Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Fenomena Cyberbullying Pembiaran Juvenile Deliquency Dalam Teknologi Media Baru Djamzuri, Muhammad Irfan; Mulyana, Agung Putra
JISIP: Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan Vol 7, No 1 (2023): JISIP (Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan) (Januari)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58258/jisip.v7i1.4801

Abstract

Berdasarkan data APJII tahun 2020 mengenai bully di media sosial 31,8 % memilih untuk membiarkan saja, sedangkan hanya 6,7 % yang menjawab melaporkan kepihak berwajib, dan paling besar sekitar 40 % menjawab tidak tau. Tidak teridentifikasinya bully dan cyber-bully pada masyarakat Indonesia, menyebabkan munculnya berbagai fenomena-fenomena perundungan yang berakhir dengan didapatkan kasus korban depresi dan meninggal. Seperti muncul kasus Bullying/perundungan Anak Setubuhi Kucing di Tasikmalaya. Korban dipaksa oleh teman-temannya. direkam menggunakan video telepon seluler kemudian menyebar itu masih menyebar di kalangan tetangga melalui via WhatsApp dan bergulir di jejaring internet serta viral di media sosial. Dampak perundungan itu, menyebabkan korban depresi berat dan meninggal dunia. Ironinya ada usaha untuk berdamai dengan pertemuan antara para orang tua RT, RW dan kepala desa yang ada di lingkungan tersebut. Pertemuan tersebut berujung pada kedua pihak memaklumi kejadian tersebut hanya kenakalan yang biasa. Unggahan gambar dan video bahkan menyebarkan rumor di jejaring sosial. Awalnya hanya bersifat candaan/guyonan/meme namun berubah menjadi makian, cacian, hinaan bahkan ancaman. Pembiaran terhadap materi/konten tersebut bahkan tidak adanya efek jera bagi peng-upload materi/konten tersebut. Menyebabkan terjadinya pembiaran Juvenile Deliquency bahkan dianggap normal oleh masyarakat dan penegak hukum. Berbeda dengan cyberbullying/Juvenile Cyber Deliquency, Juvenile digitized Deliquency/kenakalan remaja mengunakan online bisa menjadi lebih berpotensi negative ketimbang perundungan maya itu sendiri.
Fenomena Netflix Platform Premium Video Streaming membangun kesadaran cyber etik dalam perspektif ilmu komunikasi Djamzuri, Muhammad Irfan; mulyana, agung putra
JISIP: Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan Vol 6, No 1 (2022): JISIP (Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58258/jisip.v6i1.2804

Abstract

Netflix sebagai salah satu media layanan streaming video film dan serial televisi dunia memberikan dampak kepada budaya perfilman umat manusia. Menurut penelitian yang diterbitkan oleh Media Partners Asia (MPA) Mempublikasi bahwa platform video premium, seperti Netflix, Viu, WeTV, iQIYI dan Vidio mendapatkan 10% share/bagian dari Share Of Video Streaming Minutes In SEA di Q1 2021 (triwulan 1 tahun 2021). Dari Share Premium Video Streaming in SEA, Netflix telah memimpin konsumsi video premium dengan pangsa 40%, didorong oleh luas daya tarik katalog internasionalnya. Besarnya pemanfaatan Netflix yang begitu masif dan eskalatif di Indonesia, telah diantisipasi oleh Kementerian Kominfo sebagai perpanjangan dari regulator/ pemerintah RI. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif tentang konsep Etika maya/ cyber-ethics. Peneliti mencoba memahami Netflix sebagai entitas bentuk platform film Menggunakan penjelasan Richard A. Spinello mengenai Etika Maya (cyber-ethics) dan argumen Richard A. Spinello terkait Governing and Regulating the Internet yang dipubikasikan pada Artikel ACM SIGCAS Computers and Society tahun 2000 dengan judul Excerpt from CyberEthics: Morality and Law in Cyberspace. Film dan Televisi dapat dibahas dari berbagai aspek. Dalam konteks di Indonesia, regulasi yang dihasilkan untuk mengatur Film dan Televisi, yaitu lahirnya Undang-Undang Penyiaran No.32 Tahun 2002 dan Undang-Undang No. 33 Perfilman Tahun 2009. Netflix merupakan Platform Premium Video Streaming terindikasi mengandung unsur ponografi, SARA, LGBT, dan sadisme. Namun Netflix tidak bisa diregulasi oleh Undang-Undang Penyiaran No.32 Tahun 2002 dan Undang-Undang No. 33 Perfilman Tahun 2009. Tetapi  menggunakan UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Secara Regulasi netflix harus tunduk dengan aturan UU Telekomunikasi. Pemahaman cyber-ethics menjadi pembahasan yang penting dan harus mampu mengkaji perilaku yang sesuai moral, hukum, dan isu-isu sosial sebagai alat interaksi antar manusia. Berdasarkan Excerpt From CyberEthics: Morality and Law in Cyberspace ada solusi yang ditawarkan oleh Richard A. Spinello (2014) adalah Internet Governance/ Tata Kelola Internet. Selain melakukan Direct State Intervention, negara juga bisa membuat literasi terhadap membangun kesadaran cyber-ethics. Pemahaman Cyber-ethics dapat ditumbuhkan dengan memahami cyber wellness
Cancel Culture di Era Media Baru: Analisis Komunikasi Atas Implikasi Sosial dalam Kasus Overclaim Skincare Djamzuri, Muhammad Irfan; Mulyana, Agung Putra
Nuansa Akademik: Jurnal Pembangunan Masyarakat Vol. 9 No. 2 (2024)
Publisher : Lembaga Dakwah dan Pembangunan Masyarakat Universitas Cokroaminoto Yogyakarta (LDPM UCY)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47200/jnajpm.v9i2.2621

Abstract

The cancel culture phenomenon that can be found in digital society is that individuals such as public figures, groups or brands can be exposed to social exclusion, criticism and even massive boycotts on social media. A phenomenon often found on platforms  Cancel culture occurs due to the composition of the rapid dissemination of information and the influence of developing public opinion plus algorithms that apply it until content goes viral on social media. In this digital era of connectivity, local phenomena can become global issues, the Cancel culture effect is a consequence that cannot be avoided by individuals or groups and a company brand.  Research with communication, social, cultural and psychological approaches, as well as duality analysis of Cancel cultural phenomena as social control or giving rise to injustice and freedom of expression. The literature study approach allowed Cancel culture to be found in several cases in Indonesia, especially involving health figures such as Dr. Richard Lee and detective doctor content on TikTok, as well as raising the issue of overclaimed Skincare products and Skincare products that are thought to be dangerous.  The concept of "canceling" in Cancel culture is a social media phenomenon that has emerged regarding Skincare which is suspected of being overclaimed and dangerous Skincare which is considered to violate norms or is inappropriate by the general and digital public. This phenomenon contributes to opinions and opinions in the form of hashtags and triggers the emergence of the phenomenon of conformity and spiral of silence in society which can pave the way for further research.
DUKUNGAN TEKNOLOGI DTMF SEBAGAI BENTUK DETERMINISME TEKNOLOGI DALAM BUDAYA KOORDINASI Mulyana, Agung Putra; Irfan, Muhammad; Santoso, Ade Budi
Akrab Juara : Jurnal Ilmu-ilmu Sosial Vol. 5 No. 4 (2020)
Publisher : Yayasan Azam Kemajuan Rantau Anak Bengkalis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Teknologi Dual Tone Multiple Frequency ( DTMF ) mampu menerjemahkan signal tone dari sebuah keypad handphone ( HP ) sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sistem kendali untuk alat yang akan dikendalikan. Peralatan tersebut digunakan untuk mendukung komunikasi tanpa tatap muka disaat proses koordinasi. Keterbatasan perangkat komunikasi HT ( Handy Talkie ) yang memiliki jangkauan komunikasi yang pendek, sebelumnya para crew televisi sudah terbiasa membentuk kordinasi penting dalam budaya tatap muka. Namun disaat perangkat DTMF digunakan oleh para crew maka budaya tatap muka telah mulai ditinggalkan meskipun antar crew dengan stasiun pusat telah berjauhan. Maka pemanfaatan dukungan dtmf mampu membentuk budaya kelompok kecil masyarakat. Dimana teknologi DTMF mampu mempengaruhi aspek moral dan etika dalam hubungan antara manusia dan manusia krena sebuah teknologi. Para crew televisi sebelum menggunakan dukungan teknologi DTMF memiliki budaya kordinasi tatap muka atau face to face. Namun saat ini membentuk budaya baru kordinasi yang sudah mengandalkan DTMF karena dianggap sebagai teknologi yang memiliki parameter efisiensi dak efektivitas dalam mencapai tujuan tertentu tanpa tatap muka. Akibatnya makna dalam kehidupan manusia telah usai karena relasi antara manusia dan teknologi.
Representasi Representasi Superego pada Karakter Beruang dalam Kartun Masha and the Bear Episode Tracks of Unknown Animals Erino, Anggie Putri; Mulyana, Agung Putra
Abstrak : Jurnal Kajian Ilmu seni, Media dan Desain Vol. 2 No. 5 (2025): September: Abstrak : Jurnal Kajian Ilmu seni, Media dan Desain
Publisher : Asosiasi Seni Desain dan Komunikasi Visual Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62383/abstrak.v2i5.937

Abstract

The rapid growth of digital technology has significantly transformed the way children access entertainment, particularly through streaming platforms such as Netflix. One popular animated series, Masha and The Bear, especially the episode “Tracks of Unknown Animals,” presents rich visual symbolism suitable for analysis through a semiotic approach. This study applies Sigmund Freud’s psychoanalytic theory, focusing on the concept of the superego, to examine the character of the Bear, who demonstrates patience, protectiveness, and tolerance toward Masha’s curiosity-driven behavior. The main objective of this research is to reveal how the representation of the superego is embodied through the Bear’s actions and responses in various challenging situations. The semiotic analysis interprets visual signs, expressions, and character interactions within the narrative. The findings indicate that the Bear serves as a moral figure representing the function of the superego in controlling Masha’s impulses and behavior. Therefore, this animated film not only provides entertainment but also conveys moral messages that reflect psychological and educational values for its audience.
Netnografi Hashtag #KaburAjaDulu : Interaksi dan Konstruksi Makna dalam Media Baru Mulyana, Agung Putra; Djamzuri, Muhammad Irfan
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 5 No. 3 (2025): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v5i3.18661

Abstract

Hashtag menjadi salah satu elemen penting dalam komunikasi digital yang akan membentuk wacana publik di media baru. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola interaksi pengguna dan konstruksi makna hashtag #KaburAjaDulu dengan pendekatan netnografi. Data dikumpulkan melalui observasi non-partisipatif pada platform media sosial terhadap konten yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hashtag #KaburAjaDulu ini digunakan sebagai kritik sosial, serta membentuk arena utama dalam menyampaikan pesan. Sehingga penelitian ini memberikan kontribusi dalam memahami dinamika penggunaan media baru dalam membentuk persepsi dan interaksi sosial publik. Kata Kunci: Netnografi, Hashtag, Media Baru, Interaksi Digital, Konstruksi Makna
TEKNOLOGI TOKOPEDIA PLAY LIVE SHOOPING DALAM PERSPEKTIF EKOLOGI MEDIA KONVERGENSI mulyana, agung putra; Djamzuri, Muhammad Irfan
JISIP: Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan Vol 6, No 3 (2022): JISIP (Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58258/jisip.v6i3.3487

Abstract

Communication experience designed to be a digital communication technology conveys messages without limits to the communicant. This technology can even be used as an online buying and selling transaction process such as live shopping on the Tokopedia platform. The researcher discusses the form of integration of the Tokopedia Play feature in the buying and selling process. The method used is a case study with a qualitative approach and the use of interview, observation, and documentation techniques. The results of this study can be seen that the Tokopedia Play menu is able to affect human feelings because it is displayed on the main page of the application. In terms of media convergence, Tokopedia's shopping activities are considered as a form of communication in terms of marketing and even embedded as an entertainment platform, so not only buying and selling transactions but buyers can also enjoy the content presented.