Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

PELATIHAN BAGI PENGRAJIN KONVEKSI PASAR MINGGU MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROSES KREATIF DESAIN ARSITEKTURAL Husin, Denny; Choandi, Mieke; Sanjaya, Rio
Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia Vol 1, No 1 (2018): Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1221.537 KB) | DOI: 10.24912/jbmi.v1i1.1893

Abstract

Pasar Minggu artisans group need to provide additional knowledge and improve their design and application skills, in relation to the need of artisans communities for additional training and income in the future. This need has become an urgent need due to development of technology and increasing competition in the city of Jakarta. Realizing this, the group welcomed the community service as a continuation of the Lawang Gallery 'Understanding body workshop, Department of Architecture Tarumanagara University in 2014 which examines the relationship between Architecture and Fashion, stating the importance of involvement, potential and problems of craftsmen in Indonesia, and the fact that they need additional training to better compete with other regional craftsmen. Using descriptive qualitative methods, this paper explains how to apply architectural fashion theory to textile crafts. The management of the Pasar Minggu textile crafts community lacks facilities for craftsmen to improve their skills and income, however this activity will potentially improve their skill so that they can better follow the development of more complex fashion, especially those related to architectural technology and softwareABSTRAK: Kelompok pengrajin Pasar Minggu membutuhkan memberikan tambahan pengetahuan dan peningkatan keterampilan rancangan dan aplikasinya, berkenaan dengan komunitas pengrajin yang membutuhkan tambahan keterampilan dan pendapatan di masa mendatang. Kebutuhan ini menjadi kebutuhan mendesak karena arus perkembangan jaman dan kompetisi di kota Jakarta yang makin pelik. Terdesak dengan keadaan kelompok ini menerima dengan tangan terbuka kegiatan pengabdian kepada masyarakat sebagai kelanjutan wokshop ‘Understanding body’ Galeri Lawang, Jurusan Arsitektur Universitas Tarumanagara pada tahun 2014 mengangkat hubungan Arsitektur dan Fashion menyatakan pentingnya keterlibatan, potensi dan masalah pengrajin di Indonesia, dan kondisi mereka yang membutuhkan keterampilan tambahan sehingga lebih dapat berkompetisi dengan pengrajin daerah lain. Dengan metode kualitatif deskriptif, menerangkan cara penerapan teori fashion arsitektur untuk diterapkan pada kreasi fabrik atau kain. Pihak pengurus komunitas pengrajin tekstil Pasar Minggu kekurangan fasilitas bagi para pengrajin untuk meningkatkan keterampilan dan penghasilan mereka, kegiatan ini akan berpotensi menambah wawasan mereka agar lebih dapat mengikuti perkembangan fashion yang lebih kompleks, terutama yang berkaitan dengan teknologi dan software arsitektural.
PERENCANAAN LANSEKAP MASJID DARUL IHSAN BEKASI DENGAN PENDEKATAN TEKNIK TAMAN VERTIKAL Anggraini, Diah; Choandi, Mieke; Chin, Joni Chin; Liauw, Franky
Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia Vol 2, No 1 (2019): Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (883.796 KB) | DOI: 10.24912/jbmi.v2i1.4330

Abstract

Kecukupan ruang terbuka hijau sangat penting bagi suatu kota karena penghijauan mempunyai fungsi - fungsiekologis, sosial dan ekonomis yang terkait dengan kualitas kehidupan warganya. Namun seiring denganmeningkatnya jumlah penduduk berikut kegiatannya, semakin berkurang pula ketersediaan lahan untukpenghijauan kota. Salah satu solusi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kuantitas area penghijauan adalahmelibatkan warga untuk menanam di pekarangannya walaupun luasannya terbatas dengan teknik bertanamvertikal. Tulisan ini merupakan hasil kajian dalam rangka penyusunan rencana lansekap Masjid Darul Ihsan,Pondok Pekayon Indah, Bekasi yang saat ini sangat dominan area perkerasannya, melalui kegiatan PengabdianKepada Masyarakat (PKM). Studi ini menghasilkan rancangan lansekap di lahan yang terbatas area tanamnya,berikut percontohan cara bertanam vertikultur yang ditujukan untuk menambah wawasan bagi warga sekitar(melalui penyuluhan) tentang penghijauan pekarangan yang ramah lingkungan, terutama dalam proses daur ulangair wudhu dan pemanfaatan limbah plastik.
STUDIO INOVASI DAN KREATIF KERAJINAN KAYU Triani, Joanne Triani; Choandi, Mieke
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 1, No 2 (2019): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v1i2.4394

Abstract

Woodcrafts Innovation and Creative Studio are a place for craftsmen or enthusiasts of craftsmanship and process, especially wood. With four main programs: Experience, Explore & Learn, Develop, and Community, it’s expected to become a space for providing resources, facilities, knowledge and forming a community for people to work and create a variety of local products, as well as maintaining and contributing to creative economic growth. The background of this studio, because of the potential of natural resources and creative resources. Millennials' behavior differs from those of the previous generation, whereas millennials are perceived to be more creative, giving birth to many potentials in creative economy industry. Craft is one of the three industries who constitute the most contributions to the creative economy, namely woodcraft. Although potential, it's growth has shown to be stagnated, due to the difficulty to transfer of knowledge to the younger generation. For this reason, it’s necessary to provide a space that can introduce and become a forum to ensure the development of creative economy. Based on the results of some researches conducted on millennials, this generation has the desire to engage in new experiences and opportunities to meet people. This behavior can be used to offer a craft product with the addition of experience and stories that can attract millennials. Located in Kemang, which is known as an area that developed towards the artpreneur with the presence of various art store and galleries. This studio provides a space for experience seekers and creative industry players to share ideas, products, knowledge, and tools. The objective is so that those who do not have the skills yet can gain new experiences and skills, even explore the potential in the creative industry. As for creative economic actors, they can deepen their potential and share their knowledge. Aside from that, they can also market their products to a wider scope. AbstrakStudio kreatif dan inovasi kerajinan kayu merupakan wadah bagi  pengrajin ataupun peminat ilmu dan keahlian dalam proses kerajinan, khususnya material kayu. Melalui empat program yaitu Experience, Explore & Learn, Develop, dan Community membentuk sebuah studio yang  menyediakan sumber daya, fasilitas, pengetahuan, serta sebuah komunitas untuk berkarya melalui produk kerajinan kreatif berkelanjutan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif khususnya kerajinan kayu. Latar belakang hadirnya studio ini, karena potensi sumber daya alam hingga sumber daya kreatif yang dimiliki di Indonesia. Generasi milinial dinilai lebih kreatif daripada generasi sebelumnya, ditandai dengan ekonomi kreatif baru diberbagai bidang. Ekonomi kreatif kerajinan merupakan salah satu bidang yang menyumbang perekonomian terbesar bagi negara. Kerajinan kayu memiliki potensi yang besar, namun pertumbuhannya mengalami stagnasi. Terhambatnya pertumbuhan diakibatkan kesulitan dan terbatasnya perpindahan ilmu ke generasi muda. Untuk itu wadah komunitas ini yang dapat mengenalkan ekonomi kreatif kepada millenial, agar generasi ini dapat terlibat pengalaman dan kesempatan bertemu sesama peminat ketrampilan kerajinan. Melalui riset terhadap generasi millenial, terdapat keinginan pada generasi ini untuk terlibat pengalaman. Perilaku ini dapat dimanfaatkan untuk menawarkan suatu produk kerajinan dengan penambahan pengalaman dan cerita didalam produk yang dapat menarik minat generasi millennial. Berlokasi di Kemang, Jakarta Selatan yang dikenal sebagai kawasan berkembang ke arah artpreneur , ditandakan banyaknya art store, galeri, dan lain-lain. Studio ini menjadi wadah untuk mendapatkan pengalaman dan menggali potensi dibidang ekonomi kreatif bagi pemula. Sedangkan untuk pelaku ekonomi kreatif dapat memperdalam potensi dan berbagi ilmu dalam  proses kreatif, serta mendapat kesempatan berkolaborasi dan memasarkan hasil produk  ke lingkup yang lebih luas. 
TIPOLOGI TENDA SEBAGAI STUDI ARSITEKTUR PORTABEL Trisno, Rudy; Lianto, Fermanto; Choandi, Mieke
Jurnal Muara Sains, Teknologi, Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Vol 5, No 2 (2021): Jurnal Muara Sains, Teknologi, Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Publisher : Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmstkik.v5i2.13046

Abstract

Architecture trends are continuously searching for a new design alternative. If architecture is dominated by a permanent structure in the last decades, the latest trend suggests temporal, ephemeral, and informal architecture to emerge as the other alternative. While the world becomes complex, these other spatial forms are in demand, resulting in various installations, pop-up stores, container architecture, and portable, temporal architecture constructed throughout the cityscape. Its portability, elasticity, and fluidity have offered different human activity transformations compared to permanent architecture. Tent, one of the most popular portable architecture, has been used for myriad human activities, although fewer researches are found regarding the typology of the tent, which is considered beneficial to understand its transformation. The qualitative interpretive method is used to understand the typology of the contemporary tent. The diagram is utilized as a tool to investigate its form, structure, and physical appearance. The research steps are drawing a diagram, pattern extraction, and pattern interpretation. The phases are elimination of tent’s elaboration and decoration, pattern structure extraction, pattern illustration. The result is tent typology diagram. The novelty is tent basic pattern extraction. Keywords: Architecture; Portable; Tend; Type; Typology. AbstrakLatar belakang penelitian adalah fenomena tren arsitektur dunia yang mulai mempertanyakan alternatif lain keruangan. Permasalahannya pada dekade terakhir arsitektur dunia didominasi oleh pemahaman ruang permanen pada makna arsitektur yang seolah bersifat absolut, padahal belakangan konsep-konsep keruangan temporal, ephemeral dan informal semakin dibutuhkan untuk mengisi stagnansi arsitektur permanen. Kebutuhan ruang portabel meningkat; hal ini terbukti dari tingginya permintaan akan: instalasi, paviliun, pop-up store, kontainer dan jenis keruangan lain yang lebih ringan, cair dan mudah dimodifikasi. Tenda adalah salah satu alternatif keruangan temporal yang telah berkembang sejak dulu kala, keunggulannya sebagai arsitektur portabel masih relevan di saat ini. Meski demikian, belum banyak perkembangan dan penelitian tenda yang berfokus pada tipe dan struktur untuk gaya hidup masa depan, sementara dominasi pengembangan tenda adalah untuk kebutuhan berkemah atau liburan saja. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi tipologi tenda sebagai arsitektur portabel Metode penelitian adalah tipologi arsitektur untuk mengangkat kualitas arsitektur tenda. Diagram arsitektur digunakan untuk menghasilkan ilustrasi yang dapat diinterpretasikan dalam memahami pola struktur tenda, Langkah penelitian sebagai berikut: 1) menggambar diagram keruangan; 2) mengekstraksi pola; 3) menginterpretasi pola. Tahapan penelitian disusun sebagai berikut: 1) Mengeliminasi elaborasi dan dekorasi tenda, 2) Mengekstraksi struktur tenda, 3) Menggambar pola. Hasilnya adalah diagram arsitektur tipologi tenda. Kebaruannya adalah ekstraksi pola dasar tenda sebagai arsitektur portabel.
PERAN ARSITEKTUR WELLBEING DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN KARYAWAN DAN MENGATASI SICK BUILDING SYNDROME DI LINGKUNGAN KERJA Disastra, Renaldy Joel Yodoin; Choandi, Mieke
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 6 No. 1 (2024): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v6i1.27473

Abstract

Every workplace has the potential for dangers that can affect employee safety and health, making it difficult for employees to achieve wellbeing. This research aims to investigate problems in the physical work environment that influence employee wellbeing using a wellbeing architecture approach. Wellbeing is a sense of wellbeing that includes health, happiness and prosperity. Wellbeing architecture is used as an approach in designing buildings and spaces that focuses on creating an environment that supports the holistic well-being of its users. So it can minimize the occurrence of sick building syndrome. By focusing on the role of architecture in creating work spaces that support physical and mental balance while preventing employees from experiencing sick building syndrome, this research explores what employees feel when working and how the design of the physical environment can influence and contribute positively to employee well-being. The research method involves qualitative and quantitative analysis of the physical work environment and employee feelings, by combining data from employee surveys and questionnaires, workspace observations, and literature reviews related to wellbeing architecture. Based on the research results, symptoms of sick building syndrome and employees' dissatisfaction with their current work space were found. Apart from that, several factors were found that needed to be considered when designing the physical work environment, namely aspects of nature, movement, connection and air quality. It is hoped that the results of this research will provide in-depth insight into critical factors in the physical work environment that influence employee well-being. Keywords:  employee; physical work environment; sick building syndrome; wellbeing Abstrak Setiap ruang kerja memiliki potensi bahaya yang dapat memengaruhi keselamatan dan kesehatan karyawan yang membuat karyawan sulit mencapai wellbeing. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi masalah yang ada pada lingkungan kerja fisik yang berpengaruh terhadap kesejahteraan karyawan dengan pendekatan arsitektur wellbeing. Wellbeing adalah rasa sejahtera yang mencakup kesehatan, kebahagianh dan kemakmuran. Arsitektur wellbeing digunakan sebagai pendekatan dalam perancangan bangunan dan ruang yang berfokus pada penciptaan lingkungan yang mendukung kesejahteraan holistik penggunanya. Sehingga dapat meminimalisir terjadinya sick building syndrome. Dengan fokus pada peran arsitektur dalam menciptakan ruang kerja yang mendukung keseimbangan fisik dan mental sekaligus mencegah karyawan mengalami sick building syndrome, penelitian ini mengeksplorasi apa yang dirasakan karyawan saat bekerja dam bagaimana desain lingkungan fisik dapat berpengaruh dan berkontribusi positif terhadap kesejahteraan karyawan. Metode penelitian melibatkan analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap lingkungan kerja fisik dan perasaan karyawan, dengan menggabungkan data dari survei dan kuesioner karyawan, observasi ruang kerja, dan tinjauan literatur terkait arsitektur wellbeing. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan gejala sick building syndrome dan rasa tidak puas karyawan terhadap ruang kerja mereka saat ini. Selain itu ditemukan beberapa faktor yang perlu diperhatikan saat merancang lingkungan kerja fisik, yaitu aspek nature, movement, connect, dan air quality. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan mendalam mengenai faktor-faktor kritis dalam lingkungan kerja fisik yang mempengaruhi kesejahteraan karyawan.
IMPLEMENTASI ARSITEKTUR BERKELANJUTAN DENGAN PENGELOLAAN SAMPAH MELALUI SISTEM TEKNOLOGI WASTE TO ENERGY (WTE) Wirjawan, John Kevin; Choandi, Mieke
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 6 No. 1 (2024): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v6i1.27474

Abstract

Waste processing with a sustainable architectural system essentially develops side by side, in order to achieve current needs and future sustainability. Fossil fuels are one of the factors triggering increasing global warming. Many developed countries are starting to innovate in developing waste processing systems. Apart from that, they are also trying to allocate investment in alternative energy. One that is relevant is waste to energy (WtE), a sustainable energy source that can reduce waste problems with technology. Developing countries find it difficult to get out of this serious threat that has never found a solution, such as Indonesia. Developed countries in Asia and Europe have started to implement technological systems and are growing rapidly to 29% in the European Union in 2018. It is clear that this application can reduce piles of waste, minimize accumulation in landfills, and produce recycling systems and technological processing into energy. But this development must be supported and involve the community and the government through appropriate habits, education, communities, programs and regulations. The WtE system is very possible to be implemented, because the high demand for energy and waste can be managed, so that the problem of waste that has been piled up for years can be reduced. Sustainable architecture with WtE technology innovation as a forum from the smallest community level programs to the development of private projects, can create architecture that prioritizes the environment by paying attention to healthy environmental issues where the architecture stands, as an inspiration for society and its behavior. Keywords: energy; sustainable architecture; waste management; waste technology; waste to energy Abstrak Pengolahan sampah dengan sistem arsitektur berkelanjutan hakikatnya berkembang berdampingan, guna mencapai kebutuhan masa kini dan keberlangsungan masa depan. Bahan bakar fosil merupakan salah satu faktor pemicu meningkatnya pemanasan global. Banyak negara maju mulai berinovasi dalam pengembangan sistem pengolahan  sampah. Selain itu, pengalokasian investasi pada energi alternatif pun turut mereka upayakan. Salah satu yang relevan adalah waste to energy (WtE), sumber energi berkelanjutan yang dapat mengurangi permasalahan sampah dengan teknologi. Negara berkembang sulit untuk keluar dari ancaman serius ini yang tak kunjung menemukan solusi, seperti Negara Indonesia. Negara maju di Asia dan Eropa sudah mulai menerapkan sistem teknologi dan berkembang pesat hingga 29% di Uni Eropa 2018. Jelas penerapan ini dapat mengurangi tumpukan sampah, meminimalisir penumpukan di TPA, serta menghasilkan sistem daur ulang dan pengolahan teknologi menjadi energi.  Tetapi pengembangan ini harus didukung dan melibatkan masyarakat sampai pemerintah melalui kebiasaan, pendidikan, komunitas, program, dan regulasi yang tepat. Sistem WtE sangat mungkin diterapkan di Indonesia, karena kebutuhan yang tinggi akan energi dan sampah dapat dikelola, sehingga masalah sampah yang sudah tertimbun bertahun-tahun dapat dikurangi. Arsitektur berkelanjutan dengan inovasi teknologi WtE sebagai wadah dari program tingkat terkecil masyarakat sampai pengembangan proyek swasta, dapat menciptakan arsitektur yang mengedepankan lingkungan dengan memperhatikan masalah lingkungan hidup sehat dimana aristektur itu beridiri, sebagai inspirasi bagi masyarakat dan perilakunya.
PEMANFAATAN RUANG PUBLIK KOTA OLEH PKL DARI SUDUT PANDANG ARSITEKTUR EMPATI Gandhi, Joses; Choandi, Mieke
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 6 No. 1 (2024): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v6i1.27475

Abstract

Indonesia's population growth increases rapidly every year, one of the causes is urbanization. However, the availability of job opportunities in the formal sector cannot keep up with rapid population growth. Therefore, the informal sector is the last option for residents and immigrants to avoid unemployment, and street vendors (PKL) are one of the informal sectors that have developed into an integral part of the life of city residents in housing, education, recreation and other living spaces. The development of street vendors in the city has increased significantly and brought benefits to the community, but there are also several things that are detrimental to local communities, such as the use of pedestrian paths as business places for selling. This has a negative impact on the aesthetics and cleanliness of the city environment. This research uses a qualitative descriptive method with data obtained through interviews and conducting literature studies. This research focuses on investigating the extent to which architecture can help improve the welfare and survival of informal sector workers, especially street vendors and find solutions to overcome problems that arise due to the presence of street vendors on a small and large scale. Apart from that, this research aims to eliminate the stigma about street vendors being dirty and only for the lower middle class community. It is hoped that the results of this research can help and improve the quality of life of the community, especially in urban areas, without damaging the aesthetics of urban public spaces. Keywords: informal sector; public space; quality of life; street food vendors; urbanization Abstrak Pertumbuhan penduduk Indonesia meningkat pesat tiap tahunnya, salah satu penyebabnya adalah urbanisasi. Namun, ketersediaan lapangan kerja di sektor formal tidak dapat mengimbangi pertumbuhan penduduk yang pesat. Oleh karena itu, sektor informal menjadi opsi terakhir bagi penduduk dan pendatang untuk menghindari pengangguran, dan pedagang kaki lima (PKL) termasuk salah satu sektor informal yang berkembang menjadi bagian integral dalam tata kehidupan warga kota di perumahan, pendidikan, rekreasi dan ruang kehidupan lainnya. Perkembangan PKL di kota meningkat signifikan dan membawa keuntungan bagi masyarakat, tetapi terdapat pula beberapa hal yang merugikan masyarakat lokal sekitar, seperti pemakaian jalur pejalan kaki menjadi tempat usaha untuk berjualan. Hal ini berdampak buruk terhadap estetika dan kebersihan dari lingkungan kota. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan data yang didapat melalui wawancara dan melakukan studi pustaka. Penelitian ini berfokus untuk menginvestigasi sejauh mana arsitektur dapat membantu meningkatkan kesejahteraan dan kelangsungan hidup pekerja sektor informal, khususnya PKL dan menemukan solusi untuk mengatasi masalah yang timbul akibat kehadiran PKL dalam skala kecil maupun besar. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk menghilangkan stigma tentang PKL yang kotor dan hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menengah ke bawah saja. Diharapkan hasil penelitian ini dapat membantu dan meningkatkan kualitas hidup dari masyarakat terutama di perkotaan, tanpa merusak estetika dari ruang publik kota.
PENERAPAN METODE PLACEMAKING DALAM REDESAIN PASAR BARANG BEKAS DI TAMAN PURING, JAKARTA SELATAN Samosir, Yustina Regitha; Choandi, Mieke
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 6 No. 2 (2024): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v6i2.30952

Abstract

As time passed, Puring Park Market lost its identity as a place to sell used goods, reinforcing Edward Relph's (1976) theory of a Placeless Place, a phenomenon in which meaningful and unique places were replaced by monotonous and meaningless environments, due to a lack of sensitivity to the significance of places. The objective of this plan is to counteract the exploitation of public space that is not functioning optimally, to build a strong local identity by making it a bridge or space between individuals or communities in the Puring Park Market through proposed new programs such as commercial, creative Space, and communal areas. This research is qualitative. Data collection methods through the phase of interviews, site, and area observations, and then documentation. They also perform location analysis to obtain historical data, user, activity, and issues and problems on the location. The location of the research conducted at Puring Park Market, New Kebayoran - South Jakarta, aims to find out the role of architecture in restoring the identity of the Puring Garden Market. This design is adapted from the concept of modular design with the use of space in an adaptive time context, as well as elements of architecture undergoing changes or interactions of activity at different times. Create a comfortable public space with an attractive and unique impression with the processing of streetscape as an outdoor market. With the presence of a new identity at the Puring Park Market, it is expected to provide jobs to boost the local economy. Keywords: architecture; identity; Taman Puring Market; placeless place Abstrak Pasar Taman Puring dahulunya merupakan tempat berjualan barang-barang bekas. Seiring berjalannya waktu, Pasar Taman Puring kehilangan identitasnya sebagai tempat berjualan barang bekas, semakin memperkuat  teori Edward Relph (1976) tentang Placeless Place yang merupakan fenomena di mana tempat-tempat yang bermakna serta unik digantikan oleh lingkungan monoton dan tidak bermakna, ini disebabkan oleh kurangnya kepekaan terhadap signifikansi tempat. Tujuan Perancangan ini untuk menanggulangi pemanfaatan ruang publik yang tidak berfungsi secara optimal, untuk membangun identitas lokal yang kuat dengan menjadikannya jembatan atau ruang antar individu atau kelompok masyarakat di Pasar Taman Puring melalui program baru yang diusulkan seperti commercial, creative Space, dan  communal area. Penelitian ini bersifat kualitatif. Metode pengumpulan data melalui tahap wawancara, observasi tapak dan kawasan lalu dokumentasi. Lalu juga melakukan analisis lokasi dalam memperoleh data sejarah, pengguna, aktivitas, serta isu dan masalah pada lokasi. Lokasi penelitian dilakukan di Pasar Taman Puring, Jakarta Selatan, bertujuan untuk mengetahui Bagaimana peran arsitektur dalam mengembalikan identitas Pasar Taman Puring. Perancangan ini diadaptasi dari konsep desain modular dengan penggunaan ruang dalam konteks waktu yang adaptive, serta elemen-elemen arsitektur mengalami perubahan atau interaksi aktivitas pada waktu berbeda. Menciptakan ruang publik yang nyaman dengan kesan yang menarik dan unik dengan pengolahan streetscape sebagai outdoor market. Dengan hadirnya identitas baru pada Pasar Taman Puring diharapkan dapat memberikan lapangan pekerjaan meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.