Rafid Abbas
Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember

Published : 15 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

RELASI AGAMA DAN NEGARA (STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN NURCHOLIS MADJID DAN ABDURRAHMAN WAHID): Religion and State Relations (Comparative Study of the Thoughts of Nurcholis Madjid and Abdurrahman Wahid) Rafid Abbas; Muhammad Danial
Constitution Journal Vol. 1 No. 1 (2022): Constitution Journal June 2022
Publisher : UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35719/constitution.v1i1.5

Abstract

Religion and the State are two important things that cannot be separated from human life. This study raises the thoughts of Nurcholis Madjid and Abdurrahman Wahid regarding the relationship between religion and the state, namely a state based on the values of Pancasila. Pancasila has been widely discussed by Muslims from both secular and nationalist schools. Although Islam is not shown in Pancasila, Islamic values still exist and are positioned as neutral as possible, while according to Abdurrahman Wahid, religion plays a role as a source of the nation's and state's view of life. The purpose of the research is to find out and compare (comparison) the thoughts of Nurcholis Madjid and Abdurrahman Wahid regarding the relationship between religion and the state. The type of research is library research which focuses and limits activities in the library to obtain data. The results of the study state that the thoughts of Nurcholis Madjid and Abdurrahman Wahid regarding the relationship between religion and the state are the most suitable for Indonesia, namely the Pancasila state, which is a country based on the values of Pancasila. Then the comparison (comparison) of the thoughts of Nurcholis Madjid and Abdurrahman Wahid regarding the relationship between religion and the state is that religion and the state must complement and strengthen each other, so the middle way that is suitable for this is Pancasila.     Agama dan Negara merupakan dua hal penting yang mustahil dipisahkan dari kehidupan manusia. Penelitian ini mengangkat Pemikiran Nurcholis Madjid Dan Abdurrahman Wahid Mengenai Relasi Agama Dan Negara, yakni Negara yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Pancasila sudah banyak dibahas oleh kaum muslim baik dari aliran sekuler maupun nasionalis. Meskipun Islam tidak ditampakkan dalam Pancasila, namun nilai Islam masih ada dan diposisikan senetral mungkin, sedangkan menurut Abdurrahman Wahid, agama berperan menjadi sumber pandangan hidup bangsa dan Negara. Tujuan penelitian untuk Mengetahui dan membandingkan (Komparasi) Pemikiran Nurcholis Madjid Dan Abdurrahman Wahid Mengenai Relasi Agama Dan Negara Jenis  penelitian  adalah  kepustakaan  (library  research) yang memusatkan dan membatasi kegiatan pada perpustakaan untuk memperoleh dataHasil penelitian menyatakan bahwa Pemikiran Nurcholis Madjid Dan Abdurrahman Wahid Mengenai Relasi Agama Dan Negara yang paling cocok untuk Indonesia adalah negara Pancasila yakni negara yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila. kemudian perbandingan (Komparasi) Pemikiran Nurcholis Madjid  Dan  Abdurrahman Wahid Mengenai Relasi Agama Dan Negara adalah antara agama dan negara harus saling mengisi  dan menguatkan satu sama lainnya, maka jalan tengah yang cocok untuk hal demikian adalah Pancasila.
Upaya Hakim dalam Menerapkan Cita Keadilan pada Kasus Kedudukan Anak Perempuan sebagai Penghalang Kewarisan Saudara di Peradilan Agama Noor, Mukhlisin; Ishaq, Ishaq; Nurcahyono, Moh. Lutfi; Abbas, Rafid
Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan Vol. 18, No. 1 : Al Qalam (Januari 2024)
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an (STIQ) Amuntai Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35931/aq.v18i1.3131

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya kekaburan norma dalam KHI pada Pasal 181 dan Pasal 182 tentang kedudukan anak perempuan sebagai penghalang kewarisan saudara almarhum. Kekaburan norma ini telah menuntut para hakim Peradilan Agama untuk melakukan upaya agar penerapan cita keadilan dalam putusannya menjadi lebih maksimal. Masalah ini menarik karena putusan dan upaya yang dilakukan para Hakim kontradiktif dan berdampak pada penerapan cita keadilan perkara waris. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif (library research) dengan pendekatan normatif-filosofis. Penelitian ini menyimpulkan 1) bahwa upaya hakim Peradilan Agama dalam menerapkan cita keadilan pada kasus kedudukan anak perempuan sebagai penghalang kewarisan saudara almarhum dilakukan dengan dua hal. Pertama dengan menafsirkan kekaburan makna anak pada Pasal 181 dan Pasal 182 melalui metode dan pendekatan yang berbeda. Kedua, mengaitkan pada living waris yang hidup dan berkembang pada masyarakat Muslim Indonesia. Ketiga, mengkorelasikan substansi makna anak melalui penelusuran asbabun nuzul. 2.) Penggunaan metode dan pendekatan yang variatif ini telah berimplikasi pada kualitas penerapan cita keadilan di setiap putusan hakim di Pengadilan Agama. Adapun putusan yang dianggap lebih mengakomodir cita keadilan adalah keputusan Mahkamah Agung (MA) yang memutuskan anak perempuan bisa menghijab kewarisan saudara almarhum. Hal demikian karena keputusan MA dianggap lebih sesuai fakta, sistem, dan tradisi kewarisan bilateral yang hidup pada masyarakat Muslim Indonesia.
Ijtihad Umar bin Khattab Tentang Hukum Perkawinan Perspektif Kompilasi Hukum Islam Abbas, Rafid
Al-Hukama': The Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol. 4 No. 2 (2014): Desember
Publisher : Islamic Family Law Department, Sharia and Law Faculty, UIN Sunan Ampel Surabaya, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/al-hukama.2014.4.2.474-499

Abstract

Umar ibn al-Khattab is a bold, strict, intelligent and influential companion of the Prophet Muhammad. He brought the combination these character when he converted  to Islam. He accepted the texts of the Qur'an, but cautiously derived legal decision from prophetic tradition. He used to correlate the narrative of prophetic tradition with the Qur'an before arriving at a decision.  He made a lot of jurisprudential decisions during his tenure as the second caliphs. On the other hand, Kompilasi Hukum Islam is a legal product of Indonesian Muslim. It serves as a legal basis for judges in religious court. It compiled Islamic jurisprudence from classic Islamic schools of law in the area of Islamic family law. There are similarities between the opinions of Umar ibn al-Khattab with the pronouncements in the Kompilasi. Among the similarities are the prohibition to propose a woman who are engaged to other man, the approval of a woman for her marriage, the prohibition of marriage without guardian, the prohibition of setting steep dowry, the prohibition of temporary marriage (mut'ah), and the introduction of pre-marital agreement. [Umar bin Khattab adalah sosok manusia yang keras, kasar, cerdas, dari kekasaran dan kecerdasannya inilah yang mengantarkan dia masuk Islam. Dalam memahami nash-nash al-Qur'an, Umar dapat langsung menerima, namun terhadap menentukan suatu hukum dari hadis, maka ia akan sangat hati-hati, ia selalu menghubungkan nash as-Sunnah dengan al-Qur'an, tujuannya agar keduanya dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat Islam. Kompilasi Hukum Islam (KHI) jika dilihat dari sejarah penyusunannya adalah himpunan kaidah-kaidah hukum Islam yang ditulis dan disusun secara teratur dan sistematis, diambil dari berbagai kitab (pendapat para fuqaha/doktrin) yang dipergunakan sebagai referensi pada Pengadilan Agama. Terdapat kesesuaian antara ijtihad Umar bin Khattab dengan Kompilasi Hukum Islam, di antaranya adalah: Larangan seorang laki-laki meminang perempuan di atas pinangan orang lain sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam yang tercantum dalam pasal 12 ayat 3 dan 4. Persetujuan calon istri. Hal tersebut tercantum dalam pasal 16 dan 17. Larangan pernikahan tanpa wali sesuai KHI sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 14, 19, 20. Larangan memberi mahar terlalu tinggi sesuai KHI pasal 31. Diperbolehkan mengadakan perjanjian perkawinan sesuai dengan KHI Pasal 45. Larangan nikah mut'ah sesuai dengan ketentuan KHI dalam pasal 2 ayat 3. Dan Larangan menikah beda agama sesuai dengan KHI pasal 40 dan 44.]  
HADIS DHÂIF JIDDAN DALAM KITAB HADIS SAHIH AL-ALBANI (ANALISIS KRITIS ATAS KONSISTENSI AL-ALBANI DALAM KITAB SILSILAH AL-SAHIHAH) Yaqin, Muhammad Ainul; Aminullah, Aminullah; Yusufa, Uun; Abbas, Rafid
FORUM PAEDAGOGIK Vol 15, No 1 (2024)
Publisher : Universitas Islam Negeri Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24952/paedagogik.v15i1.11484

Abstract

This research aims to describe the hadith dha'if jiddan hadith dhâif jiddan in the Book of Hadith Sahih al-Albani (critical analysis of the consistency of al-Albani in the Book of Silsilah al-Sahihah). The research method uses qualitative research with descriptive analysis which is included in the library research category. Library research also utilizes library sources to obtain research data. The results of this research illustrate that in general, Muhammad Nasiruddin al-Albani's use of method of criticizing hadith does not have significant differences from the majority of muhaddisin. Because according to him he is a person who follows in the footsteps of previous scholars. The dhâif jiddan hadith in the book Silsilah al-Ahadis al-Sahihah became a serious polemic which caused al-Albani to be rejected by the muhaddis of his time. Al-Albani's attitude in applying his critical method is classified as inconsistent. Because there are several results of criticism of hadiths that violate it. Thus, the finding can be an important reference for muhaddis in tracing the track record of hadiths which is considered dha'if jiddan in the opinion of the ulama. Therefore, researchers in the same field are asked to be more critical in adhering to the rules for determining hadith based on the decisions of the ulama so that there are no inconsistencies in determining hadith in the future.
IJTIHAD DEWAN HISBAH PERSATUAN ISLAM DALAM HUKUM ISLAM Abbas, Rafid
Al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol. 6 No. 1 (2016): April 2016
Publisher : Prodi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (185.148 KB) | DOI: 10.15642/ad.2016.6.1.214-236

Abstract

Abstract: This article discusses the method of ijtihad (independent Islamic legal rasoning) practiced by Dewan Hisbah of Persatuan Islam from 1996-2009. Persatuan Islam (PERSIS – Islamic Unity) is an Islamic renewal movement in Indonesia that is established in 1923. Although it is relatively small Islamic mass organization compared to Muhammadiyah and Nahdlatul Ulama, PERSIS also perform as fatwa issuing body (mufti) that answer queries from its members and affiliates on Islamic legal issues. This role is performed by Dewan Hisbah (supervisory board) that performs supervision, research and fatwa issuance within the organization. In the span between 1996-2006, the board has issued many fatwas on some controversial legal issues, namely performing salat (prayer) in non-Arabic language, jum’ah (congregational) prayer for travelers, raising hands during do’a (supplication), the interplay between zakat (obligatory alms) and tax, cash waqf (endowment) and inheritance from non-Muslim family. As a reform movement, Dewan Hisbah performs ijtihad, in which it directly deals with primary sources (the Qur’an and Hadith) and other ijtihad mechanisms in formulating legal opinions. Key words: Ijtihad, Dewan Hisbah, PERSIS, Islamic Law  Abstrak: Tulisan ini membahas tentang Ijtihad Dewan Hisbah Persatuan Islam dalam Hukum Islam pada Periode tahun 1996-2009. Persatuan Islam (PERSIS) merupakan salah satu gerakan pembaharuan yang berdiri pada tahun 1923 M. PERSIS melakukan ijtihad melalui Majelis Ulama Persis yang kemudian berganti nama menjadi Dewan Hisbah PERSIS. Dewan Hisbah adalah Lembaga Hukum Persatuan Islam yang berfungsi sebagai dewan pertimbangan, pengkajian syari’ah, dan fatwa dalam jam’iyyah Persatuan Islam. Kajian hukum Dewan Hisbah PERSIS dari tahun 1996-2009, telah banyak melahirkan berbagai pemikiran hukum Islam, di antaranya hukum salat dengan dua bahasa, hukum salat Jum’at bagi musafir, mengangkat tangan ketika berdoa, posisi zakat dan pajak, wakaf uang, dan waris dari non muslim. Metode Dewan Hisbah dalam mengambil keputusan hukum adalah dengan mendasarkan pada al-Qur’an dan Hadis shahih, sebagai sumber utama hukum Islam, dan berijtihad terhadap masalah yang tidak ada nasnya. Kata Kunci: Ijtihad, Dewan Hisbah, PERSIS, Hukum Islam