Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

CRIMINAL LIABILITY AGAINST PERPETRATORS OF FRAUDULENT CRIMINAL ACT BY HYNOSIS Rusdi, Puspitasari; Muhadar, Muhadar; Haeranah, Haeranah
Tadulako Law Review Vol 5, No 1 (2020)
Publisher : Tadulako University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Crimes by hypnosis are very common among the people. Hypnosis is a type of crime. This crime is also difficult to uncover because it has minimal evidence. This hypnotic crime needs to be included in the law as a criminal offense, because this crime is directly felt by the public. the method used is normative law by using several approaches namely the statute approach, the case approach, the comparative approach and the conceptual approach. A person who commits a criminal offense and has an error, then the person will be convicted. A criminal offense that can be accounted for is included in the element of intent or negligence / negligence. The act can be accounted for if the maker requires the condition, that the person who committed the criminal act had an error. then the defendant must use the theory of purpose of punishment which is appropriate for the perpetrators of criminal fraud by hypnosis. Crimes with hypnotic acts can be subject to fraud offenses. This is because the hypnotic act is intended to take advantage of the victim, using actions that move others to do something. Fraud crime is regulated in Article 378 of the Criminal Code, in an act of hypnosis the aim is to move others to give up something, to benefit themselves. Moving it is done by deception or a series of lies, which makes the victim do something. So the element of purpose and element of the way in this case meets to be categorized as fraud offense, so that hypnosis can be snared with the article fraud
Penyuluhan Bantuan Hukum Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Sari, Erlika; Rusdi, Puspitasari; Tahir, Heri; Satrul, Hairul Saleh; Riskawati, Riskawati
Jurnal Kemitraan Responsif untuk Aksi Inovatif dan Pengabdian Masyarakat Volume 3 Issue No. 1: July 2025
Publisher : Lontara Digitech Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61220/

Abstract

Pemenuhan hak atas bantuan hukum merupakan hak konstitusional setiap warga negara, termasuk Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP). Namun, dalam realitanya, WBP di Rutan sering kali menghadapi ketimpangan akses terhadap keadilan (access to justice) akibat rendahnya pemahaman mengenai hak dan prosedur memperoleh bantuan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011. Kegiatan pengabdian masyarakat ini dirancang sebagai intervensi strategis untuk mengatasi kesenjangan informasi tersebut di Rutan Klas I Makassar. Kegiatan ini bertujuan untuk: (1) Meningkatkan pemahaman dan kesadaran hukum (legal awareness) WBP mengenai substansi UU No. 16 Tahun 2011; (2) Memberikan panduan praktis tentang tata cara mengajukan permohonan bantuan hukum OBH serta (3) Mendorong pemenuhan hak konstitusional WBP dalam memperoleh akses terhadap keadilan. Kegiatan dilaksanakan dalam bentuk penyuluhan hukum partisipatoris dengan metode ceramah interaktif, diskusi, dan tanya jawab. Sebanyak 50 orang WBP dipilih sebagai partisipan menggunakan teknik purposive random sampling. Efektivitas intervensi diukur menggunakan desain kuasi-eksperimental one-group pretest-posttest, dengan instrument evaluasi berupa kuesioner pengetahuan yang terdiri dari 10 pertanyaan pilihan ganda. Data dianalisis secara statistik deskriptif dan diuji dengan Paired Samples T-Test. Analisis data menunjukkan peningkatan pemahaman peserta yang signifikan secara statistik. Nilai rata-rata pre-test adalah 45,6 (kategori rendah), sedangkan nilai rata-rata post-test meningkat drastis menjadi 78,4 (kategori tinggi), dengan selisih peningkatan sebesar 32,8 poin. Hasil uji-t berpasangan menolak hipotesis nol (t-hitungan = 15,84 > t-tabel = 2,01; p-value = 0,000 < 0,05). Secara kualitatif, peserta menunjukkan antusiasme tinggi yang tercermin dari banyaknya pertanyaan kritis dan mendalam selama sesi diskusi mengenai prosedur dan hak mereka. Penyuluhan hukum terbukti efektif sebagai katalisator dalam meningkatkan pemahaman hukum dan memberdayakan WBP. Untuk keberlanjutan, disarankan agar pihak Rutan menginstitusionalisasi program penyuluhan hukum secara rutin, OBH melakukan outreach yang lebih proaktif, dan pemerintah mengalokasikan anggaran yang memadai untuk memastikan akses keadilan bagi WBP dapat terwujud secara nyata dan berkelanjutan.