Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Pemanfaatan Statistik Spasial dalam Mempelajari Faktor Risiko Tuberkulosis Paru sebagai Upaya Penurunan Insidensi Tuberkulosis Paru Rengganis Wardani, Dyah Wulan Sumekar
Jurnal Kedokteran Universitas Lampung Vol 1, No 2 (2016): JK UNILA
Publisher : Fakultas Kedokteran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jk unila.v1i2.1641

Abstract

Insiden kasus tuberkulosis paru (TB) tidak mengalami penurunan yang signifikan. Oleh karena itu, pengendalian TB selain melalui metode yang telah dilaksanakan selama ini, juga akan lebih menekankan pada determinan sosial, karena determinan sosial secara langsung maupun melalui faktor risiko TB berpengaruh terhadap TB. Determinan sosial dan faktor risiko TB merupakan variabel yang bersifat in situ, sehingga penggunaan statistik spasial dalam mempelajari determinan sosial dan TB sangat bermanfaat. Dengan statistik spasial memungkinkan untuk dilakukannya visualisasi (mempelajari distribusi penyakit menurut area geografis), eksplorasi (mengetahui adanya clustering atau hotspot area yaitu area dengan jumlah kasus penyakit yang lebih banyak dibanding area lainnya), pemodelan (menjelaskan prediksi pola spasial) sertaautokorelasi spasial (mempelajari karakteristik penyakit kaitannya dengan penyakit yang dipelajari). Pemanfaatan statistik spasial dalam TB telah dilakukan melalui identifikasi clustering TB di beberapa daerah serta mempelajari hubungan spasial faktor risiko dan kejadian TB. Informasi clustering TB menunjukkan dimana populasi yang berisiko berada, sedangkan informasi hubungan spasial faktor risiko dan kejadian TB menunjukkan variabel yang harus diintervensi. Informasi tersebutsangat bermanfaat dalam penanggulangan TB, khususnya dalam menurunkan insiden TB. Sebagai simpulan, berdasarkan manfaatnya untuk menurunkan insidensi TB paru, penggunaan statistik spasial dalam mempelajari faktor risiko TB paru sangat dianjurkan. [JK Unila. 2016; 1(2)]Kata kunci: faktor risiko, insidensi, statistik spasial, tuberkulosis
HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK, SOSIAL EKONOMI KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU BERBASIS ANALISIS SPASIAL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANARAGAN JAYA Cana, Arla Erit Siktia; Rengganis Wardani, Dyah Wulan Sumekar; Susianti, Susianti
Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Vol 11, No 2 (2024): Volume 11 Nomor 2
Publisher : Prodi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/jikk.v11i2.13246

Abstract

Abstrak: Hubungan Faktor Lingkungan Fisik, Sosial Ekonomi Kejadian Tuberkulosis Paru Berbasis Analisis  Spasial Di Wilayah Kerja Puskesmas Panaragan Jaya.  Tuberculosis (TBC) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang paru dan organ lainnya. Pada tahun 2022 Kementerian Kesehatan bersama seluruh tenaga kesehatan berhasil mendeteksi  TBC di Indonesia sebanyak lebih dari 717.941 kasus. Berdasarkan data laporan Puskesmas Panaragan Jaya selama tahun 2020-2022 kasus TBC terus mengalami peningkatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan faktor lingkungan fisik (akses ke pelayanan Kesehatan dan cakupan rumah sehat) dan sosial ekonomi (kepadatan penduduk dan keluarga pra sejahtera) dengan kejadian TBC berbasis analisis spasial di wilayah kerja puskesmas Panaragan Jaya Tahun 2020 - 2022. Penelitian ini terbagi menjadi dua jenis yaitu sub penelitian 1 yang membahas tentang hubungan lingkungan fisik sosial ekonomi secara individu dan merupakan penelitian Case-control dan sub penelitian ke 2 membahas tentang analisis spasial dengan wilayah persebaran penyakit TBC. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja puskesmas panaragan jaya  yang memiliki 8 kelurahan. Pelaksanaan Penelitian dilakukan pada bulan agustus - november tahun 2023. Hasil penelitian yang telah dilakukan diwilayah kerja puskesmas panaragan jaya menunjukkan bahwa faktor lingkungan fisik, sosial ekonomi yang berhubungan dengan penyakit TB paru adalah rumah sehat, kepadatan hunian , pendapatan perkapita dengan nilai p value < 0,05 sedangkan faktor yang tidak berhubungan dengan penyakit TB paru adalah akses ke pelayanan Kesehatan. Hasil analisis spasial persebaran Kasus TB paru tertinggi tahun 2020-2022 berada di kelurahan Panaragan Jaya dengan jumlah 49 kasus.
Article Review: Faktor Risiko dan Klasifikasi Retinopati Diabetik pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dalillah, Fathian Nur; Yusran, Muhammad; Kurniati, Intanri; Rengganis Wardani, Dyah Wulan Sumekar
Medula Vol 14 No 2 (2024): Medula
Publisher : CV. Jasa Sukses Abadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53089/medula.v14i2.958

Abstract

Diabetik retinopathy (DR) is a major complication of diabetes mellitus and the leading cause of vision loss. This condition can result in vision impairment and even blindness if not promptly and accurately managed. Risk factors that can increase the likelihood of someone experiencing diabetik retinopathy include age, gender, poor glycemic control, hypertension, dyslipidemia, pregnancy, and smoking. Several of these risk factors can lead to diabetik retinopathy through various mechanisms, such as increased oxidative stress, elevated permeability of retinal blood vessels, formation of hard exudates, and other mechanisms. The classification of diabetik retinopathy is divided into two types: nonproliferative diabetes retinopathy (NPDR) and proliferative diabetes retinopathy (PDR). Nonproliferative is further categorized into three severity levels: mild, moderate, and severe, while proliferative is divided into advanced and very advanced stages. The global prevalence of diabetik retinopathy is approximately 34.6%. In Indonesia, the prevalence of diabetes has reached 10.7 million people, making it one of the top 10 countries with the highest diabetes incidence in the world. The province of Lampung also has a significant number of diabetes cases. According to a study, the prevalence of diabetes in Lampung Province is 9.3%. The objective of this article is to enhance comprehension regarding the risk factors impacting the progression of Diabetic Retinopathy (DR). This piece will explore the factors that contribute to an increased severity of DR.
Tinjuan Pustaka: Hubungan Jenis Kelamin dan Hormon Androgen dengan Kejadian Dry-Eye Disease Fairuz Hanan, Sifa’Syaharani; Rengganis Wardani, Dyah Wulan Sumekar; Rudiyanto, Waluyo; Himayani, Rani
Medula Vol 14 No 3 (2024): Medula
Publisher : CV. Jasa Sukses Abadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53089/medula.v14i3.992

Abstract

Dry eye disease (DED) is a multifactorial condition on the surface of the eye that occurs due to disruption of tear film homeostasis with manifestations of symptoms such as tear film instability, hyperosmolarity, inflammation, eye surface damage, and neurosensory abnormalities. DED can occur due to decreased eye fluid production or increased tear evaporation which is generally caused by meibomian gland dysfunction. The global prevalence of DED ranges from 5-50%, with women having a higher risk than men. The prevalence of dry eye in women (3.2 million) is higher than in men (1.6 million) aged over 50 years. Asian ethnicity is the most consistent risk factor for DED. The female gender factor is a risk in the development of DED with increasing age. The pathophysiological mechanisms of DED can be influenced by differences in endocrine function related to sex, especially androgen, estrogen and other hormones. The meibomian and lacrimal glands are target organs for androgen hormones, and low androgen activity can cause meibomian gland dysfunction and inflammation of the lacrimal glands, contributing to the occurrence of DED. In addition, differences in gene expression affect mucin production by the cornea and conjunctiva, as well as other hormonal involvement can also affect eye health and cause dry eye symptoms. Further understanding of the relationship between gender, hormones, and pathophysiological mechanisms of DED may aid the development of more effective treatment strategies.