The Daurah Tadribiyyah Native Speaker program aims to enhance the speaking (maharah kalam) and writing (maharah kitabah) skills of Arabic Education (PBA) students at STAI KH. Muhammad Ali Shodiq Tulungagung. Using the Participatory Action Research (PAR) approach, this program incorporates Middle Eastern native speakers and the academic community to support Arabic linguistic and cultural proficiency. The program employs practice-based learning, group discussions, and direct interaction with native speakers to create a conducive language environment (bi’ah lughawiyah). Results show that 95% of students experienced significant improvements in communication and vocabulary. About 85% endorsed the program's continuation, though 15% showed less interest, particularly students with non-Arabic backgrounds requiring more contextualized methods. Other challenges include students’ limited awareness and motivation to actively use Arabic on campus. While the program has proven effective, further optimization is needed, especially in technological support, contextual learning strategies, and sustained mentoring. With these improvements, the program is expected to have a broader impact on fostering a generation proficient in Arabic language and culture.ABSTRAKProgram Daurah Tadribiyyah Native Speaker bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbicara (maharah kalam) dan menulis (maharah kitabah) mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab (PBA) di STAI KH. Muhammad Ali Shodiq Tulungagung. Dengan menggunakan pendekatan Penelitian Tindakan Partisipatif (Participatory Action Research/PAR), program ini melibatkan native speaker dari Timur Tengah dan civitas akademika dalam upaya mendukung penguasaan bahasa dan budaya Arab. Proses pelaksanaan melibatkan pembelajaran berbasis praktik, diskusi kelompok, dan interaksi langsung dengan penutur asli, sehingga menciptakan lingkungan berbahasa yang kondusif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 95% mahasiswa mengalami peningkatan signifikan dalam komunikasi dan penguasaan kosa kata. Sebanyak 85% mendukung keberlanjutan program, meskipun 15% menyatakan kurang tertarik, terutama mahasiswa dari latar belakang non-Arab yang memerlukan pendekatan yang lebih relevan. Hambatan lainnya termasuk kurangnya kesadaran dan motivasi mahasiswa terhadap pentingnya penggunaan bahasa Arab secara aktif di lingkungan kampus. Program ini terbukti efektif, namun masih memerlukan optimalisasi, terutama dalam penyediaan dukungan teknologi, strategi pembelajaran kontekstual, dan pendampingan berkelanjutan. Dengan peningkatan tersebut, program ini diharapkan dapat memberikan dampak lebih luas dalam menciptakan generasi yang kompeten dalam bahasa dan budaya Arab.