Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Perkembangan Terapi Sistemik Pada Pruritus Melody Febriana Andardewi; Windy Keumala Budianti; Lili Legiawati; Yudo Irawan
Jurnal Kedokteran Meditek Vol 28 No 1 (2022): JANUARI-APRIL
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36452/jkdoktmeditek.v28i1.2203

Abstract

Pruritus merupakan sensasi tidak nyaman yang mencetuskan keinginan untuk menggaruk. Sensasi tersebut disebabkan oleh berbagai hal, misalnya penyakit kulit, penyakit sistemik, atau idiopatik, gangguan psikiatri, serta penyakit neurologis. Pruritus menjadi masalah kesehatan karena dapat memberi dampak negatif terhadap kualitas hidup pasien. Pendekatan tata laksana pruritus diberikan secara bertingkat mulai dari terapi dasar, terapi target, dan terapi simtomatik. Pada kasus pruritus kronik yang refrakter maupun pruritus tanpa sebab yang diketahui, terapi simtomatik berperan besar dan dapat diberikan pada pasien tersebut. Tata laksana pada pruritus kronik saat ini banyak diteliti seiring dengan ditemukan berbagai mekanisme yang mendasari terjadinya pruritus. Sesuai dengan patofisiologi dari pruritus, terapi sistemik yang dikembangkan menargetkan pada reseptor spesifik di sistem saraf dan sistem imunitas yang berperan pada jalur sinyal pruritus. Berbagai terapi terbaru yang masih diteliti dalam uji klinis menunjukkan hasil yang menjanjikan dan berpotensi menjadi pilihan terapi pada pasien dengan pruritus kronik.
PERAN SUPLEMENTASI VITAMIN D PADA TATA LAKSANA SARKOIDOSIS KUTIS Mutiara Ramadhiani; Yudo Irawan; Shannaz Nadia Yusharyahya; Lili Legiawati
Media Dermato-Venereologica Indonesiana Vol 50 No 1 (2023): Media Dermato-Venereologica Indonesiana
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33820/mdvi.v49i4.311

Abstract

Sarkoidosis merupakan kelainan inflamasi multisistem yang ditandai dengan terbentuknya granuloma dan terjadi pada berbagai organ, terutama paru dan kulit. Granuloma berisi sel imun berupa makrofag yang juga berperan dalam metabolisme vitamin D. Makrofag pada granuloma sarkoidosis terbukti mampu memproduksi 1,25-dihidroksi vitamin D (kalsitriol) di luar ginjal yang berasal dari prekusor 25-hidroksi vitamin D (calcifediol). Selain itu, metabolisme 1,25-dihidroksi vitamin D di makrofag tidak memiliki mekanisme umpan balik yang efektif dalam menjaga keseimbangan kadar vitamin D di tubuh. Penurunan ini dapat mengganggu keseimbangan kadar kalsium pada pasien sarkoidosis. Pemberian suplementasi vitamin D dianggap sebagai terapi adjuvan dalam tata laksana sarkoidosis, namun diketahui dapat menyebabkan hiperkalsemia. Perubahan kadar vitamin D pada sarkoidosis tidak selalu menjadi indikasi pemberian suplementasi vitamin D, diperlukan pemeriksaan laboratorium yang tepat sebelum memberikan suplementasi vitamin D guna mengurangi risiko terjadinya hiperkalsemia pada sarkoidosis. Pemberian suplementasi vitamin D dalam dosis rendah diperbolekan bagi pasien sarkoidosis yang tidak disertai kondisi hiperkalsemia, namun perlu dilakukan pemeriksaan kadar vitamin D dan kalsium secara rutin.
KOMORBIDITAS PADA AKNE Andira Hardjodipuro Hardjodipuro; Rinadewi Astriningrum; Irma Bernadette; Lili Legiawati; Sandra Widaty
Media Dermato-Venereologica Indonesiana Vol 49 No 2 (2022): Media Dermato-Venereologica Indonesiana
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33820/mdvi.v49i2.334

Abstract

Akne vulgaris (AV) merupakan salah satu penyakit kulit yang paling sering ditemui, terutama pada remaja dan dewasa muda. Patogenesis terjadinya AV setidaknya diperankan oleh empat faktor penting, yaitu hiperproliferasi lapisan epidermis pada folikel, peningkatan produksi sebum, proses peradangan, dan kolonisasi Cutibacterium acnes. Proses tersebut juga dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor genetik, hormonal, psikologis, gaya hidup, dan lingkungan. Lesi AV bersifat polimorfik dan memiliki derajat keparahan yang beragam. Lesi tersebut diketahui memberikan dampak terhadap kualitas hidup penderitanya. Berbagai studi terkini melaporkan bahwa terdapat berbagai komorbiditas yang dapat memberikan beban tambahan atau memperburuk kondisi AV. Komorbiditas didefinisikan sebagai penyakit yang terjadi secara simultan. Berbeda dengan sindrom yang memiliki arti sekumpulan gejala yang terjadi serentak atau sekumpulan tanda yang menandakan suatu penyakit tertentu. Komorbiditas akne yang telah banyak diinvestigasi antara lain resistensi insulin, hipovitaminosis D, 1 hipervitaminosis B12, gangguan gastrointestinal, gangguan psikologis, disfungsi kelenjar tiroid, dislipidemia, defisiensi seng, dan hipovitaminosis A dan E.
KASUS RECESSIVE DYSTROPHIC EPIDERMOLYSIS BULLOSA-MITIS YANG TERDIAGNOSIS PADA SAAT LANJUT USIA Inadia Putri Chairista; Shannaz Nadia Yusharyahya; Lili Legiawati; Rahadi Rihatmadja; Rinadewi Astriningrum
Media Dermato-Venereologica Indonesiana Vol 50 No 1 (2023): Media Dermato-Venereologica Indonesiana
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33820/mdvi.v50i1.402

Abstract

Introduction: Recessive dystrophic epidermolysis bullosa (RDEB) is a rare bullous disease caused by mutations in the COL7A1 gene encoding anchoring fibril collagen that maintains skin integrity. Case: Male, 67-year-old, presented with blisters and wound on various parts of the body, worsening in the recent year. They had been known to easily appear after trauma since. Vesicles-bullae, erosions-excoriations, milia, and atrophic scars were found on the axillae, groins, and limbs, as well as hyperkeratosis and anonychia of the hands and. Histopathological examination showed subepidermal cleft, milia and fibrosis, without immunoglobulin deposits on immunofluorescence. Discussion: Contrary to classical RDEB, blisters in mitis variant do not always cause impairment. The pronounced symptoms in advanced age might be mistaken for epidermolysis bullosa acquisita. Negative immunoglobulin deposition is the diagnostic key, confirming that blister does not result from an autoimmune process, but rather, from trauma to the abnormal skin, more so by flattening of the rete ridges in the elderly. In the absence of definitive therapy, treatment is symptomatic. Conclusion: The diagnosis RDEB-mitis might be missed in geriatric. Correct diagnosis has implication on management because not only does RDEB-mitis require no immunosuppressant, measures to minimize blister formation is more important to save patient from complication.
Adjuvant therapies of acne: review of literatures Randy Satria Nugraha Rusdy; Lili Legiawati; Irma Bernadette Simbolon Sitohang; Sondang Marisi Holong Aemilia Pandjaitan Sirait
Bali Dermatology Venereology and Aesthetic Journal BDVJ - Vol. 5 No. 1 (June 2022)
Publisher : Explorer Front

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51559/bekrds92

Abstract

Acne is a chronic inflammatory disorder affecting pilosebaceous unit with various clinical manifestation from comedone, papule, pustule, to nodule and cyst. Choice of treatment is based on acne severity. Prolong antibiotic use along with restriction of isotretinoin use in Indonesia can be a challenge in managing acne. A lot of treatment options from topical agent, systemic medication, comedone extraction, intralesional corticosteroid injection, chemical peeling, light and laser-based therapy, as well as diet modification can be used as an adjuvant to improve acne. Review of literatures was performed to present recent evidence toward the effectivity of adjuvant therapy as a part of acne management.