Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

TERAPI ENDOVASKULAR ANEURISMA KAROTIS KAVERNOSA DENGAN PIPELINE FLEX EMBOLIZATION DEVICE PENGAMATAN 1 TAHUN Muhammad Yunus Amran,*,** Seung Pil Ban,** Ashari Bahar,* O-Ki Kwon**
NEURONA Vol. 36 No. 4 September 2019
Publisher : Neurona Majalah Kedokteran Neuro Sains

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

INTRACRANIAL ANEURYSMS ARE USUALLY DETECTED ACCIDENTALLY THROUGH NEUROIMAGING HOWEVER A LARGE INTRACRANIAL ANEURYSM 1524MM IS MORE LIKELY TO MANIFEST CLINICALLY DUE TO ITS MASS EFFECT ANEURYSMS IN THE CAVERNOUS SEGMENT OF CAROTID ARTERY GENERALLY EXHIBIT OCCULOMOTOR NERVE PALSY HEADACHE AND DIZZINESS THE SELECTION OF ENDOVASCULAR THERAPY DEPENDS ON THE TYPE AND MORPHOLOGY OF THE ANEURYSM
Korelasi Derajat Leukoaraiosis dengan Faktor-faktor Risiko Stroke dan Keparahan Stroke Berdasarkan Derajat Klinis pada Pasien Stroke Iskemik Yohanes Irsandy; Sri Asriyani; Bachtiar Murtala; Burhanuddin Bahar; Ashari Bahar; Nurlaily Idris
Majalah Sainstekes Vol 7, No 2 (2020): DESEMBER 2020
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (220.462 KB) | DOI: 10.33476/ms.v7i2.1702

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui korelasi derajat leukoaraiosis berdasarkan CT-Scan kepala dengan faktor-faktor risiko stroke dan keparahan stroke berdasarkan derajat klinis pada pasien stroke iskemik. Metode yang digunakan adalah cross sectional, dilakukan secara retrospektif pada penderita stroke iskemik yang menjalani pemeriksaan CT-Scan kepala di Bagian Radiologi RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar periode Januari 2020 sampai Juli 2020. Sampel sebanyak 46 orang dengan usia lebih dari 40 tahun yang mengalami serangan stroke pertama dengan onset kurang dari 1 bulan. Derajat leukoaraiosis dinilai dengan menggunakan skala Van Swieten dan derajat klinis dinilai dengan menggunakan National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS). Uji statistik yang digunakan adalah uji korelasi Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi bermakna yang sedang dan searah antara derajat leukoaraiosis dan kelompok umur dengan nilai p sebesar 0,004 (kurang dari 0,05) dan nilai r sebesar 0,415. Tidak ada korelasi bermakna antara derajat leukoaraiosis dengan jenis kelamin, hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia dan derajat klinis dengan nilai p masing-masing secara berurutan sebesar 0,146; 0,520; 0,779; 0,185; dan 0,537 (lebih dari 0,05). Namun tampak kecenderungan bahwa pasien dengan hipertensi tidak terkontrol memiliki derajat leukoaraiosis yang lebih berat.
NYERI KEPALA DALAM PRAKTIK KLINIK Ashari Bahar
Molucca Medica VOLUME 14, NOMOR 1, APRIL 2021
Publisher : Pattimura University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (645.628 KB) | DOI: 10.30598/molmed.2021.v14.i1.86

Abstract

Nyeri kepala merupakan salah satu keluhan paling umum yang ditemui di bidang kedokteran dan neurologi. Kunci manajemen yang efektif dari sindrom ini adalah diagnosis melalui riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan studi diagnostik bila diperlukan. Penting untuk menentukan apakah nyeri kepala adalah gejala sekunder dari proses penyakit lain atau kondisi primer. Review ini membahas diagnosis dan klasifikasi gangguan nyeri kepala dan prinsip-prinsip manajemen yang terkini. Tujuan dari manajemen nyeri kepala adalah agar pasien dan profesional perawatan kesehatan bekerja sama untuk meminimalkan rasa nyeri dan meningkatkan kualitas hidup.
LARGE VESSEL STROKE ISKEMIK PADA PASIEN COVID-19 : SEBUAH TINJAUAN SISTEMATIS Ashari Bahar; Muhammad Akbar; Muhammad Iqbal Basri; Andi Israyanti Mawardi
Molucca Medica VOLUME 14, NOMOR 2, OKTOBER 2021
Publisher : Pattimura University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (263.324 KB) | DOI: 10.30598/molmed.2021.v14.i2.165

Abstract

Pendahuluan. Coronavirus 2019 (COVID-19) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Komplikasi neurologis, khususnya stroke iskemik terkait dengan COVID-19, semakin banyak dilaporkan. Patofisiolognya masih belum jelas, tetapi penyakit COVID-19 yang berat dapat meningkatkan risiko Large vessel stroke, sehingga penting untuk memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang hubungan tersebut. Metode. Menggunakan dua alat pencarian yaitu Pubmed dan Google Scholar. Penelitian-penelitian yang dikumpulkan adalah yang diterbitkan pada periode Januari - Agustus 2020. Kata kunci yang digunakan adalah COVID-19 atau Coronavirus atau Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 atau SARS-CoV-2 dan ischemik stroke atau cerebral ischemia atau cerebral infarction atau ischaemic stroke dan vessel occlusion yang melaporkan kejadian large vessel stroke iskemik yang ditinjau secara sistematis menggunakan PRISMA. Hasil. Tinjauan sistematis kami mencakup data 16 artikel:, delapan laporan kasus, lima seri kasus dan tiga studi retrospektif. Umumnya pasien stroke iskemik dengan COVID-19 menunjukkan gambaran neuroimaging suatu large vessel occlusion pada pembuluh darah arteri serebri media dan arteri karotis interna, selain itu juga pada arteri serebri anterior, arteri serebri posterior, arteri serebelaris posterior inferior dan arteri basilaris. Umumnya juga terjadi pada usia dibawah 50 tahun. Faktor komorbid dilaporkan berupa hipertensi, diabetes melitus, hiperlipidemia, atrial fibrilasi, infark miokard, derajat severitas COVID-19 sedang-berat, faktor koagulasi (D-dimer) dan C-Reaktive protein (CRP) meningkat dan mempengaruhi outcome. Kesimpulan. Pengamatan kami menunjukkan bahwa large vessel occlusion dengan infeksi Covid-19 memiliki karakteristik yang berbeda sehingga berimplikasi terhadap diagnosis dan terapi. Kata kunci : Covid-19, Large vessel occlusion, SARS-Co-2, Severity COVID-19, stroke iskemik.
HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN OBAT ATORVASTATIN TERHADAP PERBAIKAN KLINIS PASIEN STROKE ISKEMIK DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO Riska Purnamasari; Marianti A. Manggau; Muhammad Yunus Amran
Majalah Farmasi dan Farmakologi Vol. 22 No. 1 (2018): MFF
Publisher : Faculty of Pharmacy, Hasanuddin University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1126.09 KB) | DOI: 10.20956/mff.v22i1.5689

Abstract

Indonesia menduduki terbanyak di Asia yang menderita stroke. Statin dengan efek pleiotropiknya dapat menjadi neuroprotektan sehingga dapat memperbaiki kondisi klinis dan mencegah terjadinya stroke berulang, Di rumah sakit ataupun di klinik ada pasien yang mendapatkan terapi atorvastatin dan ada pula yang tidak. Penelitian ini bertujuan menganalisis efektivitas atorvastatin terhadap pasien stroke iskemik dengan menganaisis nilai kolestrol total, HDL, LDL, dan atorvastatin terhadap perbaikan klinis pasien dengan pengukuran nilai gcs dan mRS.Desain penelitian yang digunakan adalah observasional non eksperimen deskriptif-analitik. Pengambilan sampel dengan teknik non-probability sampling dengan cara purposive sampling.Jumlah sampel 30, terdiri dari kelompok atorvastatin (15 pasien) dan kelompok tanpa Atorvastatin (15 pasien). Kolestrol total, HDL, dan LDL, dan mRS diperiksa sebelum dan setelah terapi. Data kolestrol dianalisis secara deskriptif, dan nilai mRS dianalisis dengan menggunakan Uji paried t Test. Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan nilai kolestrol total (25 %) dengan nilai rata-rata 194.80  dan setelah terapi 151.40, sedangkan untuk nilai HDL tidak terjadi peningkatan,  sebelum terapi (31.00 setelah terapi menjadi 27.00 , dan untuk LDL tidak terjadi penurunan yang signifikan, sebelum terapi 113.80 mg/dl dan setelah terapi menjadi 93.20, sedangkan untuk perbaikan nilai mRS, memberikan hasil mRS yang meningkat secara  signifikan dari kelompok atorvastatin (p=0.001) dibandingkan pasien yang tidak diterapi dengan atorvastatin (p=0.610). Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan dari pemberian Atorvastatin terhadap perbaikan klinis pasien yang diukur dengan mRS (modified rankin scale)
TERAPI ENDOVASKULAR ANEURISMA KAROTIS KAVERNOSA DENGAN PIPELINE FLEX EMBOLIZATION DEVICE: PENGAMATAN 1 TAHUN Muhammad Yunus Amran; Seung Pil Ban; Ashari Bahar; O-Ki Kwon
NEURONA Vol 36 No 4 (2019)
Publisher : PERDOSNI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52386/neurona.v36i4.85

Abstract

    ENDOVASCULAR TREATMENT CAVERNOUS CAROTID ANEURYSM WITH PIPELINE FLEX EMBOLIZATION DEVICE: 1-YEAR FOLLOW UPABSTRACTAsymptomatic intracranial aneurysms are usually detected accidentally through neuroimaging. However, a large intracranial aneurysm (15-24mm) is more likely to manifest clinically due to its mass effect. Aneurysms in the cavernous segment of carotid artery generally exhibit occulomotor nerve palsy, headache and dizziness. The selection of endovascular therapy depends on the type and morphology of the aneurysm. Currently, the treatment options were stent-assisted coil and pipeline embolization device (PED). We reported two cases of large symptomatic unruptured cavernous carotid aneurysm (CCA), treated with the flow diverter technique using a pipeline flex embolization device (PED flex) the second generation of PED. The first case was a 59-year-old woman with complaint of diplopia and headache. Computed Tomography (CT) angiography and 3 dimensional (D) brain imaging revealed bilateral aneurysms, one was in the right cavernous carotid (16.1x16.6mm) and the other was in the left cavernous carotid (9.2x6.5mm). In second case a 67-year-old woman with complaint of headache. Magnetic resonance angiography (MRA) revealed a 15mm aneurysm in the right cavernous carotid. Both aneurysms were treated using PED flex (4.75mm diameter/25mm length and 4mm diameter/25mm length, respectively), except the left cavernous carotid aneurysm in the first case. Six month and one year follow up angiograms were obtained, and showed complete occlusion of aneurysms. Flow diverter technique using PED flex is a feasible and effective treatment for large symptomatic unruptured carotid cavernous aneurysms.Keywords: Embolization, flow-diverter, large cavernous carotid aneurysms, pipeline flex embolization device (PED flex)ABSTRAKAneurisma intrakranial asimptomatik biasanya terdeteksi secara tidak sengaja melalui pemeriksaan pencitraan neuroradiologis. Akan tetapi aneurisma intrakranial yang besar (15-24mm) cenderung memberikan gejala klinis akibat efek massa yang ditimbulkan. Apabila aneurisma terletak di arteri karotis segmen kavernosa, penderita dapat mengalami paresis nervus okulomotor dan juga terkadang memberikan gejala nyeri kepala serta rasa pusing. Pemilihan terapi endovaskuler bergantung pada tipe dan morfologi dari aneurisma. Saat ini, pemilihan terapi endovaskuler dapat berupa stent-assisted coiling dan alat embolisasi pipeline. Kami melaporkan dua kasus aneurisma karotis kavernosa (AKK) tidak pecah berukuran besar simptomatik dengan teknik flow-diverter menggunakan pipeline flex embolization device (PED flex) yang merupakan generasi kedua dari alat embolisasi pipeline. Pada kasus pertama wanita 59 tahun dengan keluhan diplopia dan nyeri kepala, pemeriksaan Computed Tomography (CT) angiografi dan 3 dimensi (D) otak ditemukan aneurisma pada karotis kavernosa bilateral, yang masing-masing berukuran (16,1x16,6mm) pada sisi kanan dan (9,2x6,5mm) pada sisi kiri. Pada kasus kedua, wanita 67 tahun dengan keluhan nyeri kepala. Pemeriksaan MRA otak ditemukan aneurisma berukuran 15mm pada karotis kavernosa sebelah kanan. Masing-masing aneurisma diterapi dengan PED flex (4,75mm diameter/25mm panjang dan 4mm diameter/25mm panjang), kecuali aneurisma pada karotis kavernosa sebelah kiri pada kasus pertama. Follow-up pada enam bulan dan satu tahun kemudian, dengan pemeriksaan angiografi, menunjukkan oklusi komplet pada masing- masing aneurisma. Terapi endovaskular dengan teknik flow-diverter menggunakan PED flex merupakan modalitas terapi yang efektif dan dapat dilaksanakan untuk aneurisma karotis kavernosa berukuran besar bergejala.Kata kunci: Aneurisma karotis kavernosa besar, embolisasi, flow-diverter, pipeline flex embolization device (PED flex) 
HUBUNGAN KADAR NITRIC OXIDE (NO) DENGAN TINGKAT SEVERITAS DAN LUARAN KLINIS STROKE ISKEMIK AKUT YANG DIUKUR DENGAN NIHSS DAN mRS Akbar, Muhammad; Wiyasih Widhoretno Eka Puspita; Andi Kurnia Bintang; Gita Vita Soraya; Mimi Lotisna; Ashari Bahar
Medika Alkhairaat : Jurnal Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Vol 6 No 1 (2024): April
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31970/ma.v6i1.162

Abstract

Menurut WHO pada tahun 2021, stroke merupakan masalah kesehatan global yang signifikan dan menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan. Perkiraan beban stroke Global Burden of Disease (GBD) tahun 2019 terbaru menunjukkan bahwa stroke masih menjadi penyebab kematian kedua dan penyebab kecacatan terbesar ketiga (seperti yang dinyatakan dalam Disability-Adjusted Life-Years-DALYs) di dunia. Terdapat berbagai faktor yang berkontribusi pada kejadian seluler yang menyebabkan kematian neuron iskemik, salah satu faktor fundamentalnya adalah Nitric oxide (NO) yang menginduksi eksitoksitas. Nitric oxide (NO), gas umum di alam, yang sering dianggap sebagai gas beracun, karena hubungannya yang erat dengan proses patologis banyak penyakit, terutama dalam pengaturan aliran darah dan peradangan sel. Namun, beberapa tahun terakhir telah terjadi peningkatan minat bahwa NO memainkan peran signifikan dan positif dalam stroke sebagai molekul sinyal gas esensial. Studi ini bertujuan untuk membuktikan korelasi antara kadar Nitric Oxide (NO) serum dengan severitas dan luaran klinis pada pasien stroke iskemik akut. Penelitian ini merupakan studi cross sectional yang dilakukan pada bulan November 2023-Januari 2024 terhadap 75 pasien stroke iskemik akut di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar dan rumah sakit jejaring lainnya. Kadar Nitric Oxide (NO) serum diperiksa menggunakan prinsip ELISA. Severitas stroke dinilai dengan National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) pada saat admisi onset hari ke-1 hingga ke-7 dan luaran klinis dinilai dengan modified Rankin Scale (mRS) pada onset hari ke-30. Uji Mann Whitney menunjukkan tidak ada perbedaan kadar Nitric Oxide (NO) serum pada kelompok severitas (ringan dan sedang) dan kelompok luaran klinis (baik dan buruk). Uji korelasi Spearman didapatkan korelasi kadar Nitric Oxide (NO) serum dengan severitas (p=0.434, r= -0.092) dan luaran klinis (p= 0.038, r= -0.240). Tidak terdapat hubungan antara kadar Nitric Oxide (NO) serum dengan severitas, namun terdapat hubungan yang signifikan dengan korelasi negatif antara Nitric Oxide (NO) serum dengan luaran klinis pasien stroke iskemik akut. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan kadar Nitric Oxide (NO) serum dengan severitas dan luaran klinis pada pasien stroke iskemik akut pada berbagai senter di Indonesia.
Laporan Kasus: Hubungan Hipertensi, Diabetes Melitus dan Pneumonia dalam Outcome Pasien Stroke Iskemik Ramadanti, Tasya Fitri; Mochammad Erwin Rachman; Muhammad Yunus Amran
Fakumi Medical Journal: Jurnal Mahasiswa Kedokteran Vol. 5 No. 2 (2025): Juni
Publisher : Universitas Muslim Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33096/fmj.v5i2.546

Abstract

Stroke iskemik merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan, terutama pada populasi usia lanjut. Faktor risiko seperti hipertensi, diabetes mellitus, dan komplikasi pneumonia dapat memperburuk prognosis stroke serta meningkatkan angka kematian. Laporan Kasus: Seorang wanita berusia 67 tahun datang dengan penurunan kesadaran mendadak, disertai riwayat hipertensi tidak terkontrol dan diabetes mellitus. Hasil CT-scan menunjukkan infark luas di hemisfer kiri otak. Pemeriksaan penunjang menunjukkan hiperglikemia berat (662 mg/dL), leukositosis, dan foto toraks yang mengindikasikan pneumonia sinistra serta kardiomegali. Diagnosis mencakup stroke iskemik, pneumonia, hipertensi tidak terkontrol, dan diabetes mellitus kritis. Penatalaksanaan: Terapi yang diberikan meliputi manajemen tekanan darah dengan antihipertensi, kontrol glukosa darah intensif, terapi antibiotik untuk pneumonia, serta pemberian neuroprotektor seperti citicolin. Pasien juga menerima terapi antiplatelet dan vitamin neurotropik untuk mendukung pemulihan neurologis. Simpulan: Kombinasi stroke iskemik dengan hipertensi tidak terkontrol, diabetes mellitus, dan pneumonia menunjukkan interaksi patofisiologi yang memperburuk kondisi klinis pasien. Penatalaksanaan yang komprehensif dan multidisipliner sangat diperlukan untuk menurunkan komplikasi, memperbaiki prognosis, serta meningkatkan kualitas hidup pasien stroke dengan komorbiditas kompleks.