Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Simbol Tri Murti dalam Payas Agung Pengantin Bali Dewi, Ida Ayu Gede Prayitna
Sanjiwani: Jurnal Filsafat Vol 9, No 1 (2018)
Publisher : IHDN Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25078/sjf.v9i1.1611

Abstract

Balinese fashion and dress is one part of Balinese culture with elements of art that have existed in antiquity. The kings of Bali of his day have introduced a distinctive dress culture in their respective regions of power. Some types of Balinese have similarities and differences in forms such as Payas Agung Karangasem, Buleleng, Tabanan, and Badung. Payas Agung The Bali Bridal used to be a dress for the King and queen, but over time now Payas Agung Bridal Bali is used for the wedding of Balinese people in general. The emergence of new make-up artists has made a positive impact in the development of Makeup in Bali, but a study that can be used as a guideline for the tradition of makeup and the value of philosophy is not lost and well preserved. This research is a qualitative type with the theory of symbols, aesthetic theory and religious theory. The research  techniques  are conducted by observation and interviews, document studies. The results obtained are Cempaka flowers and kenanga is a symbol of Tri Murti in Payas Agung Bridal Bali is placed on the head decoration, where this section is the most purified as the embodiment of offerings to Ida Sang Hyang widhi Wasa. The value contained and the influence of this symbol on the bride is as a form of beauty and Taksu.
KECAK RAMAYANA DAN BALLET RAMAYANA WAKIL UNHI DI PENTAS INTERNATIONAL “KUMBH MELLA” TRIVANI, ALLAHABAD, ULTRA PARADESH INDIA UTARA Ida Ayu Gde Yadnyawati; I Nyoman Winyana; I Wayan Sukadana; I Made Sugiarta; I Wayan Sudiarsa; I Made Sudarsana; Pande Gde Eka Mardiana; Ida Bagus Putu Darmayasa; I Ketut Gede Rudita; I Luh Putu Wiwin Astari; Ida Ayu Prayitna Dewi; I Gusti Ayu Suasthi; Cokorda Putra
JURNAL SEWAKA BHAKTI Vol 3 No 2 (2019): Sewaka Bhakti
Publisher : UNHI Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1646.429 KB) | DOI: 10.32795/jsb.v3i1.520

Abstract

Pengaruh dan penyebaran Ramayana sebagai sebuah konsep cerita yang bersumber dari sastra Ramayana tidak dipungkiri telah menyebar di Indonesia semenjak Hindu dikenalkan. Ada berbagai sumber yang dapat dijadikan bukti hidupnya cerita Ramayana di dalam kehidupan masyarakat Hindu khususnya. Di Bali sendiri cerita ramayana tidak saja menjadi pergulatan pengamat budaya khususnya sastra-sastra yang seringkali secara eksis digemakan lewat bentuk seni budaya. Kecak merupakan salah satu bentuk karya seni pertunjukan klasik yang mengambil inspirasi dari cerita Ramayana. Sangat beralasan ketertarikan karena menggugah pandangan masyarakat tentang nilai-nilai yang terkandung di dalamnya menjadikan bentuk bentuk garapan semakin menarik. Kecak yang seringkali diasosiasikan dengan kera tampaknya memberikan sentuhan harmoni musikal yang sangat tepat dengan latar budaya Ramayana. Ketokohan yang mengagumkan diperlihatkan oleh Hanoman atau kera berbulu putih yang senantiasa hadir demi menjaga dharma atau kebenaran dianggap menjadi inspirasi di dalam kehidupan masyarakat Hindu di Bali Inspirasi tersebut tampaknya menjadi alasan kuat bagi seorang peneliti India untuk memperlihatkan kepada dunia tentang pengaruh wiracerita yang dianggap berhasil menginspirasi masyarakat dunia.
AKTUALISASI TRADISI MEBUUG-BUUGAN SEBAGAI BENTENG BUDAYA DI DESA ADAT KEDONGANAN, KECAMATAN KUTA, KABUPATEN BADUNG I Made Sudarsana; Ida Ayu Gede Prayitna Dewi
WIDYANATYA Vol 1 No 2 (2019): WIDYANATYA
Publisher : UNHI PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32795/widyanatya.v1i2.493

Abstract

The existence of traditional arts, has now become an image of regional culture and is able to have a dynamic impact on the community. The tradition that develops, and is grounded in an area certainly through a long journey process so that it becomes a system of habits that is carried out continuously. The formation of a similar perspective and associated with local mythology, is the initial foundation for an initiator and local genius to formulate his perspective in the traditional space. This shows that the role of tradition today, can be used as a barometer of wealth that has high investment in an area. The phenomenon of the emergence of tradition that has been marginalized for its existence, nowadays it is as if it will become a gem of high value and the emergence of the reconstruction of lost traditions. Particularly in the Adong Village of Kedonganan, Kuta District of Badung Regency, the Mebuug - buugan tradition has been reconstructed since 2014 ago. This tradition, which is left behind almost 60 years, is a game tradition using mud / buug in mangroves. The continuity of this tradition is able to elevate the local wisdom contained in it, especially in the Traditional Village of Kedonganan. Many philosophical contents and social values ​​can be implemented through this Mebuug buugan traditional media. The application of the Tri Hita Karana concept in the Mebuug Buugan tradition is very relevant to the efforts of the community to maintain a harmonious relationship or social interaction of the people and the ecology of the natural environment of the Mangrove.
KONSEP TRI ANGGA DALAM BELAJAR TEKNIK TARI BALI Ida Ayu Gede Prayitna Dewi; I Kadek Satria
WIDYANATYA Vol 2 No 01 (2020): WIDYANATYA
Publisher : UNHI PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32795/widyanatya.v2i01.625

Abstract

Salah satu konsep keagamaan Hindu yang relevan dengan Teknik Tari Bali adalah konsep Tri Angga, dimana konsep ini merupakan konsep yang ada dalam pembagian tubuh manusia dengan istilah utama angga, madya angga, dan nista angga. Ketika konsep ini masuk di dalam Teknik Tari Bali, maka dapat dipahami bahwa konsep ini mampu memberikan pemahaman yang lebih terhadap pembagian tubuh saat mempelajari perbendaharaan gerak yang ada dalam teknik tari Bali. Pembagian tubuh ini mampu memudahkan pembelajaran dengan mengklasifikasikan gerak-gerak sesuai dengan pembagian tubuh (angga) penari. Utamaning angga merupakan bagian utama dalam tubuh yang dalam estetika Hindu dikaitkan dengan bagian yang paling disucikan adalah bagian kepala. Madyaning Angga merupakan bagian kedua dalam pembagian tubuh di antaranya bagian torso atau badan, dari bahu hingga pinggul. Dalam bagian ini terdapat banyak perbendaharaan gerak yang ada, beberapa contohnya adalah gerakan ngejat pala, ngeseh, ngelo, nyeleog, dan lainnya. Nistaning angga adalah bagian terakhir dari pembagian ini yang terdapat pada bagian bawah pinggul dan kaki.
PEMENTASAN ARJA VIRTUAL DI TENGAH PANDEMI OLEH KKB RRI DENPASAR Ida Ayu Gede Prayitna Dewi; Anak Agung Dwi Dirgantini; Komang Agus Triadi Kiswara
VIDYA WERTTA : Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia Vol 4 No 2 (2021): Vidya Wertta: Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia
Publisher : FAKULTAS ILMU AGAMA DAN KEBUDAYAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Di tengah pandemi covid, para seniman di Bali semakin mengintensifkan penggunaan media virtual dalam pementasan. Salah satunya adalah Drama tari arja yang merupakan bentuk kesenian tradisional. Sebagai bentuk kesenian tradisional yang telah memiliki pakem yang kuat, mulai mengalami distorsi dalam pementasanya terlebih ketika disajikan dalam media virtual perubahan tersebut cenderung menghilangkan esensi-esensi yang terkandung dalam drama tari arja. Ditengah goncangan perubahan tersebut sekeha Arja yang tergabung dalam kekuarga kesenian Bali (KKB) RRI Denpasar masih eksis dalam pementasan yag mempertahankan drama tari arja tersebut. Demikian pula halnya ketika disajikan dalam media virtual, sehingga dipandang penting untuk mengkaji tentang kebertahanan sekeha tersebut dalam melestarikan seni drama tari Arja. Pengkajian ini penting dilakukan sebagai sebuah acuan dalam konsep pelestarian kesenian budaya.
SIMBOL TRI MURTI DALAM PAYAS AGUNG PENGANTIN BALI Ida Ayu Gede Prayitna Dewi
Sanjiwani: Jurnal Filsafat Vol 9 No 1 (2018)
Publisher : Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (971.161 KB)

Abstract

Balinese fashion and dress is one part of Balinese culture with elements of art that have existed in antiquity. The kings of Bali of his day have introduced a distinctive dress culture in their respective regions of power. Some types of Balinese have similarities and differences in forms such as Payas Agung Karangasem, Buleleng, Tabanan, and Badung. Payas Agung The Bali Bridal used to be a dress for the King and queen, but over time now Payas Agung Bridal Bali is used for the wedding of Balinese people in general. The emergence of new make-up artists has made a positive impact in the development of Makeup in Bali, but a study that can be used as a guideline for the tradition of makeup and the value of philosophy is not lost and well preserved. This research is a qualitative type with the theory of symbols, aesthetic theory and religious theory. The research techniques are conducted by observation and interviews, document studies. The results obtained are Cempaka flowers and kenanga is a symbol of Tri Murti in Payas Agung Bridal Bali is placed on the head decoration, where this section is the most purified as the embodiment of offerings to Ida Sang Hyang widhi Wasa. The value contained and the influence of this symbol on the bride is as a form of beauty and Taksu.
STRATEGI GURU PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI DALAM MEMBENTUK SIKAP SOSIAL SISWA DI MASA PANDEMI COVID-19 PADA SISWA KELAS VI SD NEGERI 2 BUKIAN, DESA BUKIAN, KECAMATAN PAYANGAN, KABUPATEN GIANYAR A A Dwi Dirgantini; Ida Ayu Gede Prayitna Dewi; Ni Putu Sri Wahyuni
WIDYANATYA Vol 5 No 1 (2023): WIDYANATYA: JURNAL PENDIDIKAN AGAMA DAN SENI
Publisher : UNHI PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Di sekolah, guru memiliki peran penting dalam membentuk sikap sosial siswa. Selama proses pembelajaran di masa pandemi Covid-19 ditemukan permasalahan pada sikap sosial siswa, untuk mengatasinya guru harus memiliki strategi yang tepat. Seperti halnya guru pendidikan agama Hindu dan Budi Pekerti di SD Negeri 2 Bukian. Data diperoleh melalui observasi, wawancara, dan studi dokumen. Data yang terkumpul kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk deskriptif kualitatif. Hasil penelitian yang diperoleh, adalah sebagai berikut pertama Pandangan guru terhadap pentingnya membentuk sikap sosial siswa di masa pandemi Covid-19 pada siswa kelas VI SD Negeri 2 Bukian yaitu Peningkatan Mutu Pendidikan dan Mewujudkan Tujuan Pelaksanaan Kurikulum 2013, kedua Strategi guru pendidikan agama Hindu dan Budi Pekerti dalam membentuk sikap sosial siswa di masa pandemi Covid-19 pada siswa kelas VI SD Negeri 2 Bukian yaitu Strategi Pembelajaran Tatap Muka Terbatas, Strategi Pembelajaran Afektif, dan Strategi Penugasan, serta ketiga Kendala yang dihadapi dan solusi yang dilakukan oleh guru pendidikan agama Hindu dan Budi Pekerti dalam membentuk sikap sosial siswa di masa pandemi Covid-19 pada siswa kelas VI SD Negeri 2 Bukian, kendala yang dihadapi yaitu Waktu belajar siswa di sekolah terbatas, Kondisi lingkungan keluarga, dan Faktor siswa. Sedangkan solusi yang dilakukan yaitu Memberikan motivasi kepada siswa, Memberikan teguran kepada siswa yang tidak mematuhi aturan sekolah, Mengajarkan ajaran Panca Satya, dan Menjalin kerja sama yang baik dengan orang tua siswa Kata Kunci : Strategi Guru, Sikap Sosial, Pendidikan Agama Hindu, Covid-19 ABSTRACT In schools, teachers have an important role in shaping students' social attitudes. During the learning process during the Covid-19 pandemic, problems were found in students' social attitudes, to overcome them the teacher must have the right strategy. Like the Hindu religious education teacher and Budi Pekerti at SD Negeri 2 Bukian. Data were obtained through observation, interviews, and document studies. The collected data is then processed and presented in a qualitative descriptive form. The results of the research obtained are as follows: First, the teacher's view on the importance of forming students' social attitudes during the Covid-19 pandemic in class VI SD Negeri 2 Bukian, namely Improving the Quality of Education and Realizing the Implementation Goals of the 2013 Curriculum, secondly, strategies for Hindu and Buddhist religious education teachers Character in shaping students' social attitudes during the Covid-19 pandemic in grade VI SD Negeri 2 Bukian, namely Limited Face-to-face Learning Strategies, Affective Learning Strategies, and Assignment Strategies, as well as the three obstacles faced and solutions made by Hindu religious education teachers and Budi Pekerti in forming social attitudes of students during the Covid-19 pandemic in grade VI SD Negeri 2 Bukian, the obstacles faced were limited student learning time at school, family environmental conditions, and student factors. While the solutions that are carried out are providing motivation to students, giving warnings to students who do not comply with school rules, teaching the teachings of the Panca Satya, and establishing good cooperation with students' parents. Keywords: Teacher Strategy, Social Attitude, Hindu Religious Education, Covid-19
MEMBANGKITKAN EKSISTENSI IGEL AKSARA SEBAGAI PENDEKATAN INOVATIF DALAM PENDIDIKAN SENI TARI DAN AKSARA BALI DI BANJAR TENGAH KANGIN DESA PELIATAN KECAMATAN UBUD IDA AYU GEDE PRAYITNA DEWI; A.A.DWI DIRGANTINI; NI PUTU ANDI SWARI DEWI
WIDYANATYA Vol 6 No 1 (2024): Widyanatya: Jurnal Pendidikan Agama dan Seni
Publisher : UNHI PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Terciptanya karya tari ini yaitu untuk memeriahkan Bulan Bahasa Bali di Desa Peliatan pada 9 Februari 2020. Pada saat itu masyarakat dengan antusias menerima hadirnya karya seni Tari Igel Aksara tersebut dan tarian ini memberikan dampak positif bagi masyarakat peliatan kususnya pada generasi milenial karena adanya sebuah pendekatan yang inovatif, dimana mempelajari aksara Bali bisa melalui lantunan lagu disertai dengan gerak tari yang bernuansa peliatan atau sering kita sebut style peliatan yang dikemas dalam sebuah tari kreasi dengan gerakan yang sederhana. Banyak hal positif yang didapatkan dari seni Tari Igel Aksara ini yaitu khususnya di Desa Peliatan yang sudah terkenal akan keunikan seninya khususnya seni tari yang memiliki pakem atau gaya sebagai ciri khas Desa Peliatan tergaja, pelestarian seni budaya Bali, dan sebagai sebuah metode pembelajaran baru dimana salah satu banjar di Desa Peliatan yaitu Banjar Tengah Kangin yang aktif dalam kesenian wali maupun bali-balihan yang diikut sertakan mulai dari anak- anak hingga orang dewasa, yang mana tari Igel Aksara ini bisa diterapkan sebagai sebuah daya tarik dalam suatu pendidikan seni tari dan Aksara Bali. Seperti yang kita ketahui seni tari juga berfungsi sebagai media pendidikan di Indonesia yang telah berkembang demikian pesat, bahkan telah menjadi salah satu materi pembelajaran di sekolah-sekolah, mulai dari PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) hingga SMA (Sekolah Mengengah Keatas). Pendidikan merupakan dasar pengetahuan dan keterampilan yang memberikan kontribusi positif pada individu maupun masyarakat secara keseluruhan. Orang yang berpendidikan cenderung mempunyai wawasan yang lebih luas sehingga mampu membentuk nilai-nilai moral dan etika. Dalam pendekatan melalui Tari Igel Aksara selain bisa dijadikan sebuah metode pembelajaran baru dalam bidang seni tari dan Aksara Bali bisa juga sebagai wadah dalam pembentukan sebuah karakter karena dalam melakukan proses pembelajaran tari igel aksara ini melibatkan kekompakan,toleransi dan kesabaran karena kemapuan daya tangkap berbeda-beda dalam hal mengingat atau menangkap gerakan. Selain itu lagu yang melantunkan Aksara Bali dalam tarian Igel Aksara dapat membantu proses pendidikan oleh orang tua kepada anak-anak karena dapat melatih motorik kasar dan motorik halus pada anak usia dini
Aktualisasi Catur Wi Berlandaskan Nilai Agama Hindu Pada Joged Bungbung di Kabupaten Gianyar Prayitna Dewi, Ida Ayu Gede; Dedi Diana, Komang; Wiwin Astari, Luh Putu
Jurnal Penelitian Agama Hindu Vol 9 No 2 (2025)
Publisher : Jayapangus Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37329/jpah.v9i2.4047

Abstract

Globalization seems to have had a significant influence on Joged Bungbung, where art that initially displayed an aesthetic side is now turning towards an erotic side. Like Balinese dances in general, every dance generally has a standard called catur wi or four dance element guidelines, namely wirama, wiraga, wirupa and wirasa. This wi chess certainly contains Hindu religious values. Based on Hindu religious values, the art of Joged Bungbung should remain in the aesthetic corridor. The basic problem is that there has been no in-depth study regarding the elements of catur wi which contain Hindu religious values ​​in the Joged Bungbung dance. The aim of this research is to become a reference in the development of the Joged Bungbung dance which is in accordance with Hindu religious values. Using a qualitative research methodology approach, researchers collected data, reduced data and presented data in descriptive form. Data collection was carried out using interviews, observations and document studies regarding the urgency and implementation of chess wi which is based on Hindu religious values ​​in Gianyar district. The results of this research show the urgency of actualizing chess wi based on Hindu religious values, namely, the existence of ethics and aesthetics in the art of Joged Bungbung, secondly the role of Joged Bungbung art in social life, thirdly, joged art is a dancer's self-representation. The form of actualization of chess wi which is based on Hindu religious values ​​contains religious values ​​in the components of wiraga, wirama, wirasa and wirupa. The conclusion is that Gianyar still exists and maintains the art of jogging by adhering to the tenets of chess wi which are based on Hindu religious values.
AKTUALISASI TRADISI MEBUUG-BUUGAN SEBAGAI BENTENG BUDAYA DI DESA ADAT KEDONGANAN, KECAMATAN KUTA, KABUPATEN BADUNG Sudarsana, I Made; Prayitna Dewi, Ida Ayu Gede; Artawan, I Nengah
WIDYANATYA Vol. 1 No. 2 (2019): WIDYANATYA
Publisher : UNHI PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32795/w98ehs53

Abstract

The existence of traditional arts, has now become an image of regional culture and is able to have a dynamic impact on the community. The tradition that develops, and is grounded in an area certainly through a long journey process so that it becomes a system of habits that is carried out continuously. The formation of a similar perspective and associated with local mythology, is the initial foundation for an initiator and local genius to formulate his perspective in the traditional space. This shows that the role of tradition today, can be used as a barometer of wealth that has high investment in an area. The phenomenon of the emergence of tradition that has been marginalized for its existence, nowadays it is as if it will become a gem of high value and the emergence of the reconstruction of lost traditions. Particularly in the Adong Village of Kedonganan, Kuta District of Badung Regency, the Mebuug - buugan tradition has been reconstructed since 2014 ago. This tradition, which is left behind almost 60 years, is a game tradition using mud / buug in mangroves. The continuity of this tradition is able to elevate the local wisdom contained in it, especially in the Traditional Village of Kedonganan. Many philosophical contents and social values ​​can be implemented through this Mebuug buugan traditional media. The application of the Tri Hita Karana concept in the Mebuug Buugan tradition is very relevant to the efforts of the community to maintain a harmonious relationship or social interaction of the people and the ecology of the natural environment of the Mangrove.