The purpose of this research is to identify, analyze and criticize the application of criminal penalties for the crime of forcing sexual intercourse with a child in Decision No. 141/Pid.Sus/2023/PN Mrt. This research uses a normative juridical research method, meaning that this research starts from a legal issue by analyzing a legal problem through statutory regulations, literature and other reference materials. And this research uses several approaches, including a statutory approach, a case law approach, a historical approach, a comparative approach and a conceptual approach. The results of this research show that in the judge's opinion that punishment is imposed on perpetrators who come from ethnic groups, children are of the opinion that punishment is not merely pursuing the objectives of the law itself. The panel of judges, in considering the sentence imposed, pays attention to the condition of the community, especially the tribal community, that in tribal communities where they have different customs from society in general, so that in this case the judge in taking a stance on the sentence imposed deviates from the special minimum rules. as specified in the law. ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu guna mengidentifikasi, menganalisis, serta mengkritisi mengenai penerapan penjatuhan pidana pada Tindak Pidana Pemaksaan Melakukan Persetubuhan Terhadap Anak pada Putusan No. 141/Pid.Sus/2023/PN Mrt. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normative, artinya penelitian ini berangkat dari adanya isu hukum dengan menganalisis suatu permasalahan hukum melalui peraturan perundang-undangan, literatur dan bahan referensi lainnya. Dan penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan antara lain pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case law approach), pendekatan historis (historis approach), pendekatan perbanddingan (comparative approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Hasil dari penelitian ini melihat bahwa penjatuhan pidana terhadap pelaku yang berasal dari kalangan suku anak dalam hakim berpendapat bahwa hukuman bukanlah semata-mata mengejar tujuan hukum itu sendiri. Majelis hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan pidananya, memperhatikan pada kondisi masyarakat khususnya masyarakat suku anak dalam bahwa didalam masyarakat suku anak dalam dimana mereka mempunyai adat istiadat yang lain dari masyarakat pada umumnya sehingga dalam hal ini hakim dalam mengambil sikap terhadap pidana yang dijatuhkan menyimpang dari aturan minimal khusus sebagaimana yang ditentukan dalam undang-undang.