Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

VARIASI BAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR JATIPURA KABUPATEN KARANGANYAR Harsono, Harsono; Efendi, Agus; Priyatiningsih, Nurpeni; Deswijaya, Adi
Kawruh: Journal of Language Education, Literature and Local Culture Vol. 2 No. 2 (2020)
Publisher : Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32585/kawruh.v2i2.932

Abstract

Interaksi jual-beli menempatkan bahasa sebagai elemen penting dalam proses tawar menawar dan komunikasi antara penjual dan pembeli. Bentuk komunikasi bahasa antara penjual dan pembeli di pasar memiliki banyak variasi kebahasaan. Sifat heterogenitas pada penutur di lingkungan pasar memunculkan keberagaman variasi kebahasan yang timbul dari komunikasi transaksional. Sebagai bentuk fenomen kebahasaan yang unik, variasi bahasa dalam komunikasi transaksional diharapkan mampu terdokumentasi dengan baik melalui penelitian ini. Pendekatan sosiolinguistik digunakan sebagai teori dasar untuk menganalisis bentuk-bentuk variasi bahasa serta faktor yang melatarbelakangi munculnya  variasi  bahasa. Penelitian  ini  merupakan penelitian  deskriptif  kualitatif. Sumber data berupa tuturan penjual dan pembeli  di pasar Jatipura Karanganyar, yang disajikan dalam data berupa transkrip percakapan antara penjual dan pembeli. Pengumpulan data  menggunakan metode  simak dengan teknik dasar  lanjutan yang digunakan melalui teknik sadap dan rekam. Teknik ini digunakan untuk menyadap dan merekam pemakaian bahasa dari para penjual dan  pembeli  dengan memanfaatkan teknik lanjutan dari teknik sadap dan rekam yaitu teknik simak libat cakap. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dan disajikan dengan metode informal dalam bentuk kata-kata. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan jawaban atas hipotesa bahwa dalam pelibatan komunikasi transaksional antara penjual dan pembeli di pasar Jatipura Karanganyar memunculkan berbagai variasi bahasa dalam aspek sistemik dan ekstrasistemik. Faktor-faktor tersebut yang melatarbelakangi munculnya variasi-variasi bahasa.
Degradasi Tradisi : Pernikahan Jawa Pada Masa Pandemi Covid-19 Harsono, Harsono; Deswijaya, Adi; Paramita Hapsari, Pradnya; Efendi, Agus
Kawruh: Journal of Language Education, Literature and Local Culture Vol. 4 No. 1 (2022)
Publisher : Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32585/kawruh.v4i1.2267

Abstract

This study aims to explain the form of modification and the factors behind the degradation of traditional values in Javanese wedding ceremonies as a result of the implementation of PPKM during the Covid 19 pandemic. The data source in this study is the event of Javanese wedding traditions in Jatipuro Karanganyar. The data are in the form of behavior, actions, words, and symbols in the Javanese wedding event in Jatipuro Karanganyar. Collecting data using the listen method using the recording technique, and the advanced note-taking technique. The research uses qualitative methods with a phenomenological approach. The method of presenting the results of data analysis using informal methods. The results explain that restrictions on community activities during the pandemic have an impact on the modification of traditional wedding ceremonies. Javanese wedding traditions are sacred and noble and become a medium for the community in synergizing in the same 'feel', being friendly and helping each other to change. The change was caused by a modification to summarize the order of the wedding ceremony and a reduction in the number of participants or cultural actors involved, during the covid 19 pandemic. This has an impact on the degradation of the value of a Javanese wedding tradition. In the past, it was created by the ancestors to have hope as a symbol of the concept of prayer of hope, andum rasa (sharing happiness), guyub (crystallization of the value of harmony), tepa selira (understanding and respecting each other), tulung tinulung (helping each other), now everything is difficult to feel. People cannot be free to be part of the running of a tradition because of the prohibition on gathering and restrictions on community social activities. The results of this study are a scientific contribution and source of learning about socio-cultural changes in society and as a reference for stakeholder policies in taking strategic steps for implementing community activities during the COVID-19 pandemic.
“Sepuh” in puppetry tradition of wayang kulit performance in ruwatan ceremony Efendi, Agus; Harsono, Harsono; Deswijaya, Adi; Pardyatmoko , Pardyatmoko
Gelar : Jurnal Seni Budaya Vol. 22 No. 1 (2024)
Publisher : Institut Seni Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33153/glr.v22i1.5955

Abstract

Ruwatan is a self-cleansing method in Javanese society for those considered sukerta (spiritually unclean person). To prevent a misfortune in life, the sukerta people must be ritually cleaned. The Murwakala performance is led by a dhalang ruwat in this ruwatan ceremonial procession, therefore a dhalang plays an important role. However, several qualifications must be met before being ordained as a dhalang ruwat and trusted to lead the ruwatan sukerta procession. The objective of the study is to explore the concept of old-aged (sepuh) in becoming a dhalang ruwat. The descriptive qualitative model was used to develop this study, the results of which were descriptions of field notes in the form of interviews with dhalang ruwat, observations, and documentation. The results showed that in order to become a dhalang ruwat, one must be descended from a dhalang ruwat, be a role model, and have married their offspring. The notion of sepuh (old-aged) in becoming a dhalang ruwat includes being psychologically mature in terms of age, as well as being spiritually capable in terms of social position.
Makna Di Dalam Bentuk Blangkon Gaya Surakarta Sebagai Ajaran Hidup Masyarakat Jawa Yuwono, Evita Putri; Sawitri, Sawitri; Deswijaya, Adi
Indonesian Journal of Social Science Vol. 3 No. 1 (2025): Januari-IJSS
Publisher : PDPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58818/ijss.v3i1.87

Abstract

Tujuan dari penelitian ini dilakukan untuk mengkaji secara mendalam makna blangkon gaya Surakarta sebagai presentasi kehidupan masyarakat jawa dengan fokus studi kota Surakarta. Metode penelitian yang digunakan yaitu menggunakan metode penelitian deskriptif. Ada beberapa pendapat bahwa blangkon mempunyai manfaat sebagai pelindung kepala dari panasnya sinar matahari. Jenis blangkon gaya Surakarta meliputi blangkon kasatriyan, blangkon perbawan, blangkon cekok mondhol, dan blangkon Mangkunegaran. Makna yang terkandung di dalamnya serta nilai Pendidikan karakter yang terdapat pada blangkon gaya Surakarta yaitu: nilai religi, nilai pendidikan, nilai budaya, dan nilai sosial. Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah blangkon gaya Surakarta dibagi menjadi 4 dan masing-masing blangkon tersebut memiliki corak dan bentuk yang berbeda beda dan mencerminkan status sosial masyarakat Jawa. Blangkongaya Surakarta bukan sebagai aksesoris kepala saja tetapi sebagai representasi masyarakat Jawa dalam dalam kehidupannya. Selain itu nilai luhur yang dapat diambil dari blangkon tersebut adalah blangkon sebagai simbol budaya yang memiliki makna serta nilai-nilai filosofis yang mencerminkan etika, kepribadian.
“Sepuh” in puppetry tradition of wayang kulit performance in ruwatan ceremony Efendi, Agus; Harsono, Harsono; Deswijaya, Adi; Pardyatmoko , Pardyatmoko
Gelar: Jurnal Seni Budaya Vol. 22 No. 1 (2024)
Publisher : Institut Seni Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33153/glr.v22i1.5955

Abstract

Ruwatan is a self-cleansing method in Javanese society for those considered sukerta (spiritually unclean person). To prevent a misfortune in life, the sukerta people must be ritually cleaned. The Murwakala performance is led by a dhalang ruwat in this ruwatan ceremonial procession, therefore a dhalang plays an important role. However, several qualifications must be met before being ordained as a dhalang ruwat and trusted to lead the ruwatan sukerta procession. The objective of the study is to explore the concept of old-aged (sepuh) in becoming a dhalang ruwat. The descriptive qualitative model was used to develop this study, the results of which were descriptions of field notes in the form of interviews with dhalang ruwat, observations, and documentation. The results showed that in order to become a dhalang ruwat, one must be descended from a dhalang ruwat, be a role model, and have married their offspring. The notion of sepuh (old-aged) in becoming a dhalang ruwat includes being psychologically mature in terms of age, as well as being spiritually capable in terms of social position.