Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Analisis Pergeseran Budaya Kawin Tangkap Terhadap Perempuan Dalam Pemikiran Legal Feminist Di Kabupaten Sumba Tengah Fortuna Umbu Laiya, Andraviani; Kopong Medan, Karolus; Sinurat, Aksi
UNES Law Review Vol. 6 No. 3 (2024): UNES LAW REVIEW (Maret 2024)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i3.1661

Abstract

The culture of capture marriage in Central Sumba Regency has experienced a shift in cultural values that has resulted in violence against women, triggering debates between customary law and Indonesian positive law. This study aims to describe the essence of the culture of catch marriage for women in Central Sumba Regency and its compatibility with Positive Law and to elaborate on the shift in the culture of catch marriage for women in Central Sumba Regency in Legal Feminist thinking. The research method used is empirical legal research which obtains data from primary data or data obtained directly from the community and library legal sources. The results of the study show that the practice of catch marriage is no longer in line with the principles of the Indonesian State which ratified the Human Rights Law, because this practice indicates various oppression against women specifically in the process of arrest and detention. Using feminist legal theory, from the legal text analysis approach, it is found that the weaknesses of customary law in Central Sumba are patriarchal and communal, while the legal text of the Sexual Violence Crime Law has weaknesses in the unavailability of implementing regulations and there is a legal vacuum in the local government of Central Sumba Regency regarding arrest marriages. In the approach to legal application, cases of capture marriage are dominantly resolved by custom, due to family relations and the attachment of capture marriage to the culture of the indigenous people of Central Sumba. The novelty in this research is to describe the essence of culture and the reality of a shift in the culture of capture marriage in Central Sumba Regency, which is analyzed through a legal feminist theory approach to its handling. This research is only limited to the culture of capture marriage that occurs in Central Sumba Regency in a feminist legal approach.
Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Pemerkosaan terhadap Anak (Studi Kasus Nomor: 131/PID.SUS/2021/PN KPG) Sinlaeloe, Amelinda Belci; Kopong Medan, Karolus; Vitus Wilhelmus, Bhisa
Mutiara: Multidiciplinary Scientifict Journal Vol. 2 No. 6 (2024): Multidiciplinary Scientifict Journal
Publisher : Al Makki Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkosaan (verkrachting) merupakan salah satu delik yang berkenaan dengan kehormatan kesusilaan. Perkosaan terhadap anak atau disebut juga pencabulan dapat memberikan anak trauma yang sangat berat sehingga anak akan sulit melanjutkan hidupnya. Rumusan masalah penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah pertimbangan hakim dalam penanganan kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur  di Penkase Oeleta ? (2) Bagaimanakah pelaksanaan pidana bagi pelaku perkosaan terhadap anak dibawah umur di Penkase Oeleta?. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Untuk mendapatkan hasil penelitian tersebut, maka penelitian ini akan dilakukan dengan menelaah dan mengkaji buku-buku, peraturan perundang-undangan, dan artikel-artikel yang berkaitan dengan penelitian ini. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan: (1) Pertimbangan hakim dalam penanganan kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur  di Penkase Oeleta adalah, mempertimbangkan bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana perkosaan terhadap anak karena memenuhi unsur-unsur pasal Undang-undang Perlindungan Anak, sehingga majelis hakim menjatuhkan pidana penjara 15 Tahun dan denda Rp.100.000.000,. dengan ketentuan jika tidak membayar denda maka pelaku akan dikenakan pidana kurungan selama 6 bulan. (2) Pelaksanaan pidana bagi pelaku perkosaan terhadap anak dibawah umur di Penkase Oeleta saat ini sudah pelaku jalankan yaitu selama pidana penjara selama 15 tahun kedepan. Tetapi mengenai pidana denda sebesar Rp.100.000.000,00, pelaku tidak membayarkan denda tersebut dan akan digantikan dengan pidana kurungan selama 6  bulan, hal ini merujuk pada pasal 30 ayat 2 KUHP. Saran dari penelitian ini adalah Pertimbangan hakim terhadap kasus tindak pidana perkosaan terhadap anak dibawah umur mengenai perlindungan hukum sebagai korban tindak pidana perkosaan sebaiknya perlu adanya penerapan secara instensif dari pemerintah, penegak hukum maupun masyarakat terhadap hak-hak seorang anak, mengingat seorang anak merupakan penerus bangsa dan memiliki hak-hak yang harus dilindungi. Pelaksanaan pidana terhadap kasus tindak pidana perkosaan terhadap anak, sebaiknya memberikan sanksi pidana yang lebih berat kepada pelaku karena mengingat pelaku merupakan ayah kandung anak korban dan pelaku juga melakukan kekerasan dan ancaman terhadap anak korban.
Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Pemerkosaan terhadap Anak (Studi Kasus Nomor: 131/PID.SUS/2021/PN KPG) Sinlaeloe, Amelinda Belci; Kopong Medan, Karolus; Vitus Wilhelmus, Bhisa
Mutiara: Multidiciplinary Scientifict Journal Vol. 2 No. 6 (2024): Mutiara: Multidiciplinary Scientifict Journal
Publisher : Al Makki Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57185/mutiara.v2i6.200

Abstract

Perkosaan (verkrachting) merupakan salah satu delik yang berkenaan dengan kehormatan kesusilaan. Perkosaan terhadap anak atau disebut juga pencabulan dapat memberikan anak trauma yang sangat berat sehingga anak akan sulit melanjutkan hidupnya. Rumusan masalah penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah pertimbangan hakim dalam penanganan kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur  di Penkase Oeleta ? (2) Bagaimanakah pelaksanaan pidana bagi pelaku perkosaan terhadap anak dibawah umur di Penkase Oeleta?. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Untuk mendapatkan hasil penelitian tersebut, maka penelitian ini akan dilakukan dengan menelaah dan mengkaji buku-buku, peraturan perundang-undangan, dan artikel-artikel yang berkaitan dengan penelitian ini. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan: (1) Pertimbangan hakim dalam penanganan kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur  di Penkase Oeleta adalah, mempertimbangkan bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana perkosaan terhadap anak karena memenuhi unsur-unsur pasal Undang-undang Perlindungan Anak, sehingga majelis hakim menjatuhkan pidana penjara 15 Tahun dan denda Rp.100.000.000,. dengan ketentuan jika tidak membayar denda maka pelaku akan dikenakan pidana kurungan selama 6 bulan. (2) Pelaksanaan pidana bagi pelaku perkosaan terhadap anak dibawah umur di Penkase Oeleta saat ini sudah pelaku jalankan yaitu selama pidana penjara selama 15 tahun kedepan. Tetapi mengenai pidana denda sebesar Rp.100.000.000,00, pelaku tidak membayarkan denda tersebut dan akan digantikan dengan pidana kurungan selama 6  bulan, hal ini merujuk pada pasal 30 ayat 2 KUHP. Saran dari penelitian ini adalah Pertimbangan hakim terhadap kasus tindak pidana perkosaan terhadap anak dibawah umur mengenai perlindungan hukum sebagai korban tindak pidana perkosaan sebaiknya perlu adanya penerapan secara instensif dari pemerintah, penegak hukum maupun masyarakat terhadap hak-hak seorang anak, mengingat seorang anak merupakan penerus bangsa dan memiliki hak-hak yang harus dilindungi. Pelaksanaan pidana terhadap kasus tindak pidana perkosaan terhadap anak, sebaiknya memberikan sanksi pidana yang lebih berat kepada pelaku karena mengingat pelaku merupakan ayah kandung anak korban dan pelaku juga melakukan kekerasan dan ancaman terhadap anak korban.
KEKUATAN EKSEKUTORIAL PUTUSAN PERKARA PERDATA TERHADAP OBJEK EKSEKUSI YANG DISITA OLEH JAKSA DALAM PERKARA PIDANA DI PENGADILAN NEGERI Dance Mauboy, Yandrif; Kopong Medan, Karolus; Sinurat, Aksi
Jurnal Locus Penelitian dan Pengabdian Vol. 2 No. 6 (2023): Jurnal Locus Penelitian dan Pengabdian
Publisher : Riviera Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58344/locus.v2i6.1285

Abstract

Pelaksanaan eksekusi putusan perkara perdata seharusnya menjadi suatu hal yang krusial karena berkaitan dengan pemenuhan hak-hak Pemohon Eksekusi secara konkrit sesuai isi putusan guna mewujudkan keadilan dan kepastian hukum sepenuhnya. Kenyataannya, putusan perkara perdata Nomor 9/Pdt.G/2017/PN Lrt belum dapat dilaksanakan sebab harta milik Tergugat yang telah diletakkan sita jaminan dalam perkara perdata tersebut oleh putusan perkara TPPU Nomor 254/Pid.Sus/2017/PN Kpg menetapkan barang bukti berupa beberapa aset-aset Terdakwa dikembalikan kepada Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara lain. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami dan menganalisis tentang kekuatan eksekutorial putusan perkara perdata terhadap objek eksekusi yang disita oleh Jaksa dalam perkara pidana di Pengadilan Negeri. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma yakni asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran). Perolehan bahan hukum dilakukan melalui penelitian kepustakaan yakni melalui pengumpulan bahan hukum primer, sekunder, dan bahan hukum tersier. Hasil penelitian menunjukan meskipun putusan perkara perdata mempunyai kekuatan eksekutorial terhadap objek eksekusi yang disita oleh Jaksa dalam perkara pidana, namun terdapat syarat yang harus dipenuhi yaitu mengetahui apakah barang bukti masih diperlukan dalam pembuktian perkara pidana lain atau barang bukti sudah tidak diperlukan dalam pembuktian perkara pidana lain.
Proses Penyelesaian Tindak Pidana Zina Menurut Hukum Adat dan Sikap Masyarakat Adonara, Kabupaten Flores Timur Aryo Tokan, Eden; Kopong Medan, Karolus; Petrus Leo, Rudepel
COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Vol. 3 No. 08 (2023): COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Publisher : Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/comserva.v3i08.1092

Abstract

Keberadaan hukum adat pada masyarakat merupakan pencerminan kehidupan masyarakat tersebut dan pada masing-masing daerah memiliki hukum adat yang berbeda sesuai dengan adat istiadat yang ada di daerah tersebut, dengan ciri khas tidak tertulis ataupun tidak terkodifikasikan. Penelitian ini bersifat yuridis empiris yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan pengamatan dan wawancara secara langsung di lapangan. Data dalam penelitian ini diperoleh dari responden dan informan di lapangan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode pendakatan deskriptif-kualitatif. Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa : (1) Desa Oringbele terletak di Kecamatan Witihama, Adonara, Kabupaten Flores Timur, dalam kehidupan bermasyarakatnya masih sangat memegang tradisi. Begitupun juga dalam menyelesaikan berbagai masalah yang terjadi, sistem adat pun masih sering digunakan karena dianggap sangat efektiv dalam penyelesaiannya. Selain itu dapat menjaga nilai-nilai tradisi di dalam masyarakat secara turun-temurun. 2) Masyarakat Desa Oringbele terbiasa menerapkan peradilan adat sebagai jalur yang di tempuh dalam penyelesaian sengketa apapun, karena sebagian besar masyarakat mempercayai sanksi yang di tetapkan oleh tetua adat merupakan salah satu reaksi adat terhadap pelanggaran aturan-aturan adat adat. Sanksi adat ini dimaksudkan untuk mengembalikan keseimbangan yang terganggu akibat adanya pelanggaran adat. Sehingga demikian masyarakat Desa Oringbele dan bahkan sebagian besar masyarakat Adonara meyakini hukum adat sebagai satu-satunya fasilitator dalam penyelesaian tindak pidana zina, kerena memiliki sanksi dan putusan yang bersifat final dengan mengedepankan nilai-nilai adat yang berlaku sejak dahulu dan sangat efektif dalam penyelesaian tindak pidana zina.
Analisis Pergeseran Budaya Kawin Tangkap Terhadap Perempuan Dalam Pemikiran Legal Feminist Di Kabupaten Sumba Tengah Fortuna Umbu Laiya, Andraviani; Kopong Medan, Karolus; Sinurat, Aksi
UNES Law Review Vol. 6 No. 3 (2024)
Publisher : Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i3.1661

Abstract

The culture of capture marriage in Central Sumba Regency has experienced a shift in cultural values that has resulted in violence against women, triggering debates between customary law and Indonesian positive law. This study aims to describe the essence of the culture of catch marriage for women in Central Sumba Regency and its compatibility with Positive Law and to elaborate on the shift in the culture of catch marriage for women in Central Sumba Regency in Legal Feminist thinking. The research method used is empirical legal research which obtains data from primary data or data obtained directly from the community and library legal sources. The results of the study show that the practice of catch marriage is no longer in line with the principles of the Indonesian State which ratified the Human Rights Law, because this practice indicates various oppression against women specifically in the process of arrest and detention. Using feminist legal theory, from the legal text analysis approach, it is found that the weaknesses of customary law in Central Sumba are patriarchal and communal, while the legal text of the Sexual Violence Crime Law has weaknesses in the unavailability of implementing regulations and there is a legal vacuum in the local government of Central Sumba Regency regarding arrest marriages. In the approach to legal application, cases of capture marriage are dominantly resolved by custom, due to family relations and the attachment of capture marriage to the culture of the indigenous people of Central Sumba. The novelty in this research is to describe the essence of culture and the reality of a shift in the culture of capture marriage in Central Sumba Regency, which is analyzed through a legal feminist theory approach to its handling. This research is only limited to the culture of capture marriage that occurs in Central Sumba Regency in a feminist legal approach.