Tujuan Penelitian: Mengidentifikasi bentuk pelaksanaan akad muzara’ah antara pemilik lahan dan penggarap di Desa Sumberanyar, Kecamatan Mlandingan, Kabupaten Situbondo. Mengevaluasi kesesuaian praktik muzara’ah tersebut dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam. Menganalisis dampak implementasi muzara’ah terhadap keberlanjutan pertanian dan kesejahteraan masyarakat setempat.Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data meliputi wawancara mendalam dengan pemilik lahan dan penggarap, dokumentasi terkait akad, serta observasi langsung terhadap aktivitas pertanian yang menggunakan sistem muzara’ah. Data dianalisis secara deskriptif dengan mengacu pada prinsip-prinsip hukum ekonomi Islam dan teori keadilan sosial dalam konteks agraria Islam.Originalitas/Novelty: Keunikan dari penelitian ini terletak pada fokusnya terhadap praktik muzara’ah tradisional yang masih dilakukan secara lisan melalui sistem "paroan" di pedesaan, yang belum banyak dikaji secara mendalam dalam perspektif hukum ekonomi Islam kontemporer. Penelitian ini juga mengangkat bagaimana akad syariah ini tidak hanya berfungsi sebagai solusi ekonomi, tetapi juga sebagai penguat nilai-nilai sosial dan tanggung jawab kolektif di tingkat lokal.Hasil Penelitian: Penelitian menemukan bahwa sistem muzara’ah di Desa Sumberanyar dilaksanakan secara lisan, dengan pembagian hasil panen sesuai kesepakatan tanpa kontrak tertulis. Pemilik lahan menyediakan lahan dan modal, sedangkan penggarap menyediakan tenaga kerja dan peralatan. Akad ini sah menurut hukum Islam selama memenuhi syarat dan rukun yang ditentukan. Praktik ini mampu meningkatkan produktivitas lahan, memperluas kesempatan kerja, serta meningkatkan kesejahteraan petani penggarap. Namun, tantangan tetap ada dalam hal transparansi kesepakatan dan penyelesaian konflik, mengingat tidak adanya kontrak tertulis atau mekanisme formal.Implikasi: Penelitian ini memberikan implikasi penting bagi pengembangan sistem pertanian syariah di pedesaan. Pertama, diperlukan edukasi hukum ekonomi Islam untuk memperkuat pemahaman para pelaku muzara’ah agar akad dilaksanakan dengan adil dan transparan. Kedua, hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar oleh lembaga keuangan syariah untuk merancang model pembiayaan berbasis akad muzara’ah yang lebih terstruktur. Ketiga, pemerintah desa dan penyuluh pertanian dapat menjadikan temuan ini sebagai acuan dalam penyusunan regulasi lokal yang mendukung keberlangsungan pertanian berbasis syariah dan berkeadilan. Research Objectives: Identify the form of muzara’ah contract implementation between landowners and cultivators in Sumberanyar Village, Mlandingan Subdistrict, Situbondo Regency. Evaluate the compatibility of muzara’ah practices with the principles of Islamic economics. Analyze the impact of muzara’ah implementation on agricultural sustainability and the welfare of the local community.Research Method: This study employs a qualitative descriptive approach. Data collection techniques include in-depth interviews with landowners and cultivators, documentation related to the contract, and direct observation of agricultural activities using the muzara’ah system. The data were analyzed descriptively, referring to the principles of Islamic economic law and the theory of social justice within the context of Islamic agrarian systems.Originality/Novelty: The uniqueness of this study lies in its focus on traditional muzara’ah practices, which are still carried out orally through the "paroan" system in rural areas—an area that has not been extensively examined from the perspective of contemporary Islamic economic law. Furthermore, this study highlights how Sharia-based contracts function not only as an economic solution but also as a means of reinforcing social values and collective responsibility at the local level.Research Results: The study found that the muzara’ah system in Sumberanyar Village is conducted verbally, with harvest-sharing based on mutual agreement and without a written contract. The landowner provides land and capital, while the cultivator contributes labor and equipment. According to Islamic law, the contract is valid as long as it fulfills the established conditions and requirements. This practice helps improve land productivity, expand employment opportunities, and enhance the welfare of farming communities. However, challenges remain, particularly in terms of agreement transparency and conflict resolution, due to the absence of formal written agreements or structured mechanisms.Implications: This research offers important implications for the development of Sharia-based agricultural systems in rural areas. First, there is a need for education in Islamic economic law to strengthen the understanding of muzara’ah actors so that contracts are conducted fairly and transparently. Second, the findings of this study can serve as a foundation for Islamic financial institutions to design more structured financing models based on the muzara’ah contract. Third, village governments and agricultural extension workers may use these findings as a reference in drafting local regulations that support sustainable and equitable Sharia-based agriculture.