Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Striking a Balance: Exploring Harmony in Indonesian Criminal Law and Islamic Jurisprudence Royani, Yayan Muhammad; Park, Hee Cheol
Walisongo Law Review (Walrev) Vol 5, No 2 (2023)
Publisher : Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/walrev.2023.5.2.18196

Abstract

The long-established the Indonesian Criminal Code follows a liberal individual's tradition of Dutch criminal law that has always changed. The old criminal code is based on classical and neo-classical thinking, emphasising systematic criminal law structures and legal certainty. The basis of balance in the new criminal code is a response to a base that does not reflect the nation's values. For example, Pancasila is included as a foundation, including the value of the most exquisite element of divinity in its formulation. With the value of divinity, it is necessary to review from the perspective of religious teachings, including Islam. Islamic criminal law reflects the spirit of balance in the criminal provisions of hudud, qisas, and takzir. This article uses a comparative approach and a type of normative research. The results of the article show that the relevance of the primary balance in the new criminal code and Islamic Criminal Law is seen in several aspects, such as the relevancy of the pillar values of the balance in Pancasila, the relevancy of the fundamental balance of the mono-dualistic; the significance of the idea of a balance between the protection of victims and the individualization of criminals; and the fundamental relevance to the balance between formal and material criteria.Hukum pidana Indonesia yang sudah lama digunakan mengikuti tradisi individu bebas dari hukum pidana Belanda yang selalu berubah. Hukum Pidana lama didasarkan pada pemikiran klasik dan neo-klasik, menekankan struktur hukum pidana yang sistematis dan kepastian hukum. Dasar keseimbangan dalam Hukum Pidana baru adalah respons terhadap basis yang tidak mencerminkan nilai-nilai bangsa. Misalnya, Pancasila dimasukkan sebagai fondasi, termasuk nilai unsur ilahi yang paling indah dalam formulasinya. Dengan nilai ilahi, perlu untuk meninjau dari perspektif ajaran-ajaran agama, termasuk Islam. Hukum pidana Islam mencerminkan semangat keseimbangan dalam ketentuan pidana hudud, qisas, dan takzir. Artikel ini menggunakan pendekatan komparatif dan jenis penelitian normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa relevansi keseimbangan primer dalam kode kriminal baru dan hukum pidana Islam terlihat dalam beberapa aspek, seperti relevansi nilai-nilai pilar keseimbangannya di Pancasila, relevansi ekuilibrasi fundamental mono-dualistik; pentingnya gagasan kestabilan antara perlindungan korban dan individualisasi penjahat; dan relevansi fundamental untuk kesequilibrasi kriteria formil dan materiil.
INTERNALISASI NILAI HUKUM PIDANA ISLAM DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA (STUDI ANALISIS TINDAK PIDANA KESUSILAAN DALAM KUHP BARU DAN REGULASI DI LUAR KUHP) Royani, Yayan Muhammad
Bureaucracy Journal : Indonesia Journal of Law and Social-Political Governance Vol. 4 No. 3 (2024): Bureaucracy Journal : Indonesia Journal of Law and Social-Political Governance
Publisher : Gapenas Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53363/bureau.v4i3.610

Abstract

The process of internalizing the value of Islamic Criminal Law in positive law in Indonesia has been going on since before independence, especially in the civil field through religious courts. In the criminal field, the values of Islamic Criminal Law related to moral crimes are reflected in the articles of the Criminal Code, although they are not fully accommodated. Several articles such as Article 281 on public morality, Article 282 on the dissemination of pornography, Article 284 on adultery, and Article 285 on rape show relevance to the concepts of takzir and limit in Islamic Criminal Law. The new Criminal Code expands the internalization of these values, as seen in Article 406 concerning morality in public, article 407 concerning pornography, Articles 408-410 concerning contraception, Article 412 concerning gathering, and Article 414 concerning same-sex molestation. Article 114 on adultery also accommodates the concept of limits for perpetrators, both married and single. The reforms in the new Criminal Code show a balance in protecting societal values that are in line with the principles of Islamic law.
Sanksi Tindak Pidana Ancaman Kekerasan Pencabulan terhadap Anak oleh Tenaga Pendidik dalam Pasal 82 (1) UU No.17 Tahun 2016 jo Pasal 15 Ayat (1) Huruf (b) UU No 12 Tahun 2022 Perspektif Hukum Pidana Islam Khaerunisa, Syifa Mega; Najmudin, Deden; Royani, Yayan Muhammad
Realita: Jurnal Penelitian dan Kebudayaan Islam Vol. 23 No. 2 (2025): Jurnal Realita: Jurnal Penelitian dan Kebudayaan Islam
Publisher : LP2M Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30762/realita.v23i2.574

Abstract

Tindak pidana pencabulan terhadap anak yang dilakukan oleh tenaga pendidik merupakan pelanggaran berat yang mencederai nilai pendidikan dan hak anak. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji secara mendalam penerapan sanksi pidana terhadap tenaga pendidik yang melakukan tindak pencabulan terhadap anak, ditinjau dari perspektif hukum positif yang berlaku di Indonesia serta dalam perspektif hukum pidana Islam. Metode yang digunakan adalah deskriptif-analitis melalui studi kepustakaan dengan pendekatan kualitatif. Dalam hukum positif, sanksi diatur dalam Pasal 82 (1) UU No. 17 Tahun 2016 jo Pasal 15 (1) huruf (b) UU No. 12 Tahun 2022, yang memberikan pemberatan sanksi kepada tenaga pendidik. Dalam hukum Islam, perbuatan ini dikategorikan sebagai jarimah ta’zir dengan ketentuan hukuman yang ditetapkan oleh hakim berdasarkan pertimbangan moral dan sosial. Hasil kajian menunjukkan bahwa kedua sistem hukum sama-sama menekankan perlindungan terhadap anak dan memberikan sanksi tegas kepada pelaku, terutama bila dilakukan oleh pihak yang memiliki kuasa dan kepercayaan.
Sanksi Tindak Pidana Ancaman Kekerasan Pencabulan terhadap Anak oleh Tenaga Pendidik dalam Pasal 82 (1) UU No.17 Tahun 2016 jo Pasal 15 Ayat (1) Huruf (b) UU No 12 Tahun 2022 Perspektif Hukum Pidana Islam Khaerunisa, Syifa Mega; Najmudin, Deden; Royani, Yayan Muhammad
Realita: Jurnal Penelitian dan Kebudayaan Islam Vol. 23 No. 2 (2025): Jurnal Realita: Jurnal Penelitian dan Kebudayaan Islam
Publisher : LP2M Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30762/realita.v23i2.574

Abstract

Tindak pidana pencabulan terhadap anak yang dilakukan oleh tenaga pendidik merupakan pelanggaran berat yang mencederai nilai pendidikan dan hak anak. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji secara mendalam penerapan sanksi pidana terhadap tenaga pendidik yang melakukan tindak pencabulan terhadap anak, ditinjau dari perspektif hukum positif yang berlaku di Indonesia serta dalam perspektif hukum pidana Islam. Metode yang digunakan adalah deskriptif-analitis melalui studi kepustakaan dengan pendekatan kualitatif. Dalam hukum positif, sanksi diatur dalam Pasal 82 (1) UU No. 17 Tahun 2016 jo Pasal 15 (1) huruf (b) UU No. 12 Tahun 2022, yang memberikan pemberatan sanksi kepada tenaga pendidik. Dalam hukum Islam, perbuatan ini dikategorikan sebagai jarimah ta’zir dengan ketentuan hukuman yang ditetapkan oleh hakim berdasarkan pertimbangan moral dan sosial. Hasil kajian menunjukkan bahwa kedua sistem hukum sama-sama menekankan perlindungan terhadap anak dan memberikan sanksi tegas kepada pelaku, terutama bila dilakukan oleh pihak yang memiliki kuasa dan kepercayaan.
Analisis Yuridis Agresi Israel Di Palestina Perspektif Hukum Pidana Internasional Dan Hukum Pidana Islam Terkait Sanksi Genosida Dalam Statuta Roma Bagian 7 No. 77 Tahun 1998 Joli, Angelika; Kholid, Muhammad; Royani, Yayan Muhammad
Maqasid: Jurnal Studi Hukum Islam Vol. 14 No. 2 (2025): Maqasid Jurnal Studi Hukum Islam
Publisher : Muhammadiyah University of Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30651/mqs.v14i2.27770

Abstract

The prolonged and systematic aggression by Israel against Palestine has sparked urgent debates in the fields of international criminal law and Islamic criminal law. This study seeks to examine the issue of whether the acts committed by Israel against Palestinian civilians constitute genocide, analyzed from both perspectives. The objective is to explore the legal classification, the elements of the crime, and the applicable sanctions from international and Islamic frameworks. This research adopts a normative juridical approach using conceptual, statutory, and comparative methods. The study analyzes primary and secondary legal sources to construct a comprehensive understanding of the crime’s legal dimensions. Findings indicate that the aggression fulfills essential criteria of genocide, particularly concerning intent, systematic targeting of civilians, and the scale of destruction. From the Islamic perspective, the acts also correspond to grave offenses that endanger life, dignity, and communal safety. Both legal systems emphasize the protection of life and impose severe sanctions for crimes of such magnitude. This study underscores the need for integrated global legal accountability that aligns universal values with religious justice. Keywords: Genocide Prosecution, Israeli Aggression, Islamic Criminal Law, International Criminal Justice, Palestine Conflict
Criminal Policy to Treat Delices Against Religion and Beliefs Harmony Royani, Yayan Muhammad
Walisongo Law Review (Walrev) Vol. 3 No. 2 (2021)
Publisher : Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/walrev.2021.3.2.8369

Abstract

The protection of the rights to freedom of religion and belief in the constitution aims to create a community life based on morals based on divinity. As a country with a high level of plurality from the aspects of religion and belief, protection of religious harmony and belief is necessary to achieve this goal. Based on the above points of thought, several problems can be formulated, namely how is the current criminal policy in overcoming offenses against religious and belief harmony. And what will the future criminal policy be in overcoming offenses against religious harmony and belief. The method used in this research is a normative juridical approach, where the data used are secondary sources in the form of primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials.This research is a descriptive analytical study, namely research to describe the problem, analyze the problem and classify the problem for research purposes which are presented descriptively. The results of this study indicate that the criminal acts formulated in the Criminal Code are very limited, including not protecting beliefs protected by the constitution and there is still a divergence by including religious offenses in the Chapter on Public Order. In the non-penal policy, the regulations governing religious harmony are still ineffective and the current government is not serious about creating harmony between religious and believers. Future penal efforts can be made by updating the Criminal Code. As an effort to improve, the concept of the Criminal Code can formulate the provisions of offenses by looking at the provisions of offenses contained in the Draft Law on Religious Harmony. In non-penal efforts, the approach is through the formulation and implementation of government programs. Among them are approaches to understanding theology, education, dialogue and conflict resolution.Perlindungan atas hak kebebasan beragama dan berkepercayaan dalam konstitusi bertujuan supaya tercipta kehidupan masyarakat yang berlandaskan moral atas dasar ketuhanan. Sebagai negara dengan tingkat pluralitas yang tinggi dari aspek agama dan kepercayaan, maka perlindungan terhadap kerukunan umat beragama dan berkepercayaan mutlak dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut. Berdasarkan pokok pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu bagaimanakah kebijakan kriminal saat ini dalam menanggulangi delik-delik terhadap kerukunan umat beragama dan berkepercayaan. Dan bagaimanakah kebijakan kriminal yang akan datang dalam menanggulangi delik-delik terhadap kerukunan umat beragama dan berkepercayaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, dimana data yang digunakan adalah sumber sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier. Adapun penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis, yaitu penelitian untuk mendeskripsikan masalah, menganalisis masalah dan mengklasifikasi masalah untuk kepentingan penelitian yang disajikan secara deskriptif. Hasil dari penelitian ini bahwa tindak pidana yang dirumuskan dalam KUHP sangatlah terbatas, diantaranya belum melindungi kepercayaan yang dilindungi konstitusi serta masih terdapat divergensi dengan memasukan delik agama dalam Bab Ketertiban Umum. Dalam kebijakan non penal, regulasi yang mengatur tentang kerukunan umat beragama masih kurang efektif serta pemerintah saat ini tidak serius menciptakan harmonisasi antar umat beragama dan berkepercayaan. Upaya penal yang akan datang dapat dilakukan dengan pembaharuan KUHP. Sebagai upaya penyempurnaan, Konsep KUHP dapat memformulasikan ketentuan delik dengan melihat ketentuan delik yang terdapat dalam RUU Kerukunan Umat Beragama. Dalam upaya non penal, pendekatan melalui penyusunan dan pelaksanaan program pemerintah. Diantaranya dengan pendekatan pemahaman teologi, pendidikan, dialog dan resolusi konflik.
Relevance of the Position of the Victims in Indonesian Positive Law and Islamic Criminal Law Royani, Yayan Muhammad
Walisongo Law Review (Walrev) Vol. 4 No. 2 (2022)
Publisher : Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/walrev.2022.4.2.13244

Abstract

The position of the victim in the criminal justice system is not considered as a subject or object. These problems are inseparable from the understanding that criminal law only regulates the relationship between the state and individuals. Positive laws governing the position of victims are contained in the Criminal Code and Criminal Procedure Code as well as regulations outside the criminal justice system. The regulation is very limited to the victim as a legal object, not a determinant. In the perspective of Islamic law, the position of the victim is regulated in the crime of qisas and takzir. Victims get the right to determine punishment for criminals by implementing qisas, forgiveness or diyat. In the takzir crime, the ruler or judge can determine to compensate the victim as a forgiving or reducing crime. This research is a normative juridical research with a comparative approach. The results of the study indicate that there are similarities and differences in the regulation regarding the position of victims in positive law and Islamic law. Equality lies in the types of rights received by victims in the form of material compensation, compensation, restitution and rehabilitation except in takzir in the form of a decision to marry a rape victim. The difference lies in the position of the victim in positive law which does not include the victim as part of the criminal justice system, while in Islamic law as in qisas, the victim is an inseparable part of the criminal justice system.Kedudukan korban dalam sistem peradilan pidana tidak dianggap sebagai subjek ataupun objek. Permasalahan tersebut tidak terlepas dari pemahaman bahwa hukum pidana hanya mengatur hubungan antara negara dan individu. Hukum positif yang mengatur tentang kedudukan korban terdapat dalam KUHP dan KUHAP serta regulasi di luar sistem peradilan pidana. Pengaturannya sangat terbatas kepada korban sebagai objek hukum bukan penentu. Dalam perspektif hukum Islam kedudukan korban diatur dalam tindak pidana qisas dan takzir. Korban mendapatkan hak sebagai penentu hukuman bagi pelaku tindak pidana dengan pelaksanaan qisas, pemaafan atau diyat. Pada tindak pidana takzir penguasa atau hakim dapat menentukan mengganti kerugian korban sebagai pemaaf atau pengurang tindak pidana. Penelitian merupakan penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perbandingan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan pengaturan tentang kedudukan korban dalam hukum positif maupun hukum Islam. Persamaan terletak pada jenis hak yang diterima korban berupa pengganti kerugian materi, konpensasi, restitusi dan rehabilitasi kecuali dalam takzir berupa putusan untuk menikahi seorang korban perkosaan. Perbedaan terletak pada kedudukan korban dalam hukum positif yang tidak memasukan korban bagian dalam sistem peradilan pidana, sedangkan dalam hukum Islam sebagaimana qisas, korban merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem peradilan pidana
Striking a Balance: Exploring Harmony in Indonesian Criminal Law and Islamic Jurisprudence Royani, Yayan Muhammad; Park, Hee Cheol
Walisongo Law Review (Walrev) Vol. 5 No. 2 (2023)
Publisher : Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/walrev.2023.5.2.18196

Abstract

The long-established the Indonesian Criminal Code follows a liberal individual's tradition of Dutch criminal law that has always changed. The old criminal code is based on classical and neo-classical thinking, emphasising systematic criminal law structures and legal certainty. The basis of balance in the new criminal code is a response to a base that does not reflect the nation's values. For example, Pancasila is included as a foundation, including the value of the most exquisite element of divinity in its formulation. With the value of divinity, it is necessary to review from the perspective of religious teachings, including Islam. Islamic criminal law reflects the spirit of balance in the criminal provisions of hudud, qisas, and takzir. This article uses a comparative approach and a type of normative research. The results of the article show that the relevance of the primary balance in the new criminal code and Islamic Criminal Law is seen in several aspects, such as the relevancy of the pillar values of the balance in Pancasila, the relevancy of the fundamental balance of the mono-dualistic; the significance of the idea of a balance between the protection of victims and the individualization of criminals; and the fundamental relevance to the balance between formal and material criteria.Hukum pidana Indonesia yang sudah lama digunakan mengikuti tradisi individu bebas dari hukum pidana Belanda yang selalu berubah. Hukum Pidana lama didasarkan pada pemikiran klasik dan neo-klasik, menekankan struktur hukum pidana yang sistematis dan kepastian hukum. Dasar keseimbangan dalam Hukum Pidana baru adalah respons terhadap basis yang tidak mencerminkan nilai-nilai bangsa. Misalnya, Pancasila dimasukkan sebagai fondasi, termasuk nilai unsur ilahi yang paling indah dalam formulasinya. Dengan nilai ilahi, perlu untuk meninjau dari perspektif ajaran-ajaran agama, termasuk Islam. Hukum pidana Islam mencerminkan semangat keseimbangan dalam ketentuan pidana hudud, qisas, dan takzir. Artikel ini menggunakan pendekatan komparatif dan jenis penelitian normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa relevansi keseimbangan primer dalam kode kriminal baru dan hukum pidana Islam terlihat dalam beberapa aspek, seperti relevansi nilai-nilai pilar keseimbangannya di Pancasila, relevansi ekuilibrasi fundamental mono-dualistik; pentingnya gagasan kestabilan antara perlindungan korban dan individualisasi penjahat; dan relevansi fundamental untuk kesequilibrasi kriteria formil dan materiil.