AbstrakPenerapan akad istishna’ dalam usaha penjahit ini dilakukan dengan membuat sebuah kesepakatan spesifikasi dan harga terlebih dahulu antara produsen dan konsumen. Dan juga menetapkan sistem pembayaran, apakah dilakukan dengan sistem pembayaran di muka atau diawala akat, atau setelah barang dibuat dan ataukah pada saat barang telah sesesai dibuat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis akad dalam bisnis menjahit dalam pandangan ekonomi islam. Menggunakan metode dengan analisi deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil analisis mengungkapkan bahwa pemesanan pakaian kepada penjahit telah mengaplikasikan akad istishna, namun sebagian besar dari mereka belum memahami sepenuhnya tentang esensi akad istishna’ tersebut. Secara praktis pelaksanaannya selama ini sudah sesuai dengan prinsip syariah, yaitu akad yang memenuhi kriteria yang disepakati untuk jumlah, ukuran, warna, pembayaran dan waktu penyerahan barang. Namun ada juga situasi yang tidak sesuai dengan kesepakatan, antara lain terjadi perubahan harga setelah terjadinya kesepakatan, adanya keterlambatan dalam menyelesaikan pesanan, barang yang dipesan konsumen tidak sesuai sehingga konsumen mengeluhkan hal tersebut, dan barang yang dipesan konsumen tidak diterima oleh konsumen.Kata Kunci: Akad, Istishna’, Penjahit, Ekonomi Islam AbstractThe application of the istishna contract in this tailoring business is carried out by making an agreement on specifications and prices in advance between producers and consumers. And also determine the payment system, whether it is done with a payment system in advance or at the beginning of the contract, or after the goods are made and or when the goods have been made. The purpose of this study is to conduct an analysis of the sewing business contract in the view of Islamic economics. The method used is a method with descriptive analysis with a qualitative approach. The results of the analysis revealed that ordering clothes to tailors had applied the istishna contract, but most of them did not fully understand the essence of the Krishna contract. Practically, its implementation has been in accordance with sharia principles, namely contracts that meet agreed criteria for the amount, size, color, payment, and delivery time of the goods. However, some situations are not in accordance with the agreement, including delays in the completion of goods, price changes after the agreement, consumers do not receive the ordered goods, and consumers complaining about the goods ordered.Keywords: Akad, Istishna', Tailor, Islamic Economics.