Articles
Paradiplomacy Policies and Regional Autonomy in Indonesia and Korea
Mukti, Takdir Ali;
Fathun, Laode Muhammad;
Muhammad, Ali;
Sinambela, Stivani Ismawira;
Riyanto, Sugeng
Jurnal Hubungan Internasional Vol 9, No 2 (2020): October
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.18196/jhi.v9i2.8931
This analysis focuses on the paradiplomatic policies in Indonesia and Korea. The two countries have similar characteristics, namely as unitary state systems, and enacted regional autonomy in the same era, 1998s. This qualitative research aims to examine paradiplomatic types in both countries and why the policies are rationalized. The findings revealed that although both countries are unitary states, paradiplomatic activism runs in different types. Provinces and cities in Indonesia face many restrictions and limitations by national regulations, while regional governments in Korea have more discretions and authorities to practice paradiplomacy around the world. The research finding also portrayed several provinces in Indonesia instrumentalizing paradiplomacy as instruments to provide international recognitions related to self-determination, and this similar fact is not met in Korea. This paper argues that the different types of paradiplomatic policies in both countries are influenced by domestic political conditions and typically influenced by the presence or absence of regional movements.
Paradiplomacy Policies and Regional Autonomy in Indonesia and Korea
Mukti, Takdir Ali;
Fathun, Laode Muhammad;
Muhammad, Ali;
Sinambela, Stivani Ismawira;
Riyanto, Sugeng
Jurnal Hubungan Internasional Vol 9, No 2 (2021)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.18196/jhi.v9i2.8931
This analysis focuses on the paradiplomatic policies in Indonesia and Korea. The two countries have similar characteristics, namely as unitary state systems, and enacted regional autonomy in the same era, 1998s. This qualitative research aims to examine paradiplomatic types in both countries and why the policies are rationalized. The findings revealed that although both countries are unitary states, paradiplomatic activism runs in different types. Provinces and cities in Indonesia face many restrictions and limitations by national regulations, while regional governments in Korea have more discretions and authorities to practice paradiplomacy around the world. The research finding also portrayed several provinces in Indonesia instrumentalizing paradiplomacy as instruments to provide international recognitions related to self-determination, and this similar fact is not met in Korea. This paper argues that the different types of paradiplomatic policies in both countries are influenced by domestic political conditions and typically influenced by the presence or absence of regional movements.
CONJUNCTION OF GRAMMATICAL COHESION IN SPEECH TEXT
Stivani Ismawira Sinambela;
Nur Lela;
Tengku Thyrhaya Zein
BAHAS Vol 31, No 3 (2020): BAHAS
Publisher : BAHAS
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24114/bhs.v31i3.20200
AbstractCohesion of a discourse is divided into two aspects, namely grammatical cohesion and lexical cohesion. In this study what will be examined is grammatical cohesion, especially the conjunction of grammatical cohesion. This study aims to identify the forms of the conjunction of grammatical cohesion in the text of the speech of German Prime Minister Angela Merkel. This research is a qualitative research. The design in this study is content analysis with descriptive characteristics, namely the presentation of data based on the object of research. The results showed that the language elements in the form of words, phrases, clauses and sentences as part of the reference of two sentences in pairs to find out the cohesive relationship was evenly distributed. The percentage of the use of grammatical cohesion in the aspect of conjunction includes (1) additive conjunction (combined) is 153 findings or 45%; (2) causal conjunctions (cause) is 89 findings or 26%; (3) adversative conjunctions (contradictions) is 66 findings or 19%; (4) temporal conjunctions (time) is 35 findings or 10%. The data shows that additive conjunction is the most dominant type of conjunction used in Angela Merkel's text. Keywords: Grammatical Cohesion, Conjunction, Speech Text, Angela Merkel.
ANALISIS EUFEMISME DAN DISFEMISME PADA DETIK.COM DI TWITTER
Stivani Ismawira Sinambela;
Mulyadi Mulyadi
BAHAS Vol 30, No 1 (2019): BAHAS
Publisher : BAHAS
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24114/bhs.v30i1.16669
Abstract Detikcom is a popular online media in Indonesia. As an online media that is trusted by Indonesian people, this media always presents domestic and foreign news. This media also uses Twitter as a social media that contains the latest news so that people know the media quickly and accurately. After passing the data collection technique in the form of reading and identifying news on the online media, it can be analyzed that the media also uses the style of euphemism and disfemism in loading the news in 2019. Judging from the form of grammatical units, the euphemisms used in detikcoms consist of grammatical units of words, phrases, and sentences. Keywords: Eufemism, Disfemism, Semantic, Taboo Language
ANALISIS PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN BEA MASUK ANTI DUMPING PRODUK BIODIESEL INDONESIA KE UNI EROPA MELALUI WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO)
Nurfatimah Hanum Siregar;
Stivani Ismawira Sinambela
Jurnal PIR : Power in International Relations Vol 6, No 2 (2022): PIR FEBRUARI 2022
Publisher : Universitas Potensi Utama
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.22303/pir.6.2.2022.191-202
Aturan perdagangan World Trade Organization (WTO) ditetapkan pada tanggal 1 Januari 1995, yang awalnya dibentuk pada konferensi Perundingan Putaran Uruguay (1986-1994. Hambatan perdagangan internasional dalam bentuk non-tarif tidak hanya terbatas pada kuota, tetapi juga tentang anti-dumping. Organisasi Internasional Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memberikan aturan tentang masalah dumping dalam Pasal VI Perjanjian Umum Tentang Tarif dan Perdagangan. Berdasarkan aturan yang ada, pihak yang merasa dirugikan akibat dumping dapat melakukan tindakan penanggulangan berupa pengenaan bea masuk anti-dumping kepada lawannya. Dumping juga merupakan istilah yang sering digunakan dalam dunia perdagangan internasional, dan istilah dumping menjadi salah satu isu yang paling serius dalam dunia perdagangan internasional karena berkaitan dengan tindakan penipuan dan dapat menimbulkan kerugian yang besar bagi suatu negara, seperti Indonesia yang merasa dirugikan oleh Uni Eropa yang dilakukan oleh Uni Eropa terhadap impor produk biodiesel Indonesia. Indonesia merasa sangat dirugikan dengan tindakan protektif tersebut sehingga Indonesia mengusulkan untuk menyelesaikan sengketanya dengan Uni Eropa melalui badan penyelesaian sengketa WTO. Dampak yang diperoleh dari pemberian dumping terhadap harga pasar suatu produk membuat pelaku usaha terdorong untuk melakukan tindakan yang tidak adil seperti penipuan yang akan membuat suatu negara memicu konflik. Kata kunci : WTO, GATT, Anti Dumping, Indonesia, Uni Eropa
UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA DELIMITASI BATAS MARITIM DI WILAYAH GREATER SUNRISE ANTARA TIMOR LESTE DAN AUSTRALIA DARI PERSPEKTIF KAJIAN HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL
Putriana Septi Nauli;
Stivani Ismawira Sinambela
Jurnal PIR : Power in International Relations Vol 6, No 1 (2021): PIR AGUSTUS 2021
Publisher : Universitas Potensi Utama
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.22303/pir.6.1.2021.94-108
Penulisan penelitian ini berdasarkan konflik permasalahan batas laut Timor Leste dengan Australia.Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penyelesaian permasalahan batas maritim antara Australia dan Timor Leste dan apa yang menjadi kepentingan kedua Negara. Konflik antar Negara dapat terjadi akibat batas-batas teritorial suatu negara telah dilanggar. Delimitasi batas maritim sebagai implementasi penentuan batas-batas wilayah laut antara negara. Dalam penyelesaian delimitasi batas maritim sengketa antara negara Timor Leste dan Australia adanya campur tangan oleh pihak ketiga yakni Arbitrase atau Mahkamah Internasional, sesuai dengan ketentuan konvensi UNCLOS 1982. Pada tahun 2016 Timor leste Arbitrase atau mahkamah Internasional turut campur tangan dalam penyelesaian antar timor Leste dan Australia. Greater Sunrise merupakan ladang minyak di Laut Timor dari pembagian hasil sumber daya minyak yang tidak merata bagi Timor Leste menjadi salah satu pemicu konflik delimitasi batas maritim. Pada kasus ini Penulis juga bermasud untuk mengetahui secara detail bagaimana perjanjian atau kesepakatan yang dilakukan Australia dan Timor Leste dalam penyelesaian masalah delimitasi batas maritim. Dalam studi kasus ini penulis tersebut penulis juga ingin mengetahui apa yang menjadi kesepakatan Australia dan Timor Leste dalam pembagian wilayah Greater Sunrise.
MIGRANT CRISIS: OPEN DOOR POLICY ANALYSIS
Stivani Ismawira Sinambela
Jurnal PIR : Power in International Relations Vol 2, No 1 (2017): PIR AGUSTUS 2017
Publisher : Universitas Potensi Utama
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (261.22 KB)
|
DOI: 10.22303/pir.2.1.2017.50-69
This paper aims to explain migrant crisis that happen in Germany because Open Door Policy implemented by Germany under governmental Chancellor Angela Merkel in 2015. Since, Germany has issued various policies that serve as protection regime in dealing with migrant. In its application, it is ineffective until cause in significant and different impacts in every aspect since. Implementation of Open Door Policy to deal with the migrant crisis that occurred at Europe, a new hope in Germany to boost Germany's positive image. The conclusions obtained in the analysis of this study that some Germans hope this positive image will help remove some stains in the past against Germany reputation. Germany has become home to migrants where Germany once made hundreds of thousands of people migrants. Germany appears to have drastically curtailed its open-door policy for migrants. therefore Open-door policy has resulted in the disintegration of countries in the EU region. There are four risks that will be experienced by the European Union, namely the north-south divide on migrants by rethinking and suspension of the agreement called the Schengen system. This study uses literature study as a method and in the data analysis uses descriptive qualitative.
INTERNATIONAL COURT OF JUSTICE (ICJ) PADA SENGKETA DELIMITASI MARITIM DI PANTAI AFRIKA TIMUR ANTARA SOMALIA DAN KENYA
Karlina Hulu;
Stivani Ismawira Sinambela
Jurnal PIR : Power in International Relations Vol 6, No 1 (2021): PIR AGUSTUS 2021
Publisher : Universitas Potensi Utama
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.22303/pir.6.1.2021.47-61
Penulisan dalam penelitian ini dilatarbelakangi terjadinya sengketa maritim antara Somalia dengan Kenya dan masih banyak potensi yang memungkinkan timbulnya sengketa batas laut antara Somalia dengan Kenya. Kedua Negara di Afrika timur itu memperdebatkan 160.000 kilometer persegi wilayah di Samudra Hindia dengan prospek cadangan minyak dan gas yang besar. Sebuah negara pantai menurut hukum internasional, berhak mengklaim wilayah maritim yang diukur dari garis pangkalnya, meliputi zona maritim yang telah diatur dalam UNCLOS 1982. Pada 2014 Somalia mengajukan sengketa delimitasi maritim ini ke ICJ (International Court of Justice). Somalia beralasan bahwa garis ukur untuk daerah laut harusnya sesuai dengan arah garis perbatasan dua negara. Sedangkan Kenya menyatakan bahwa garis ukur perbatasan laut harusnya ditarik secara horizontal, dan tidak menyesuaikan dengan arah perbatasan darat kedua negara. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi pustaka. Untuk dapat melihat bagaimana peran International Court of Justice (ICJ)dalam upaya penyelesaian sengketa delimitasi maritim di kawasan Samudra Hindia.Delimitasi batas maritim antarnegara adalah penentuan batas wilayah atau kekuasaan antara satu negara dengan negara lain (tetangganya) di laut. Pada 2017 Mahkamah Internasional (ICJ) mengambil yurisdiksi untuk mengadili sengketa maritim antara Somalia dan Kenya. ICJ menyatakan bahwa setelah sidang yang dilakukan, mereka akan membutuhkan waktu sekitar 4-6 bulan lagi untuk melakukan pertimbangan dan memberikan keputusan atas sengketa ini. Mundurnya Kenya menjadi satu lagi halangan bagi proses peradilan sengketa perbatasan ini. Sebagaimana kebanyakan institusi internasional lainnya, ICJ tidak memiliki mekanisme untuk memaksa Kenya agar kembali ke prosesi ataupun menjalankan putusannya nanti. Oleh karena itu, hal ini masih menyimpan potensi permasalahan yang akan datang.
KERJASAMA INTERNASIONAL OLEH PEMERINTAH DAERAH (STUDI KASUS: MEDAN-PENANG)
Stivani Ismawira Sinambela
Jurnal PIR : Power in International Relations Vol 3, No 2 (2019): PIR FEBRUARI 2019
Publisher : Universitas Potensi Utama
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (200.597 KB)
|
DOI: 10.22303/pir.3.2.2019.173-184
Kerjasama Sister City antara Pemerintah Kota Medan dengan Penang (Georgetown) di Malaysia terbentuk dari adanya kesamaan kultur dan etnisitas penduduknya yang ditandatangani sejak Oktober 1984 dengan harapan berkembangnya kerjasama di segala bidang. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana Kerjasama Internasional yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Medan dalam menjalankan kerjasama Sister City dengan Penang pada tahun 2010-2014. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode deskriptif analitis, dengan tujuan untuk menggambarkan fakta yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Sebagian besar data yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan, penelusuran data online, dokumentasi, wawancara dan observasi yang kemudian dianalisis dengan pendekatan: 1) Decisions Making Process yang merupakan proses awal yang dilakukan oleh Kepala Daerah sebelum memutuskan suatu tindakan. 2) Paradiplomacy yaitu diplomasi yang dilakukan oleh pemerintah sub-nasional di suatu negara dengan Pemerintah sub-nasional di negara lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi dari kewenangan pada Pemerintah Kota Medan dalam menjalankan hubungan luar negeri, kerjasama Sister City dengan Kota Penang adalah MoU yang telah disepakati bersama belum mengalami pembaharuan sejak tahun 1984, hal tersebut menunjukan adanya stagnansi pada hubungan kerjasama antara Pemerintah Kota Medan dengan Penang. Selain MoU yang tidak mengalami perubahan sejak disepakati oleh kedua belah pihak, terdapat beberapa hambatan yang terbagi menjadi dua, yaitu External Government Issues dan Internal Government Issues.
PENGARUH PEMAHAMAN TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN TERHADAP KESEJAHTERAAN NELAYAN (STUDI KASUS: KECAMATAN MEDAN BELAWAN)
Stivani Ismawira Sinambela
Jurnal PIR : Power in International Relations Vol 3, No 1 (2018): PIR AGUSTUS 2018
Publisher : Universitas Potensi Utama
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (667.982 KB)
|
DOI: 10.22303/pir.3.1.2018.93-108
Indonesia merupakan Negara maritim yang luas wilayahnya terbesar di kawasan ASEAN. Kecamatan Medan Belawan memiliki salah satu pelabuhan tersibuk di Pulau Sumatera, dengan posisi yang berada pada jalur lintas perdagangan internasional berpotensi memberikan peluang bagi kemajuan perekonomian khususnya dari penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN di Indonesia. Untuk melihat pengaruhnya maka dilakukan penelitian ini. Jenis penelitian adalah deskriptif kuantitatif. Hasil dari pengumpulan data diperoleh bahwa jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 369 responden. Dari jumlah tersebut, sebanyak 85,1% berjenis kelamin laki-laki, sedangkan 14,9% adalah perempuan dan 100% beragama islam. Usia rata-rata responden di atas 17 tahun, yakni sebesar 85% dengan pengalaman bekerja sebagai nelayan selama lebih dari lima tahun sebesar 67,2%. Sebagian besar responden sudah mengetahui penerapan MEA (58%) dan mendapatkan pemberitahuan resmi oleh lembaga/pemerintah. Tingkat kepercayaan responden terhadap penerapan MEA juga cukup tinggi, diatas 50%.