Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Rekonstruksi Pectoralis Major Myocutaneuos Flap untuk Defek Operasi Kanker Tiroid ., Oktahermoniza; Suyuthie, Heldrian Dwinanda; Oktavenra, Ari; Nora, Sondang; Khambri, Daan; Harahap, Wirsma Arif; Rustam, Rony; ., Azamris
Cermin Dunia Kedokteran Vol 49, No 1 (2022): Bedah
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (225.487 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v49i1.1645

Abstract

Latar Belakang: Pembedahan kanker daerah kepala dan leher umumnya menimbulkan defek luas dan biasanya memerlukan flap. Meskipun free flap saat ini merupakan gold standard untuk rekonstruksi daerah kepala leher, pectoralis major myocutaneous flap (PMMC) masih digunakan. Kasus: Perempuan usia 47 tahun, dengan kanker tiroid papiler T4aN0M0 dengan ulserasi di kulit leher, menjalani tiroidektomi total dan defek operasi direkonstruksi dengan pectoralis major myocutaneous flap. Hasil rekonstruksi dapat diterima secara fungsional dan estetik. Tidak ada komplikasi hematom ataupun abses post operasi. Simpulan: Pectoralis major myocutaneous flap masih merupakan salah satu metode utama untuk rekonstruksi operasi kepala leher dan dapat diterima secara fungsional dan estetik jika free flap tidak dapat dilakukan. Background: Surgery for head and neck cancer generally leaves a wide defect that usually needed a flap. Although free flap is currently the gold standard for reconstruction of the head and neck, the pectoralis major myocutaneous flap is still popularly used. Case: A 47-year old female with thyroid carcinoma, underwent total thyroidectomy and the surgical defect was reconstructed with pectoralis major myocutaneous flap. The results were viable, functional, and aesthetically acceptable. No postoperative complications such as hematoma or abscess observed. Conclusion: Pectoralis major myocutaneous flap was still one of the main methods for head and neck reconstruction surgery. 
Penggunaan Sitologi Imprint Intraoperatif Pada Lesi Ganas Payudara: Suatu Mucinous Carcinoma yang Dikonfirmasi dengan Pemeriksaan Histopatologi Putri, Dwi Yanti Fioni; Asri, Aswiyanti; Rustam, Rony; Oktora, Meta Zulyati
Scientific Journal Vol. 4 No. 4 (2025): SCIENA Volume IV No 4, July 2025
Publisher : CV. AKBAR PUTRA MANDIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56260/sciena.v4i4.247

Abstract

Pendahuluan: Mucinous carcinoma (MC) merupakan jenis karsinoma payudara yang langka dan khusus, ditandai oleh kelompokan sel tumor epitel yang berada dalam kumpulan musin ekstraseluler. Diagnosis MC dapat diperoleh pada sampel sitologi imprint yang memberikan gambaran berupa kelompok epitel tiga dimensi dan sel tunggal berukuran kecil hingga sedang, atipia inti ringan hingga sedang, dan vakuola intrasitoplasma, yang tersuspensi dalam musin ekstraseluler yang melimpah. Penting untuk menentukan fitur sitologi dari karsinoma ini karena keberadaan musin ekstraseluler saja tidak patognomonik untuk MC. Laporan kasus: Seorang pasien perempuan usia 62 tahun datang ke poliklinik Bedah RS UNAND dengan keluhan utama benjolan pada payudara kanan sejak 2 tahun yang lalu. Pasien dilakukan tindakan MRM berdasarkan hasil pemeriksaan potong beku berupa lesi ganas. Pemeriksaan sitologi imprint intraoperatif dilakukan bersamaan dengan potong beku dan didapatkan gambaran berupa kelompokan sel-sel dengan peningkatan N/C ratio dan inti hiperkromatik dengan latar belakang musin ekstraseluler. Kesimpulan gambaran sitologi adalah mencurigakan untuk keganasan. Diagnosis histopatologi dari sediaan blok paraffin mengkonfirmasi suatu Mucinous Carcinoma Tipe A. Kesimpulan: Penggunaan sitologi imprint intraoperatif dapat menjadi pilihan dalam diagnostik sitologi dengan spesifisitas dan sensitivitas tinggi dalam mendiagnosis lesi jinak dan ganas. Sitologi imprint memiliki tingkat akurasi yang sama dengan FNA dengan pemeliharaan detail sel yang sangat baik, sehingga dapat digunakan sebagai alat bantu diagnosis introperatif pada lesi payudara di negara-negara berkembang.