Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

KEDAI KOPI DAN KOMUNITAS SENI SEBAGAI WUJUD RUANG PUBLIK MODERN Eka Perwitasari Fauzi
Jurnal Jurnalisa: Jurnal Jurusan Jurnalistik Vol 5 No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/jurnalisa.v5i1.9893

Abstract

This paper is based on research on coffee shops as a modern public space in the information age. This study tries to examine the existence of modern public space in the form of social communities along with more coffee shop emerges as new business trends in Jakarta. One of many coffee shop business is Kedai Suguh Kopi in the West Jakarta Region. In contrast to the concept of a cafe, or a coffee shop which mostly serves only coffee and stunning interior design that might lurks customer for their so-called “instagramable”, one interesting thing about this shop is that coffee is not served to release the sleepy feeling but it witness and become a reason of the birth of an art community that contains freedom of expression without pressure.
Konstruksi Sosial Soft Masculinity dalam Budaya Pop Korea Eka Perwitasari Fauzi
Jurnal Ilmu Komunikasi Vol 19, No 1 (2021)
Publisher : Univeritas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31315/jik.v19i1.3687

Abstract

Budaya memengaruhi pemaknaan terhadap konsep maskulinitas melalui sistem kepercayaan, nilai-nilai dan perilaku. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sudut pandang Generasi Y dalam memandang konsep soft masculinity yang bertentangan dengan hegemoni maskulinitas di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah fenomenologi dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam semi tersturuktur dengan delapan informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa delapan informan informan menerima konsep soft masculinity melalui proses konstruksi sosial media massa. Proses eksternalisasi berupa adaptasi dengan konsep gender terjadi melalui konsumsi media. Objektifikasi karakteristik tender charisma, politeness, dan purity terjadi ketika informan melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya dan nilai budaya lokal. Internalisasi konsep soft maskulinity berupa penerimaan nilai maskulinitas baru dan dijadikan sebagai pemahaman baru dalam memandang konsep maskulinitas. Hasil penelitian ini memperkuat asumsi bahwa media sebagai agen budaya memiliki peran penting dalam melakukan konstruksi sosial nilai-nilai maskulinitas baru. Substansi penelitian ini memberikan kontribusi berupa rekomendasi terkait maskulinitas yang terbentuk sebagai hasil konstruksi sosial oleh media, dan dijadikan sebagai perspektif baru dalam memandang konsep gender di masyarakat.
MODERN MUSLIMAH IN MEDIA: A STUDY OF RECEPTION ANALYSIS IN “SALIHA” PROGRAM ON NET TV Eka Perwitasari Fauzi; Feni Fasta; Robert Jeyakumar Nathan; So Won Jeong
ASPIRATION Journal Vol. 1 No. 2 (2020): November Edition of ASPIRATION Journal
Publisher : ASPIKOM Jabodetabek Region

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2052.275 KB)

Abstract

Indonesia, as a country with the largest Muslim population in the world, holds a significant market share of the Islamic industry, especially for Muslim women. This study discusses how media constructs meaning for modern Muslim women's identity, in "Saliha" a program aired on Indonesia national television, NET TV. This qualitative research is conducted based on social construction of reality theory and using Stuart Hall's reception analysis method. The data was obtained via in-depth interviews and Focus Group Discussion. Findings indicate shifting views of Muslim women portrayed in television; these findings add to the continuous mediatization of modern Muslims, especially women. Thus, the existence of Muslim women continued to negotiate and be redefined through images, narratives, and knowledge constructed in media for market consumption.
MODEL KOMUNIKASI KAMPANYE PENGGALANGAN DANA OLEH PERUSAHAAN PENYIARAN TELEVISI UNTUK MENDUKUNG KEGIATAN KEMANUSIAAN Dwi Firmansyah; Eka Perwitasari Fauzi
Communication Vol 8, No 2 (2017): COMMUNICATION
Publisher : Fakultas Ilmu Komunikasi - Universitas Budi Luhur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (280.266 KB) | DOI: 10.36080/comm.v8i2.639

Abstract

ABSTRACTThis research discusses a fundraising campaign by PT Surya Citra Televisi (SCTV) through“Jembatan Asa” program, a humanitarian program to build broken bridges in various regionsof Indonesia. The purpose of this research is to know the communication model of humanitarianfundraising campaign of Jembatan Asa Program by SCTV with reference to Nowak andWarneryd campaign model.The research approach used is qualitative, with the nature of descriptive research. Datacollection procedure through advertisement and news documentation and in-depth interviewsfrom key informants: chairman of CSR program “Jembatan Asa”, news production manager,news producer and video journalist in SCTV News Division. The results and analysis of datafindings show that the campaign is done through advertisements and publications in variousinternal programs of SCTV, online media www.liputan6.com and social media.Refers to the elements of the Nowak and Warneryd campaign models; intended effect,competiting communication, communication objects, target populations and receiving groups,channels, messages, communicators, and obtained effects, the researchers found a change inthe model used by SCTV in a public fundraising campaign. Among them, prior to conductingthe campaign, SCTV produced framing the news of the condition of the affected communitiesdamaged bridges. The contents of campaign messages in the form of donation solicitationadverts, news reports on the construction of bridges and financial reports. The effect of thecampaign is the rise of number of public donations, the rise of media reputation, and thegovernment's concern to build another damaged bridge in its territory.Keywords: Communication Model, Campaign, Advertisement, Publication, Fundraising ABSTRAKPenelitian ini membahas kampanye penggalangan dana oleh PT Surya Citra Televisi (SCTV)melalui program Jembatan Asa, sebuah program kemanusiaan untuk membangun jembatanrusak di berbagai daerah Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui modelkomunikasi kampanye penggalangan dana kemanusiaan Program Jembatan Asa oleh SCTVdengan mengacu pada model kampanye Nowak dan Warneryd.Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif, dengan sifat penelitian deskriptif.Prosedur pengumpulan data melalui dokumentasi iklan dan berita serta wawancara mendalamdari key informan, yakni Ketua Penyelenggara program CSR Jembatan Asa, Manajer ProduksiBerita, Produser Program Liputan 6 dan Video Journalist di Divisi Pemberitaan SCTV. Hasil124dan analisis temuan data memperlihatkan bahwa kampanye dilakukan melalui iklan danpublikasi di berbagai program internal SCTV, media online www.liputan6.com dan mediasosial.Mengacu pada elemen model kampanye Nowak dan Warneryd; efek yang diharapkan,persaingan komunikasi, obyek komunikasi, populasi target dan kelompok penerima, saluran,pesan, komunikator, dan efek yang dicapai. Peneliti menemukan perubahan model yangdigunakan SCTV dalam kampanye penggalangan dana masyarakat. Diantaranya, sebelummelakukan kampanye, SCTV memproduksi framing berita kondisi masyarakat terdampakjembatan rusak. Isi pesan kampanye berupa iklan ajakan berdonasi, pemberitaan progrespembangunan jembatan dan laporan keuangan. Efek kampanye yang dicapai adalah banyaknyadonasi masyarakat, naiknya reputasi media, dan kepedulian pemerintah untuk membangunjembatan rusak lain di wilayahnya..Kata kunci: Model Komunikasi, Kampanye, Iklan, Publikasi, Penggalangan,dana
Pemaknaan Apropriasi Budaya Pada Video Make A Wish Eka Perwitasari Fauzi; Kurniawan Prasetyo
Jurnal Komunikasi Global Vol 12, No 1 (2023)
Publisher : Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jkg.v12i1.28489

Abstract

Di era digital, konten bermuatan budaya asing bisa ditemukan dengan mudah dalam bentuk unggahan teks media seperti film dan musik di saluran media baru. Penelitian ini dilakukan untuk mengungkap pemaknaan audiens mengenai apropriasi budaya terhadap teks media berupa video klip musik dari Grup Idol NCT U yang berasal dari Korea Selatan. Penelitian ini mencoba menggali mengenai pemaknaan apropriasi budaya dari sudut pandang penggemar budaya pop Korea. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis resepsi dan teknik pengumpulan data melalui focus grup discussion (FGD) dengan 11 partisipan. Hasil penelitian dibagi menjadi empat kategorisasi bentuk apropriasi budaya yaitu cultural exchange (pertukaran budaya), cultural domination (dominasi budaya), cultural exploitation (eksploitasi budaya), dan transculturation (transkulturasi). Hasil penelitian menyatakan bahwa para informan memaknai apropriasi budaya sebagai dominasi budaya dan trankulturasi dalam teks media berupa video musik yang dibawakan oleh grup idol Korea NCT U. Temuan lain adalah peminjaman budaya tidak terhindarkan ketika dua budaya bertemu sehingga menyebabkan lahirnya sebuah budaya hibrida sebagai komoditas industri budaya. Karena masyarakat Indonesia yang merupakan masyarakat majemuk sudah terbiasa dengan peminjaman budaya, pemaknaan mengenai apropriasi budaya dianggap memiliki nilai positif.In the digital era, the accessibility of foreign cultural content has greatly increased through the availability of media texts such as films and music on new media channels. This research aims to investigate how audiences perceive the cultural appropriation of media texts, specifically focusing on the music video clips of the South Korean Idol Group NCT U. The study seeks to explore the perspectives of fans of Korean pop culture in understanding the concept of cultural appropriation. Employing a qualitative approach, the research utilizes reception analysis methods and data collection techniques, including focus group discussions (FGD) with eleven participants. The findings of the study identify four categories of cultural appropriation: cultural exchange, cultural domination, cultural exploitation, and transculturation. The research reveals that the participants interpreted cultural appropriation as cultural domination and transculturation within the context of music videos by NCT U. Additionally, the study highlights the inevitability of cultural borrowing when different cultures interact, leading to the emergence of a hybrid culture as a commodity within the cultural industry. Given the pluralistic nature of Indonesian society, the borrowing of culture is viewed positively, suggesting a favorable perception of cultural appropriation.
Pemaknaan Apropriasi Budaya Pada Video Make A Wish Eka Perwitasari Fauzi; Kurniawan Prasetyo
Jurnal Komunikasi Global Vol 12, No 1 (2023)
Publisher : Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jkg.v12i1.28489

Abstract

Di era digital, konten bermuatan budaya asing bisa ditemukan dengan mudah dalam bentuk unggahan teks media seperti film dan musik di saluran media baru. Penelitian ini dilakukan untuk mengungkap pemaknaan audiens mengenai apropriasi budaya terhadap teks media berupa video klip musik dari Grup Idol NCT U yang berasal dari Korea Selatan. Penelitian ini mencoba menggali mengenai pemaknaan apropriasi budaya dari sudut pandang penggemar budaya pop Korea. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis resepsi dan teknik pengumpulan data melalui focus grup discussion (FGD) dengan 11 partisipan. Hasil penelitian dibagi menjadi empat kategorisasi bentuk apropriasi budaya yaitu cultural exchange (pertukaran budaya), cultural domination (dominasi budaya), cultural exploitation (eksploitasi budaya), dan transculturation (transkulturasi). Hasil penelitian menyatakan bahwa para informan memaknai apropriasi budaya sebagai dominasi budaya dan trankulturasi dalam teks media berupa video musik yang dibawakan oleh grup idol Korea NCT U. Temuan lain adalah peminjaman budaya tidak terhindarkan ketika dua budaya bertemu sehingga menyebabkan lahirnya sebuah budaya hibrida sebagai komoditas industri budaya. Karena masyarakat Indonesia yang merupakan masyarakat majemuk sudah terbiasa dengan peminjaman budaya, pemaknaan mengenai apropriasi budaya dianggap memiliki nilai positif.In the digital era, the accessibility of foreign cultural content has greatly increased through the availability of media texts such as films and music on new media channels. This research aims to investigate how audiences perceive the cultural appropriation of media texts, specifically focusing on the music video clips of the South Korean Idol Group NCT U. The study seeks to explore the perspectives of fans of Korean pop culture in understanding the concept of cultural appropriation. Employing a qualitative approach, the research utilizes reception analysis methods and data collection techniques, including focus group discussions (FGD) with eleven participants. The findings of the study identify four categories of cultural appropriation: cultural exchange, cultural domination, cultural exploitation, and transculturation. The research reveals that the participants interpreted cultural appropriation as cultural domination and transculturation within the context of music videos by NCT U. Additionally, the study highlights the inevitability of cultural borrowing when different cultures interact, leading to the emergence of a hybrid culture as a commodity within the cultural industry. Given the pluralistic nature of Indonesian society, the borrowing of culture is viewed positively, suggesting a favorable perception of cultural appropriation.
The Ideology of Racism in Contemporary HollywoodFilms on Netflix: A Case Study on“All the Boys I’ve Loved Before” Movie Briandana, Rizki; Marta, Rustono Farady; Mijan, Rohana; Fauzi, Eka Perwitasari
Jurnal Komunikasi Indonesia Vol. 11, No. 1
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This study aims to analyse the ideology of racism in Hollywood films shown on Netflix. To All the Boys I’ve Loved Before is a film based on a New York Times Best Seller novel. Initially, this film had some drawbacks because almost all production houses refused to keep an Asian face as the main character in accordance with the novel. The concept of ideology in the film refers to the concept proposed by John Storey. That ideology is an ideal form of image which aims to attract attention through methods, such as those used in texts, including films as mass media products to present a certain image about the world. This study applied a qualitative text analysis method, i.e.i.e. the Semiotics method. The film was analysed through Roland Barthes’ semiotic analysis, which is known for its denotative, connotative, and mythical meanings. The signs in the film were studied in stages to get the meaning of the message and also to uncover the myths that hide behind the ideology in the film. The result shows the use of Asian faces as the main characters who are also protagonists in To All the Boys I’ve Loved Before demonstrates that the racism depicted in this film is a myth. This film also joins the ranks of Hollywood films in which Asian actors were previously thought to be unable to sell at the box office. Penelitian ini bertujuan menganalisis ideologi rasisme dalam film-film Hollywood yang ditayangkan di Netflix. To All the Boys I’ve Loved Before adalah film yang diangkat dari novel New York Times Best Seller. Pada awalnya film ini memiliki beberapa kekurangan karena hampir semua rumah produksi menolak untuk mempertahankan wajah Asia sebagai karakter utama sesuai dengan novel. Konsep ideologi dalam film mengacu pada konsep yang diusulkan oleh John Storey. Ideologi adalah bentuk citra ideal yang bertujuan untuk menarik perhatian melalui metode, seperti yang digunakan dalam teks, termasuk film sebagai produk media massa untuk menyajikan citra tertentu tentang dunia. Penelitian ini menerapkan metode analisis teks kualitatif, yaitu metode Semiotika. Film ini dianalisis melalui analisis semiotik Roland Barthes, yang dikenal dengan makna denotatif, konotatif, dan mitosnya. Tanda-tanda dalam film ini dipelajari secara bertahap untuk mendapatkan makna pesan dan juga untuk mengungkap mitos yang tersembunyi di balik ideologi dalam film. Hasilnya menunjukkan penggunaan wajah Asia sebagai karakter utama yang juga protagonis dalam To All the Boys I’ve Loved Before menunjukkan bahwa rasisme yang digambarkan dalam film ini adalah mitos. Film ini juga masuk dalam jajaran film Hollywood di mana aktor Asia sebelumnya dianggap tidak menjual di box office.