Perpecahan sering kali sulit diatasi oleh karena seorang pemimpin yang cerdas, meski memiliki pandangan teologi yang salah, karakter yang buruk namun memiliki kemampuan sosial yang baik, bisa menyebabkan perpecahan menjadi besar. Paulus mendorong jemaat untuk hidup dalam satu kasih, satu tujuan, dan satu pikiran sebagai wujud nyata dari persekutuan yang didasarkan pada pengalaman bersama akan kasih Kristus dan kehadiran Roh Kudus. Kesatuan yang dimaksud tidak hanya bersifat struktural, tetapi juga spiritual dan relasional, yang diwujudkan melalui sikap rendah hati, saling mengutamakan, dan teladan hidup Yesus Kristus yang rela mengosongkan diri dan menjadi hamba. Ajaran Paulus ini tetap relevan dan menjadi fondasi untuk membangun komunitas iman yang kuat, harmonis, dan mencerminkan kasih Kristus. Tulisan ini bertujuan untuk menggali nilai-nilai teologis dan praktis dari Filipi 2:1-11 serta menguraikan implikasinya bagi pembentukan kesatuan gereja di tengah keberagaman umat.