Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

TUANGKU: Antara Tradisi dan Locak Religious Authority Zakirman, Zakirman; Mahmudi, Elva; Bary, Shafwatul
AL MUNIR : Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam Volume 14 Nomor 02 Tahun 2023
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/amj-kpi.v14i02.4598

Abstract

The issues of religious authority are at the center of debate and contestation in various aspects of Islam in the modern world. These issues have been discussed and widely debated long before the major political, economic, and intellectual transformations that Muslim societies have undergone since the nineteenth century. The authority of Muslim scholars, was largely unquestioned before the emergence of new authorities aided by modern media. Interestingly, in Padang Pariaman Regency, West Sumatra, religious figures with authority are referred to as Tuangku. On one hand, the community's resistance to the authority of Tuangku ensures their continued existence as the sole holders of control. On the other hand, this dynamic negates the possibility of fragmentation and contestation with other religious authorities. This study seeks to answer two key questions: (1) What is the position of Tuangku's religious authority in Padang Pariaman Regency? (2) What dynamics affect the authority of Tuangku as transmitters of Islamic teachings in the Padang Pariaman community? Using a qualitative, descriptive-analytical approach based on interview data, the study argues that local religious authorities like Tuangku have become well-established and remain resilient against the forces of globalization and media openness. The phenomenon of new authorities born from modern media is not seen as a significant threat to the people of Padang Pariaman, a result of the community's resistance, which is also nurtured by the Tuangku.
The Concept of Mediation in the Perspective of Islamic Law and Law in Indonesia Arminsyah; Dasrianto, Vito; Mahmudi, Elva
AJIS: Academic Journal of Islamic Studies Vol. 9 No. 2 (2024)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Curup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29240/ajis.v9i2.11995

Abstract

This research aims to explore and analyze the concept of mediation in the perspective of Islamic law and how it is applied in Indonesian legislation. The main focus is to understand the similarities and differences between the principles of mediation in Islamic law and the mediation regulations applicable in Indonesia, as well as the implications for dispute resolution. The method used in this research is a qualitative method with a descriptive-analytical approach. Data was collected through a literature study that included Islamic law literature, Indonesian legislation, and other relevant documents. The analysis was conducted by comparing the principles of mediation in Islamic law with the provisions contained in Law No. 30 of 1999 on Arbitration and Alternative Dispute Resolution and the regulations of the Supreme Court of Indonesia related to mediation. The results show that mediation in the perspective of Islamic law emphasizes the principles of justice, equality, and cooperation that are in line with sharia values. On the other hand, Indonesian legislation regulates mediation as an effective and efficient alternative to dispute resolution. Although there are some differences in the procedures and implementation, in general these two legal systems have the same goal, which is to achieve fair and peaceful dispute resolution. This research also found that the integration of the concept of mediation in Islamic law with mediation regulations in Indonesia can enrich and improve the effectiveness of dispute resolution in Indonesia.
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI DALAM PEMBATALAN PERTUNANGAN DI NAGARI GUGUAK MALALO KECEMATAN BATIPUH SELATAN KABUPATEN TANAH DATAR. Mahmudi, Elva; Dasrianto, Vito
Jurnal Ilmiah Al-Hadi Vol 9 No 2 (2024): Januari - Juni
Publisher : Lembaga Jurnal dan Seminar Universitas Pembangunan Panca Budi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54248/alhadi.v9i2.4791

Abstract

Tulisan ini mengkaji tentang tinjauan hukum Islam terhadap sanksi dalam pembatalan pertunangan di nagari Guguak Malalo. Permasalahannya adalah bahwa sistem adat di Nagari Guguak Malalo apabila terjadi pembatalan peminangan akan diberikan sanksi 1 (satu) rupiah emas. Pemberian sanksi ini sangant bertolak belakang dengan beberapa pandangan ulama mazhab sehingga ini akan sangat menarik untk diteliti. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan sanksi dari pembatalan pertunangan di Nagari Guguak Malalo dan Juga Untuk menganalisis tinjauan hukum Islam terhadap sanksi pembatalan pertunangan. Jenis penelitian ini adalah sebuah kerja lapangan (field research), di mana untuk mendapatkan data-data dari permasalahan yang diteliti, penulis melakukan observasi dan wawancara mendalam dengan narasumber kredibel yang ditentukan secara purposive. Adapun pengolahan data yang didapat dilakukan secara deskriptif-kualitatif. Alhasil, apabila setelah Pertunanganan ada pihak yang membatalkan tunangannya maka akan diberikan Sanksi 1 rupiah emas. Sanksi ini berlaku bagi kedua belah pihak yaitu pihak laki-laki dan pihak perempuan. Sanksi yang diberikan sudah menjadi kesepakatan niniak mamak selaku pemangku adat dan peraturan ini sudah dipakai oleh masyarakat secara turun menurun. Tujuannya adalah agar masyarakat tidak mudah memutuskan sebuah hubungan yang telah diikat. Ajaran Islam tidak mengatur secara khusus tentang sanksi bagi yang membatalkan pertunangan, tetapi kebiasaan (adat) yang berlaku di dalam kehidupan masyarakat, selagi tidak bertentangan dengan ajaran Islam, adat tersebut dibolehkan. Sebagian ulama menjelaskan bahwa hadiah yang diberikan di waktu meminang boleh diambil kembali selagi barangnya masih utuh dan sebagian lagi menjelaskan hadiah yang diberikan di waktu meminang sama halnya dengan hibah, sedangkan hibah tidak boleh diminta kembali.
PENGABULAN IZIN POLIGAMI DIKARENAKAN TELAH MENIKAH SIRRI (Studi Kasus Terhadap Putusan Pengadilan Agama Pariaman) Mahmudi, Elva
Jurnal Ilmiah Al-Hadi Vol 7 No 2 (2022): Januari - Juni
Publisher : Lembaga Jurnal dan Seminar Universitas Pembangunan Panca Budi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54248/alhadi.v7i2.4251

Abstract

Studi ini mengkaji tentang Putusan Pengadilan Agama Pariaman Nomor 532/Pdt.G/2019/PA.Prm tentang Pengabulan Izin Poligami dengan Alasan Telah Menikah Sirri. Permasalahannya adalah suami mengajukan permohonan poligami karena telah menikah sirri dengan calon istri kedua, serta dikabulkan atas dasar Pasal 4 ayat (2) huruf a dan Pasal 5 ayat 1 UU No.1/1974. Studi ini menggunakan penelitian lapangan (field research). Data di kumpul melalui metode yuridis normatif yaitu pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep, asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Setelah data dikumpul diolah dengan cara menelaah data yang diperoleh dari informasi dan literatur terkait, mengklasifikasikan data dan menyusun berdasarkan kategori-kategori dan setelah data tersusun langkah selanjutnya adalah menarik kesimpulan berdasarkan data yang ada. Studi ini menemukan hasil pertimbangan utama majelis hakim dalam mengabulkan izin poligami adalah berdasarkan mashlahah yaitu kemaslahatan keluarga. Selanjutnya hakim mepertimbangkan Pasal 4 ayat (2) huruf a yaitu isteri tidak menjalankan kewajiban sebagai isteri dan Pasal 5 ayat 1, isteri pertama telah membuat surat persetujuan izin poligami. Di samping itu hakim juga mempertimbangkan adanya penyataan suami untuk berlaku adil kepada seluruh isterinya. Analisis penulis terhadap pertimbangan hakim adalah bahwa kemaslahatan yang dijadikan pertimbangan tidak realistis. Pertimbangan Pasal 4 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak sesuai dengan fakta di persidangan. Pertimbangan penggunaan pasal 5 ayat 1, terbukti dipersidangan bahwa isteri pertama sudah mencabut persetujuan atau izin poligami yang diberikannya. Sedangkan surat pernyataan suami untuk berlaku adil tidak ada jaminan untuk bisa direalisasikan. Sehingga menurut penulis hakim telah keliru dalam memberikan keputusan izin poligami pada perkara Nomor 532/Pdt.G/2019/PA.Prm. Disamping itu, menurut analisa penulis, seharusnya permohonan tersebut dinyatakan oleh majelis hakim tidak dapat diterima (NO) karena tidak memenuhi syarat materil. Karena kalau dilihat dari permohonan yang diajukan oleh pemohon maka sebenarnya permohonan tersebut tidak memenuhi syarat materil karena pada dasarnya permohonan izin poligami diajukan sebelum dilakukannya poligami tersebut. Sementara dalam perkara ini pemohon telah nyata melakukan pernikahan sirri sebelum adanya izin dari Majelis Hakim untuk melakukan poligami. Oleh karena itu jelas permohonan ini tidak memiliki dasar hukum sebagai permohonan izin poligami.
Alih Fungsi Harta Benda Wakaf Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Undang-Undang Perwakafan Di Indonesia Dasrianto, Vito; Mahmudi, Elva; Arminsyah, Arminsyah
Jurnal Ilmiah Al-Hadi Vol 9 No 1 (2023): Juli - Desember
Publisher : Lembaga Jurnal dan Seminar Universitas Pembangunan Panca Budi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54248/alhadi.v9i1.4800

Abstract

This objective discusses the transfer of functions of waqf assets in the perspective of Islamic law and waqf law in Indonesia. In the fiqh literature, there is a difference of opinion among scholars regarding the prohibition of selling or converting waqf assets. Some scholars interpret this prohibition literally, thus arguing that waqf assets, such as mosques and mosque equipment, may not be sold or exchanged, even if they are no longer usable. However, there are scholars who understand that the prohibition only applies to waqf that can still be utilised, while old waqf that is no longer useful may be sold or exchanged. This opinion is particularly adopted by scholars who follow the school of Ahmad bin Hanbal, as explained in Ibn Qudamah's al-Muqni. Meanwhile, the Constitution of Islamic Law (KHI) explains that waqf assets basically cannot be changed or used other than the waqf pledge. However, there is a dispensation mechanism that allows the transfer of the function of waqf property with the approval of the sub-district Religious Affairs Office, the Sub-district Ulema Council, and the local Sub-district Head, provided that the reason for the transfer is in accordance with the public interest or because the waqf property is no longer in accordance with the waqf pledge. Waqf Law No. 41/2004 also regulates the transfer of waqf property functions. In principle, waqf assets are prohibited from being used as collateral, confiscated, granted, sold, inherited, donated, and transferred in other forms. However, there is an exception if the waqf asset is used for the public interest in accordance with the general spatial plan and does not conflict with Islamic law. Waqf assets that undergo a change in status must be exchanged for assets that have at least the same benefits and exchange value as the original waqf assets.
Cultural Appropriation and Ritual Negotiation: Salafi and HTI Strategies in Minangkabau, Indonesia Zakirman, Zakirman; Mahmudi, Elva; Bary, Shafwatul
Journal of Contemporary Rituals and Traditions Vol. 3 No. 1 (2025)
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/jcrt.1493

Abstract

Purpose: This study explores the cultural and spiritual appropriation strategies employed by transnational Islamic movements, specifically Salafi and Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), in their expansion and dissemination of religious teachings in West Sumatra, Indonesia. The research focuses on how these groups utilize local cultural identities, values, and symbols to embed themselves within the social and religious landscape of the region. Methodology: Using a qualitative, descriptive-analytical approach, data were collected through in-depth interviews, content analysis, and literature review from books, websites, and academic studies. West Sumatra was chosen as the case study due to its historical openness to Islamic teachings and its recent ranking as one of the least religiously moderate provinces in Indonesia. Findings: The findings revealed that transnational Islamic groups successfully appropriate local cultural elements to minimize resistance and enhance acceptance, mirroring the historical spread of Islam in the region. These groups utilize various vehicles, including educational institutions, traditional and digital media, and religious gatherings, to advance their ideological missions. Implications: This study expands the application of cultural appropriation theory by examining how transnational religious ideologies adapt symbolically to local cultures. The findings are also practically relevant for policymakers and communities in formulating religious moderation strategies and detecting ideological infiltration through cultural channels. Originality and Value: Its originality lies in its regional focus and its interdisciplinary analysis of religious expansion through the lens of cultural adaptation, providing a nuanced understanding of contemporary Islamic movements in Indonesia.