Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

Poligami dalam Hukum Islam dan Hukum Perkawinan Puspytasari, Heppy Hyma; Maulana, Alif; Agustina, Febi
Journal of Education Research Vol. 4 No. 4 (2023)
Publisher : Perkumpulan Pengelola Jurnal PAUD Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37985/jer.v4i4.669

Abstract

Poligami merupakan pilihan bagi suami yang mampu atau bagi yang memerlukannya. Prosedur poligami dalam Undang-Undang Perkawinan telah membebankan persyaratan bagi suami yang hendak melakukan poligami. Akan tetapi, pengadilan tidak akan memberikan ijin untuk melakukan poligami kecuali seorang suami dapat memenuhi persyaratan alternatif sedangkan, poligami telah diatur secara komperhensif dari berbagai sisi dan tatacara sebelum melaksanakan perkawinan poligami. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk menganalisis dan mendeskripsikan poligami dalam hukum perkawinan; (2) untuk menganalisis dan mendeskripsikan poligami dalam hukum islam; dan (3) untuk mendeskripsikan dan menganalisis relevansi hukum islam dan hukum perkawinan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif diskriptif. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa bahan pustaka.  Metode analisis hukum ini menggunakan metode IRAC, yaitu Issue, Rule, Analysis, dan Conclusion. Hasil dari penelitian ini adalah (1) Poligami dalam hukum perkawinan diatur dalam Undang-Undang Perkawinan, peraturan tersebut dibuat untuk menertibkan dan memberikan hak-hak para istri dan anak-anak; (2) Poligami dalam pandangan islam diatur dalam Q.S An-Nisa’ ayat 3 dan KIH, yakninpoligami tersebut dipersulit dengan persayaratan yang memberatkan pemohon ijin poligami dengan prosedur yang panjang, menjamin hak masing-masing keluarga dan melindungi mereka dengan memberikan perlindungan hukum; dan (3) Hukum perkawinan pada dasarnya juga memiliki prinsip yang sama dengan Hukum Islam, yaitu asas perkawinan di Indonesia menganut asas monogomi.
Perlindungan Hukum dalam Pembayaran Nafkah Anak sebagai Akibat Perceraian Puspytasari, Heppy Hyma; Firman , Firman
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 5 No. 2 (2021): 2021
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perceraian dalam hukum Islam pada prinsipnya boleh tapi dibenci oleh Allah, namun perceraian merupakan alternatif terakhir yang boleh ditempuh manakala kehidupan rumah tangga dalam keadaan yang sudah tidak bahagia dan tidak bisa dipertahankan lagi. jika terjadi perceraian di mana telah diperoleh keturunan dalam perkawinan itu, maka yang berhak mengasuh anak hasil perkawinan adalah ibu, atau nenek seterusnya ke atas. Akan tetapi, mengenai pembiayaan untuk penghidupan anak itu, termasuk biaya pendidikannya adalah menjadi tanggung jawab ayahnya. . Beberapa data awal yang dimiliki oleh peneliti mengenai putusan cerai talak ini adalah beberapa contoh perkara cerai talak yang sudah incracht namun mantan suami/ayah kandung tidak melaksanakan putusan pengadilan mengenai hadhanah, rumusan masalah yang dapat diformulasikan adalah bagaimana pengaturan pembayaran nafkah anak sebagai akibat dari perceraian dalam hukum Islam dan hukum Nasional dan bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum dalam pembayaran nafkah anak sebagai akibat dari perceraian. Metode peneliti?n y?ng digun?k?n Peneliti d?l?m peneliti?n ini ?d?l?h peneliti?n hukum norm?tif ?t?u doktrin?l. Hasil dari penelitian ini adalah Pengaturan pembayaran nafkah anak sebagai akibat dari perceraian dalam Hukum Islam dan Hukum Nasional adalah ada kewajiban untuk memberikan nafkah anak walaupun sudah terjadi perceraian, hal ini merupakan bentuk perlindungan hukum bagi anak. Dan Pelaksanaan perlindungan hukum dalam pembayaran nafkah anak sebagai akibat dari perceraian adalah belum maksimal walaupun sudah ada aturan yang mewajibkan tentang hal tersebut, baik dalam hukum Islam maupun hukum nasional. Namun ada upaya yang dapat dilakukan yaitu gugatan eksekusi dan tuntutan penelantaran anak
Tugas dan Tanggung Jawab Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Berdasarkan Perda no 54 THUN 2013 (Studi Di Desa Sumberagung Jatirejo Mojokerto) Puspytasari, Heppy Hyma; Purnama, Andika Cahya
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 5 No. 3 (2021): 2021
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jptam.v6i1.2815

Abstract

Lembaga pemberdayaan Masyarakat (LPM) merupakan Lembaga Pemberdayaan lembaga masyarakat di desa atau kelurahan yang tumbuh dari, oleh, dan untuk masyarakat, dan merupakan wahana partisipasi masyarakat dalam memadukan pelaksanaan pembangunan yang berbagai kegiatan pemerintah dan prakarsa serta swadaya gotong-royong masyarakat dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan dalam rangka mewujudkan ketahanan nasional yang meliputi aspek-aspek ideologi, politik, ekonomi,Sosial budaya, agama, dan keamanan. Tujuan dari peneltian ini adalah untuk mengetahui Tugas LPM Desa Sumberagung sesuai Perda Mojokerto No 54 Tahun 2013, serta faktor-faktor Pendukung dan Penghambat pelaksanaan tugas LPM Desa Sumberagung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Tugas LPM desa Sumberagung sudah melaksanakan sesuai Perda Mojokerto No 54 Tahun 2013, yaitu Menyusun rencana pembangunan yang partisipatif, Menggerakkan swadaya gotong royong masyarakat, Melaksanakan pengedalian pembangunan, tetapi di point tiga dalam Melaksanakan pengedalian pembangunan ini kurang efektif misalkan dalam pembagunan jangka panjang masih ada program-program tidak berjalan. Faktor pendukung dan penghambat LPM Desa Sumberagung ialah partisipasi masyarakat yang guyub,gotong royong, akan tetapi untuk penghambat ialah dari segi pendanaan, sebagaimana seperti dana pembangunan 2019-2020 terlaokasi di Covid-19 yang mana lebih penting dalam pengalokasiannya
Pancasila sebagai Paradigma Politik Pembaruan Hukum Pidana Nasional Rossa Ilma Silfiah; Heppy Hyma Puspytasari
Prosiding Seminar Hukum Aktual Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Vol. 2 No. 4 JULI 2024
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Criminal law politics, also known as national criminal law reform policy, is an integral part of social policy in general. This is because the existence of criminal law is heavily influenced by social changes in society. The state must monitor social changes to ensure that they remain within the boundaries of Pancasila ideology. Pancasila is a forum for living together for Indonesia's diverse nation so that it remains closely bound as a united nation, Bhinneka Tunggal Ika. Pancasila appears in the Preamble to the 1945 Constitution, which declares Indonesia's independence. As a result, the current Criminal Code in Indonesia must be updated to reflect the reform era. Several articles have also undergone changes, with the government making additional provisions regarding specific articles. As a result, comprehensive reform is required to ensure that criminal law can achieve its goals, which are to protect society and promote social welfare. Using normative methods, this study investigates Pancasila as a paradigm for determining the direction of criminal law policies. It also employs a policy-oriented and a value-oriented strategy. Because Pancasila is a national and state ideology.
Harta Bersama Dalam Perkawinan Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif Hyma Puspytasari, Heppy
JATISWARA Vol. 35 No. 2 (2020): Jatiswara
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jtsw.v35i2.252

Abstract

Perkawinan merupakan berkumpulnya dua insan yang semula terpisah dan berdiri sendiri, menjadi satu kesatuan yang utuh dan bermitra. Berdasarkan QS An Nisaa : 34 tersebut diatas, pihak laki-laki lah yang mempunyai kewajiban menafkahi keluarga. Diambil pemahaman bahwa yang dimaksud dengan harta bersama itu bukanlah harta kesatuan antara suami dan istri tetapi merupakan harta dari suami yang dipergunakan untuk kepentingan seluruh keluarga. Apabila si istri juga berpenghasilan, penghasilan itu bukan merupakan bagian dari harta bersama. Permаsаlаhаn hаrtа bersаmа sering kаli kurаng mendаpаt perhаtiаn yаng seksаmа dаri аhli hukum, terlebih lаgi mаsyаrаkаt mаsih memаndаng sebelаh mаtа permаsаlаhаn ini. Pаsаngаn suаmi istri biаsаnyа bаru mempersoаlkаn pembаgiаn hаrtа bersаmа setelаh аdаnyа putusаn percerаiаn dаri pengаdilаn. Bаhkаn dаlаm setiаp proses pengаdilаn sering terjаdi keributаn tentаng pembаgiаn hаrtа bersаmа sehinggа kondisi tersebut kiаn memperrumit proses percerаiаn di аntаrа merekа kаrenа mаsing-mаsing sаmа-sаmа mengklаim bаhwа hаrtа tersebut merupаkаn hаk merekа. Pаdаhаl hаrtа bersаmа merupаkаn mаsаlаh yаng sаngаt besаr dаlаm kehidupаn suаmi istri. Metode penelitiаn yаng digunаkаn Peneliti dаlаm penelitiаn ini аdаlаh penelitiаn hukum normаtif аtаu doktrinаl.Penelitiаn hukum doktrinаl yаng disebut jugа sebаgаi penelitiаn perpustаkааn аtаu studi dokumen kаrenа penelitiаn ini dilаkukаn аtаu ditujukаn hаnyа pаdа perаturаn-perаturаn yаng tertulis аtаu bаhаn-bаhаn hukum yаng lаin. Kesimpulan yang dihasilkan meliputi Filosofi Harta Bersama Dalam Perkawinan adalah bahwa hukum Islam tidak mengenal adanya harta Bersama karena dalam hukum Islam tidak dikenal adanya percampuran kekayaan antara suami dan istri. Di Indonesia harta Bersama dikenal melalui hukum adat yang kemudian diterapkan secara terus menerus menjadi hukum yang tidak mungkin disingkirkan karena nilai maslahatnya lebih besar dari mudhorotnya.Serta Pengaturan harta Bersama dalam perkawinan di Indonesia didasarkan pada ketentuan pengaturan harta dalam perkawinan menurut UU Perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam. Sekaligus KUHPerdata
IMPLEMENTASI DAN IMPLIKASI UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2022 TENTANG PEMASYARAKATAN TERHADAP PERUBAHAN SOSIAL WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN Herdycha Surya Kisworo; Heppy Hyma Puspytasari
Qaumiyyah: Jurnal Hukum Tata Negara Vol. 6 No. 1 (2025)
Publisher : Program Studi Hukum Tata Negara Islam, Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24239/qaumiyyah.v6i1.198

Abstract

This study analyzes the implementation and implications of Law Nomor 22of 2022 on Corrections for social changes among inmates at the Tangerang Youth Correctional Facility Class IIA. Using an empirical juridical method, this research combines normative legal analysis with field data collected through literature review, interviews, and direct observation. The findings indicate that Law Nomor 22of 2022 simplifies remission and integration procedures by eliminating the requirement for a Justice Collaborator (JC), providing fairer opportunities for inmates to participate in rehabilitation programs. This has increased participation in education, skill training, and social reintegration initiatives. Furthermore, the law emphasizes mental health services and the fulfillment of basic rights, creating a more conducive correctional environment. The number of inmates decreased from 3,164 at the end of 2021 to 2,887 in November 2024, effectively addressing the issue of overcrowding. However, several challenges remain to be addressed. Continuous support from the government and society is crucial to achieving rehabilitation goals and reducing recidivism rates. Abstrak Penelitian ini menganalisis implementasi dan implikasi Undang-Undang Nomor. 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan terhadap perubahan sosial warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas IIA Tangerang. Menggunakan metode yuridis empiris, penelitian ini menggabungkan analisis hukum normatif dengan data lapangan melalui studi pustaka, wawancara, dan observasi langsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 menyederhanakan prosedur remisi dan integrasi dengan menghapus syarat Justice Collaborator (JC), sehingga memberikan kesempatan lebih adil bagi warga binaan untuk mengikuti program rehabilitasi. Hal ini meningkatkan partisipasi dalam pendidikan, pelatihan keterampilan, dan reintegrasi sosial. Selain itu, undang-undang ini menekankan layanan kesehatan mental dan pemenuhan hak dasar, menciptakan lingkungan pemasyarakatan yang lebih kondusif. Jumlah warga binaan menurun dari 3.164 orang pada akhir 2021 menjadi 2.887 orang pada November 2024, mengurangi masalah overkapasitas. Namun, beberapa tantangan masih perlu di atasi, Dukungan berkelanjutan dari pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan untuk mencapai tujuan rehabilitasi dan menekan angka residivisme.
Fleksibilitas Tradisi Pesantren Terhadap Kekerasan Pada Isteri (Studi Kasus Pada Penerapan UU PKDRT Di Lingkungan Pesantren Kab. Jombang) Hyma Puspytasari, Heppy
Jurnal Komunikasi Hukum Vol 7 No 1 (2021): Februari, Jurnal Komunikasi Hukum
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jkh.v7i1.31766

Abstract

Komunitas pesantren sebenarnya telah lama mengetahui isu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), namun bukan berarti mereka benar-benar memahami makna KDRT secara menyeluruh. Karena realitanya, KDRT itu sendiri tersembunyi dalam dunia rumah tangga pesantren. Hal - hal lain yang mungkin juga menjadi penyebab terjadinya KDRT di pesantren adalah patron kyai sebagai pemimpin pesantren yang tidak dapat digoyahkan oleh apapun. Banyak fakta yang juga mendukung bahwa perkataan kyai adalah selalu benar dan tidak pernah salah, karena beliau dianggap paling memahami ajaran agama. Selain itu juga keberadaan ayat yang menyatakan tentang nusyus nya seorang istri, dan pembelajaran keluarga yang disebutkan “boleh memukul” diartikan secara harfiah. Kondisi tradisi dalam pesantren yang demikian khusus dan adanya kontroversi antara tradisi dalam pesantren dengan UU PKDRT menjadikan hal ini menarik untuk diteliti lebih lanjut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: Apakah tradisi pesantren memicu adanya KDRT dan bagaimana alternatif penanggulangan KDRT di pesantren Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan socio legal research yaitu melalui pendekatan ini hukum juga dikonsepkan sebagai gejala sosial yang empiris yaitu dalam tindakan aksi dan interaksi warga masyarakat sehari-hari, bukan hanya sebagai UU ataupun putusan hakim saja. Hasil penelitian ini bahwa tradisi pesantren tidak memicu adanya KDRT meskipun dimungkinkan ada ketimpangan gender dalan relasi suami isteri tetapi tradisi di pesantren malah lebih memberikan pembelajaran yang mendukung emansipasi maupun kesetaraan gender tanpa meninggalkan norma agama. Sedangkan alternative penyelesaian penanggulangan KDRT di pesantren tidak diadakan karena belum ada kejadian yang merujuk pada KDRT, namun untuk mencegah adanya KDRT, pesantren juga menyumbangkan peran melalui pendekatan Pendidikan bagi para santri, yaitu Pendidikan relasi suami dan isteri yang adil dan mengakui kesetaraan namun tetap dalam bingkai ajaran agama Islam, sesuai kodrat masing-masing dengan tetap saling bantu dalam segala bagian rumah tangga.