Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

PERSYARATAN SUKSESOR GEREJA SUARA KEBENARAN INJIL Nixon, Grant
VOX DEI: Jurnal Teologi dan Pastoral  Vol. 1 No. 1 (2020): Juni 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Ekumene Jakarta.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (435.912 KB) | DOI: 10.46408/vxd.v1i1.8

Abstract

Succession in an organization cannot be separated from certain requirements of a successor that is expected to be in line with the organization's vision, mission, and values. Therefore, Gereja Suara Kebenaran Injil (GSKI) as an organization must have a description of the successor's accommodative requirements in realizing the interests of the organization in the future. This paper aims to describe the successor requirements that are accommodating to the needs of the GSKI organization in the future based on field findings and a biblical study of Joshua as a successful successor model. The requirements found were proposed as a constructive recommendation for the standard and accommodating successor requirements within the GSKI body. This research uses a qualitative method with a grounded theory approach. Data collection techniques were carried out through interviews with stakeholders and literature studies. Data were analyzed by synthesizing the findings in the literature study and interviews. The synthesis between interview findings and literature study produced a conceptual framework regarding accommodative successor requirements. The analysis shows that the requirements of accommodative GSKI successors are those who have a healthy and consistent spirituality, educated teachers, pastors who are skilled in pastoral care, accomplished organizers and person who has the vision to improve organizational quality collectively. This research concludes that the requirements of the GSKI successors in the future are deeply intersected with the quality of the present GSKI leader. Achieving this is greatly influenced by an effective mentoring and empowerment process.
Book Review: Emerging Gender Identities: Understanding The Diverse Experiences of Today’s Youth Grant Nixon
PASCA : Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 17 No 1 (2021): PASCA: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Baptis Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46494/psc.v17i1.128

Abstract

Buku ini memberikan gambaran terkini dan penanganan pastoral mengenai isu krisis identitas gender atau gender dysphoria yang semakin melebar secara kategorial. Gender dysphoria dapat diartikan sebagai konflik identitas yang berkaitan dengan ketidaksesuaian ciri-ciri biologis seseorang dengan identitas gendernya. Para penulis mendekati perluasan identitas gender di tengah kaum muda Amerika Serikat -maupun belahan dunia lain- melalui pendekatan sosiologis dan psikologis secara deskriptif-analitis. Isu perluasan identitas gender atau emerging gender identities harus dipahami lebih dari sekadar masalah biologis, melainkan permasalahan multipleks yang saling memengaruhi. Yarhouse dan Sadusky memberikan pembaca Kristen perspektif yang utuh mengenai pro dan kontra isu perluasan identitas gender dalam bagian pertama serta menyajikan kepada para pelayan maupun orang tua pendekatan terbaik dalam menghadapi isu ini dari kacamata teolog Injili dalam bagian kedua.
EKSPOSITORI KEJADIAN 11:1-9: DALAM MEMAKNAI PERAN AWAL KEMUNCULAN KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA Yudi Fernando Pangemanan; Grant Nixon
DA'AT : Jurnal Teologi Kristen Vol. 2 No. 2 (2021): Juli 2021
Publisher : Program Studi Teologi, Fakultas Teologi, Institut Agama Kristen Negeri Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (273.442 KB) | DOI: 10.51667/djtk.v2i2.502

Abstract

Artikel ini membahas hubungan antara peristiwa keruntuhan Menara Babel dalam Perjanjian Lama, serta bagaimana memaknainya sebagai berkat Komunikasi. Keruntuhan Menara Babel bukan hanya dipandang sebagai murka TUHAN sehingga mengacaubalaukan bahasa dan logat, tetapi bisa juga dipandang sebagai bentuk lain dari cara TUHAN memperkenalkan diri-Nya. Artikel ini hendak memberi kontribusi pemikiran teologis sekaligus advokasi terhadap komunikasi lintas budaya untuk menciptakan jati diri yang benar melalui analisis narasi Kejadian 11:1-9. Analisis ini bertujuan untuk meninjau dengan baik teks yang berkontribusi bagi peran komunikasi lintas budaya. Sehingga analisis ini diharapkan bermanfaat memperkaya khazanah pemikiran teologi terkait narasi Kejadian 11:1-9 dan memberi penekanan bagi pentingnya pembahasan mengenai komunikasi lintas budaya dari refleksi peristiwa keruntuhan Menara Babel dalam pemikiran teologis serta pelayan an gerejawi. Pada akhirnya komunikasi lintas budaya juga menjadi faktor hubungan yang ideal dalam menjalin kerjasama untuk mencapai tujuan yang sama serta berperan penting dalam memperkenalkan hal baru yang belum diketahui oleh pihak lain. Sehingga secara keseluruhan dapat ditarik kontekstual yang utuh untuk menjelaskan pemaknaan komunikasi lintas budaya melalui peristiwa menara Babel.
Missio Dei dalam Konteks Indonesia: Analisis Naratif Matius 18:15-17 sebagai Misi Allah bagi Gereja Hanry Chandra; Grant Nixon; Martina Novalina
KHARISMATA: Jurnal Teologi Pantekosta Vol 4, No 1: Juli 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Alkitab Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47167/kharis.v4i1.77

Abstract

The Church is a fellowship of the sinners who have accepted Jesus Christ as Lord and saviour. Ironically, even after receiving forgiveness of sin, congregations are still human beings who still have the potential to do sin or mistake. It can happen to anyone, whether he is a church member, servant, or even pastor. Besides that, sin and mistake can happen in multiple forms and places, internally or externally. This article itself is an effort to find a biblical formulation in order to face this reality within the church ministry. This formulation can be found within Matthew 18:15-17 which contains a special discourse in Matthew concerning the church. The Church often understands Missio Dei or God’s mission only for non-Christian. According to this research, by using a descriptive-analytical method toward Matthew 18:15-17, which is a proportional hermeneutic approach, there seems a concept that Missio Dei also goes to Christians who live in sin. God loves sinners and because of that, He arranges how a Christian community faces its members who did sin. In this case, Matthew 18:15-17 teaches a concept that Missio Dei happens in multidimensional, including the one who has known God, yet falls in sin again.AbstrakPemahaman Missio Dei yang terlalu terpusat pada gereja cenderung menempatkan sasarannya atas bangsa-bangsa yang belum terjangkau Injil atau daerah-daerah yang belum pernah dijelajah. Hal ini menyebabkan perhatian Missio Dei sangat dominan pada usaha kon-versi. Mereka yang telah terhisab dalam gereja dipandang sebagai “yang telah ditemukan”, sehingga tidak lagi menjadi sasaran utama dalam pembahasan misi. Padahal penekanan pada usaha konversi semacam ini dapat menjadi tantangan tersendiri dalam misi konteks Asia, terutama Indonesia. Melalui penelitian dengan menggunakan metode deskriptif analitis terhadap Matius 18:15-17, yaitu melalui pendekatan hermeneutik yang proporsional, ditemukan suatu konsep bahwa Missio Dei berlaku juga bagi mereka yang sudah Kristen namun jatuh dalam dosa. Allah mengasihi orang berdosa dan oleh sebab itu, Ia mengatur bagaimana komunitas Kristen menghadapi jemaat yang berbuat dosa. Dengan kata lain, teks Matius 18:15-17 mengajarkan satu konsep bahwa Missio Dei berlaku dalam berbagai dimensi, termasuk bagi orang-orang Kristen yang sudah mengenal Allah, namun berbuat dosa lagi. 
Ketika Rumah Tidak Lagi Aman: Merefleksikan Narasi Kekerasan Seksual dalam 2 Samuel 13:1-22 melalui Perspektif Feminis Bianca Adonia Yasiem; Grant Nixon
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 6, No 2 (2022): April 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v6i2.673

Abstract

Abstract. This article aimed to reflect on sexual violence in the family through the narrative of 2 Samuel 13:1-22. Sexual violence in the family thrives in a patriarchal society structure. This article responded to the issue of gender-based sexual violence by conducting a theological reflection on 2 Samuel 13:1-22 through a feminist perspective. Therefore, this article voices the experiences and perspectives of women on the issue of sexual violence in the family as an effort to strengthen the discourse on the eradication of sexual violence in any form. This study revealed that gender inequality in the structure of a patriarchal society contributes to violence against women. Therefore, it is necessary to advocate for women victims of violence because they are in a powerless position.Abstrak. Artikel ini bertujuan untuk merefleksikan kekerasan seksual dalam keluarga yang terdapat dalam narasi 2 Samuel 13:1-22. Kekerasan seksual dalam keluarga tumbuh subur dalam struktur masyarakat patriarkis. Artikel ini merespons isu kekerasan seksual berbasis gender dengan melakukan refleksi teologis atas 2 Samuel 13:1-22 melalui perspektif feminis. Oleh karenanya, artikel ini menyuarakan pengalaman dan perspektif perempuan terhadap isu kekerasan seksual dalam keluarga sebagai usaha penguatan diskursus penghapusan kekerasan seksual dalam bentuk apa pun. Melalui kajian ini terungkap bahwa ketidaksetaraan gender dalam struktur masyarakat patriarki menyumbang terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Oleh karena itu, diperlukan advokasi terhadap perempuan korban kekerasan oleh karena mereka berada dalam posisi yang tidak berdaya.
Iman Rahab: Sebuah Refleksi Teologis Terhadap Iman Kaum Marginal Andri Arbet Laik; Grant Nixon
Vox Dei: Jurnal Teologi dan Pastoral  Vol. 3 No. 1 (2022): Juni 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Ekumene Jakarta.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46408/vxd.v3i1.50

Abstract

Kaum marginal adalah mereka yang tersisihkan dalam kehidupan masyarakat oleh karena status sosial mereka yang rendah, dan dianggap sebagai sampah masyarakat. Kaum marginal terpinggirkan dalam segala bidang, termasuk dalam bidang keagamaan yang berhubungan dengan iman. Berdasarkan penelitian, kaum marginal cenderung mendapatkan stigma negatif karena latar belakang dan status sosial, bahkan dalam hal iman, masyarakat cenderung memiliki stigma negatif terhadap kaum ini, karena kaum marginal dianggap memiliki kualitas iman yang rendah dan cenderung tidak percaya kepada Tuhan. Hal ini menyebabkan tumbuhnya sikap fatalistik, rasa malu, dan rasa terasingkan, sehingga hal ini membuat hati mereka cenderung ragu akan kebijaksanaan dan kasih Allah. Oleh karenanya kajian terhadap tokoh Rahab dalam narasi Yosua 2:1-24 untuk membahas secara khusus mengenai iman seorang marginal dalam masyarakat zaman Kanaan kuno, yang lewat perbuatannya ia membuktikan imannya yang sejati kepada Allah. Studi tentang iman tokoh Rahab ini merupakan refleksi teologis terhadap iman kaum marginal di masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode penafsiran eksposisi terhadap narasi, berdasarkan prinsip hermeneutik. Hasil penelitian ini adalah kualitas iman atau iman yang sejati dari seorang tidak bisa diukur berdasarkan status sosialnya, karena iman yang sejati lahir dari hati yang takut akan Tuhan, yang tercermin dalam perbuatan.
Strategy of Livelihood among Persons Having Social Stigma in Sexual Orientation Grant Nixon; Mia Siscawati; Juliana Mohd Arpa; Eliza Christabella Phuanerys
JSW (Jurnal Sosiologi Walisongo) Vol 6, No 1 (2022)
Publisher : Faculty of Social and Political Sciences - UIN Walisongo Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/jsw.2022.6.1.10824

Abstract

The dilemma of bisexual identity not only brings existential problems for their identity but also their livelihood. This article focused on the pandemic time and showed the challenges and strategies of Christian bisexual groups to maintain their livelihoods before and after the pandemic. This article aimed to expose the strategy of livelihood among the persons having social stigma in sexual orientation in a heteronormative hegemonic system such as Indonesia. Applying a qualitative method with a case study of two Christian bisexuals, this study showed two main findings: first, gender and bisexual orientation have an impact on rejection, oppression, and job transfer in the period before and after the pandemic due to unequal power relations in heteronormative structures. These power relations also lead to the neglect of non-heteronormative contributions to the informal sector in a heteronormative economic structure. Secondly, bisexual individuals developed a particular resilience strategy during a pandemic, one of which is by utilizing informal networks with non-heteronormative groups. Another finding is the influence of religion which simultaneously provides support and oppression to the livelihoods of non-heteronormative groups.
Analisis Kisah Yefta dalam Hakim-hakim 11:29-40 Michael Marthinus Selly; Grant Nixon
Angelion: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 3, No 2 (2022): Desember 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jan.v3i2.127

Abstract

Kitab Hakim-hakim berisi berbagai kisah dari dua belas hakim yang diutus Tuhan, salah satu di antaranya adalah Yefta. Tuhan memanggil Yefta setelah sekian lamanya Ia marah kepada bangsa Israel. Penelitian ini dilakukan untuk menemukan alur kisah Yefta sejak pemanggilannya hingga penggenapan nazarnya, dan memperoleh gambaran apa yang sesungguhnya terjadi pada penggenapan nazar Yefta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis naratif. Hasil dari penelitian ini adalah, Yefta dipilih sebagai pemimpin orang Gilead, Tuhan menyerahkan kemenangan Yefta bukan hanya atas bani Amon di Mizpah Gilead, kemenangan yang diperoleh Yefta harus dibayarkan dengan nazar yang ia ucapkan kepada Tuhan, dan ia tidak bisa lari atau mengingkari nazar tersebut. Penggenapan nazar Yefta bukanlah menjadikan putrinya layaknya hewan korban bakaran, tetapi menjadikan putrinya persembahan untuk mengabdi kepada Tuhan.
Penderitaan tidak kasat mata di tengah pandemi: analisis naratif Hakim-hakim 19:1-30 dalam perspektif feminis Nixon, Grant; Sabdono, Erastus; Novalina, Martina
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 7, No 1: April 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v7i1.252

Abstract

Statistics show an increase in violence against women during a pandemic. Violence experienced by women is invisible and silent suffering that can be heard on humanitarian issues during a pandemic. This article intends to contribute to theological thinking as well as advocacy for women suffering during the pandemic. This theological thinking is built through a narrative analysis of Judges 19: 1-30 using a feminist perspective narrative analysis. This analysis aims to critically review the text of violence from a pro-women perspective. It is hoped that this analysis will be useful in enriching the treasures of theological thought related to the narrative of Judges 19: 1-30 and emphasizing the importance of discussing gender-based violence in theological thinking and ecclesiastical ministry. In the end, violence against women in Judges 19: 1-30 cannot be separated from the phenomenon of moral degradation among the Israelites. So contextually, the existence of gender-based violence, especially against women, can be seen as a moral crisis that must be seriously confronted during a pandemic. Abstrak Statistik menunjukkan adanya peningkatan kekerasan terhadap perempuan pada masa pandemi. Kekerasan yang dialami perempuan adalah penderitaan yang tidak kasat mata dan sunyi terdengar pada isu kemanusiaan di masa pandemi. Artikel ini hendak memberi kontribusi pemikiran teologis sekaligus advokasi terhadap perempuan yang menderita di masa pandemi. Pemikiran teologis ini dibangun melalui analisis narasi Hakim-hakim 19:1-30 dengan menggunakan analisis naratif berperspektif feminis. Analisis ini bertujuan untuk meninjau dengan kritis teks kekerasan dengan perspektif yang berpihak pada perempuan. Analisis ini diharapkan bermanfaat memperkaya khazanah pemikiran teologis terkait narasi Hakim-hakim 19:1-30 dan memberi penekanan bagi pentingnya pembahasan mengenai kekerasan berbasis gender dalam pemikiran teologis serta pelayanan gerejawi. Pada akhirnya, kekerasan terhadap perempuan dalam Hakim-hakim 19:1-30 tidak dapat dilepaskan dari fenomena degradasi moralitas di antara bangsa Israel. Sehingga secara kontekstual, eksisnya kekerasan berbasis gender, khususnya kepada perempuan, dapat dilihat sebagai krisis moralitas yang harus dikonfrontasi dengan serius pada masa pandemi.
Nostra Aetate: Sebuah alternatif menuju keharmonisan di tengah suburnya intoleransi dan diskriminasi Novalina, Martina; Nixon, Grant; Sabdono, Erastus; Eli Zaluchu, Sonny; Christabella Phuanerys, Eliza
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 7, No 2: Teologi Menstimulasi Nilai-nilai Kemanusiaan dan Kehidupan Bersama dalam Bingkai Kebang
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v7i2.340

Abstract

Pandemi Covid 19 memberi dampak di berbagai lini kehidupan. Salah satunya adalah meningkatnya angka diskriminasi dan intoleransi yang dialami oleh berbagai kalangan masyarakat dari berbagai penganut agama maupun golongan. Banyak cara telah dilakukan demi hilangnya intoleransi dan diskriminasi di Indonesia namun masih saja terdapat tindakan-tindakan tersebut. Paper ini mengusulkan konsep dialog yang bertumpu pada deklarasi Nostra Aetate. Pendekatan utama yang dilakukan dalam paper ini adalah teori-kritik (critical theory) untuk menganalisa secara deskriptif konsep-konsep utama yang dibahas yakni Nostra Aetate dan dialog kerukunan. Hasil yang didapat adalah bahwa deklarasi Nostra Aetate merupakan sebuah tawaran alternatif yang dapat diambil di Indonesia guna menyampaikan kasih Allah kepada manusia melalui beberapa cara dialogis, pastoral dan harmonis.