vol 19, No 3 (2017) Vol 19, No 2 (2017) Vol 19, No 1 (2017) Vol 18, No 6 (2017) Vol 18, No 5 (2017) Vol 18, No 4 (2016) Vol 18, No 3 (2016) Vol 18, No 2 (2016) Vol 18, No 1 (2016) Vol 17, No 6 (2016) Vol 17, No 5 (2016) Vol 17, No 4 (2015) Vol 17, No 3 (2015) Vol 17, No 2 (2015) Vol 17, No 1 (2015) Vol 16, No 6 (2015) Vol 16, No 5 (2015) Vol 16, No 4 (2014) Vol 16, No 3 (2014) Vol 16, No 2 (2014) Vol 16, No 1 (2014) Vol 15, No 6 (2014) Vol 15, No 5 (2014) Vol 15, No 4 (2013) Vol 15, No 3 (2013) Vol 15, No 2 (2013) Vol 15, No 1 (2013) Vol 14, No 6 (2013) Vol 14, No 5 (2013) Vol 14, No 4 (2012) Vol 14, No 3 (2012) Vol 14, No 2 (2012) Vol 14, No 1 (2012) Vol 13, No 6 (2012) Vol 13, No 5 (2012) Vol 13, No 4 (2011) Vol 13, No 3 (2011) Vol 13, No 2 (2011) Vol 13, No 1 (2011) Vol 12, No 6 (2011) Vol 12, No 5 (2011) Vol 12, No 4 (2010) Vol 12, No 3 (2010) Vol 12, No 2 (2010) Vol 12, No 1 (2010) Vol 11, No 6 (2010) Vol 11, No 5 (2010) Vol 11, No 4 (2009) Vol 11, No 3 (2009) Vol 11, No 2 (2009) Vol 11, No 1 (2009) Vol 10, No 6 (2009) Vol 10, No 5 (2009) Vol 10, No 4 (2008) Vol 10, No 3 (2008) Vol 10, No 2 (2008) Vol 10, No 1 (2008) Vol 9, No 6 (2008) Vol 9, No 5 (2008) Vol 9, No 4 (2007) Vol 9, No 3 (2007) Vol 9, No 2 (2007) Vol 9, No 1 (2007) Vol 8, No 4 (2007) Vol 8, No 3 (2006) Vol 8, No 2 (2006) Vol 8, No 1 (2006) Vol 7, No 4 (2006) Vol 7, No 3 (2005) Vol 7, No 2 (2005) Vol 7, No 1 (2005) Vol 6, No 4 (2005) Vol 6, No 3 (2004) Vol 6, No 2 (2004) Vol 6, No 1 (2004) Vol 5, No 4 (2004) Vol 5, No 3 (2003) Vol 5, No 2 (2003) Vol 5, No 1 (2003) Vol 4, No 4 (2003) Vol 4, No 3 (2002) Vol 4, No 2 (2002) Vol 4, No 1 (2002) Vol 3, No 4 (2002) Vol 3, No 3 (2001) Vol 3, No 2 (2001) Vol 3, No 1 (2001) Vol 2, No 4 (2001) Vol 2, No 3 (2000) Vol 2, No 2 (2000) Vol 2, No 1 (2000) More Issue