Salah satu wujud kebudayaan tradisional Indonesia, dapat dilihat pada Arsitektur Tradisional Aceh. Arsitektur Tradisional Aceh merupakan cerminan dari budaya, pola hidup, dan nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat Aceh, sehingga bentukan arsitektur tradisionalnya dapat terlihat pada “Rumoh Aceh” (Hoesin, 1970). Rumoh Aceh merupakan wujud ekspresi keyakinan terhadap Tuhan dan adaptasi terhadap lingkungan. Menurut Mirsa (2013), unsur-unsur pada Rumah Tradisional Aceh terlihat pada bentuk rumah panggung yang ditopang oleh tiang-tiang yangdiatur sejajar, orientasi menghadap Utara dan Selatan, sehingga rumah membujur dari Timur ke Barat, menggunakan ornamen/ukiran yang menempel pada bangunan, dominan menggunakan material kayu serta menggunakan teknologi tradisional dalam membangun struktur dan konstruksinya.Seiring perkembangan zaman, pada masa sekarang dimana tuntutan akan kebutuhan, pola hidup, serta seluruh aspek kehidupannya manusia secara tidak langsung akan berdampak terhadap bentukan Arsitektur Tradisional yang mulai meninggalkan ciri keadaerahannya. Pengaruh modernisasi serta globalisasi akibatdari kemajuan teknologi bangunan, membawa perubahan dalam masyarakat dari keadaan tradisional menuju kearah modern. Hampir setiap bangunan dalam kurun waktu tertentu akan mengalami perubahan baik secara langsung maupun tidak langsung. Awalnya Arsitektur Tradisional dibangun menyesuaikan dengan norma, adat, budaya, kondisi alam dan material bangunan setempat. Dengan kemajuan teknologi bangunan, ditemukannya material- material baru dan pengerjaan struktur dan konstruksi yang lebih mudah membuat bentukan Arsitektur Tradisionaldisesuiakan dengan perubahan yang terjadi akibat kemajuan teknologi bangunan. Dalam upaya Arsitektur Tradisional tidak tersingkirkan oleh modernisasi maka Arsitektur Regionalisme muncul untuk menyatukan antara arsitektur yang lama dengan arsitektur yang baru.Konsep regionalisme berkembang sekitar tahun 1960 (Jenks, 1977), sebagai salah satu perkembangan arsitektur post-modern yang mempunyai perhatian besar pada ciri kedaerahan. Ciri kedaerahan yang dimaksud berkaitan erat dengan budaya setempat, iklim, dan teknologi pada saatnya (Ozkan, 1985). Gagasan regionalisme merupakan peleburan antara yang lama dan yang baru (Curtis,1985). Sedangkan gagasan postmodern dalam arsitektur berusaha menghadirkan yang lama dalam bentuk universal (Jenks, 1977). Menurut Curtis (1985), Regionalisme diharapkandapat menghasilkan bangunan yang bersifat abadi, melebur atau menyatu antara yang lama dan yang baru, antara regional dan universal. Arsitektur tradisional mempunyai lingkup regional sedangkan arsitektur modern mempunyai lingkup universal. Dengan demikian yang menjadi ciri utama regionalism adalah menyatukan arsitektur Tradisional dan Arsitektur Modern.Kecenderungan memakai kembali unsur desain arsitektur tradisional yang kemudian menjadi inspirasi desain arsitektur modern sebagai usaha untuk bertindak lebih baik terhadap lingkungan. Usaha ini mendukung untuk menciptakan suatu desain yang baik di Indonesia, hal ini umumnya diterapkan pada rancangan bangunankantor pemerintah, yang merupakan salah satu usaha untuk mengangkat ciri khas setiap daerah dari segi karya arsitektur. Prijotomo (1998) menyatakan bahwa suatu karya arsitektur dapat dirasakan dan dilihat sebagai karya yang bercorak lokal atau Indonesia bila karya ini mampu untuk berikut : (1) Membangkitkan perasaan dan suasana ke-Indonesiaan lewat rasa dan suasana lingkungan visual dan (2) Menampilkan unsur dan komponen arsitektural yang nampak pada corak kedaerahannya, tetapi tidak hadir sebagai tempelan atau tambahan saja.