Romi Asmara
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

SISTEM PENDIDIKAN DAYAH SEBAGAI UPAYA MENANGKAL PAHAM RADIKALISME DI ACEH Yusrizal, Hasbi; Romi Asmara; Ferdi Saputra; Hadi Iskandar
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 18 No 2 (2023): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33059/jhsk.v18i2.7046

Abstract

Dayah di Aceh dalam konteks nasional merupakan salah satu pilar pendidikan Islam di Indonesia yang eksistensinya telah diukir jauh sebelum negara Indonesia itu sendiri lahir. Oleh karena itu, dayah seringkali dinilai sebagai institusi pendidikan Islam tradisional yang masih eksis membina peradaban manusia. Isu radikalisme di dayah tentu menimbulkan kekhawatiran bagi banyak pihak, pasalnya tidak sedikit orang tua di Aceh yang memasukkan anak-anaknya ke dalam pondok dayah untuk belajar, khususnya ilmu Agama Islam. Dalam prakteknya radikalisme sering menggunakan nama agama sebagaimana klaim Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) masih menemukan adanya pondok pesantren yang diduga terafiliasi dengan jaringan teroris, khusunya agama Islam. Paham radikal juga tidak diatur pada produk hukum yang ada di Indonesia. Paham radikal baru muncul pada UU No. 5 Tahun 2018. Penelitian ini akan mengkaji dan menjelaskan mengenai peran sistem pendidikan dayah dalam menangkal paham radikalisme di Aceh. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris (sosiologis) dilakukan analis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian antara lain ditemukan adalah sistem pendidikan di Pesantren/Dayah sangat menekankan kasih sayang dan cinta damai. Intinya bahwa keberadaan pesantren mampu mencegah radikalisme menyebar dan meracuni generasi muda Indonesia. Tradisi Pesantren memiliki narasi bahwa ekstremisme dan ekstremisme dapat diberantas karena didasarkan pada tiga nilai inti. Ketiganya adalah tawassuth atau sikap tengah, tawazun artinya semuanya seimbang dan i’tidal artinya berdiri tegak lurus. Pengajaran nilai deradikalisasi agama melalui pesantren merupakan salah satu bentuk upaya memerangi radikalisme dan terorisme yang seringkali mengatasnamakan agama. Pendekatan keagamaan ini sangat penting untuk memberikan pemahaman agama yang benar kepada masyarakat melalui pondok pesantren dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dalam beragama
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PERS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK DITINJAU MENURUT UNDANG UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Zharfan, Zata Taris; Muhammad Nur; Romi Asmara
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol. 8 No. 2 (2025): (April)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v8i2.20475

Abstract

Pertanggungjawaban pidana merupakan penerapan hukum terhadap pelaku tindak pidana atas suatu perbuatan yang bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku. Media sosial memungkinkan siapa saja untuk ikut memberi ide, komentar, dan informasi tanpa adanya batasan ruang dan waktu, hal ini memicu penyalahgunaan media sosial serta lunturnya etika dalam berkomunikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk dan kriteria tindak pidana pencemaran nama baik yang dilakukan pers dalam media sosial serta untuk mengetahui tentang pertanggungjawaban pers terhadap tindak pidana pencemaran nama baik ditinjau menurut Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk-bentuk dan kriteria tindak pidana pencemaran nama baik yang dilakukan pers berupa penggunaan bahasa, kalimat, dan media untuk meragukan reputasi seseorang, sehingga mengurangi rasa harga diri dan martabat orang lain. Tindak pidana pencemaran nama baik diatur ketat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024, khususnya Pasal 27A. Pertanggungjawaban pers terhadap tindak pidana pencemaran nama baik ditinjau menurut UU ITE dalam media sosial merujuk pada peran dan status penggunanya, yang secara spesifik difokuskan pada wartawan sebagai insan pers pengguna media sosial. Setiap wartawan  yang memiliki akun media sosial bertanggungjawab atas setiap informasi yang diunggah di akun pribadinya. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan yaitu pertanggungjawaban pidana pers yang mencemarkan nama baik sudah diatur dalam beberapa produk hukum yang mengatur delik pers. Undang-Undang ITE menggunakan sistem pertanggungjawaban yang sama seperti KUHP berdasarkan Pasal 103 KUHP.
ANALISIS PEMBERIAN PUTUSAN PEMIDANAAN DIBAWAH BATAS MINIMUM KHUSUS DALAM PERKARA TINDAK PIDANA NARKOTIKA (STUDI PUTUSAN NOMOR 59/Pid.Sus/2024/PN Lsm) Sandy Prabowo; Romi Asmara; Hamdani
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol. 8 No. 2 (2025): (April)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v8i2.21648

Abstract

Dalam upaya pemberantasan tindak pidana narkotika, Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika telah menetapkan ketentuan mengenai jenis-jenis tindak pidana serta sanksi pidana dengan batas minimum dan maksimum. Namun penegakkan hukum dalam kasus narkotika terkadang menimbulkan diskirsus, salah satunya dalam putusan Nomor 59/Pid.Sus/2024/PN Lsm yang menjatuhkan putusan dibawah batas minimum khusus yang telah ditentukan undang-undang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemberian putusan pemidanaan dibawah batas minimum khusus dalam perkara tindak pidana narkotika studi putusan Nomor 59/Pid.Sus/2024/PN Lsm. Metode yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang (statute approach) dan kasus (case approach). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa: 1) penerapan hukum terkait sanksi pemidanaan dibawah batas minimum khusus dalam perkara tindak pidana narkotika adalah hakim memiliki kebebasan namun kebebasan yang dimiliki tidak lah bersifat mutlak. Hukum ataupun peraturan perundang-undangan merupakan dasar hakim dalam memutus perkara. Dalam putusan Nomor 59/Pid.Sus/2024/PN Lsm, hakim memutus berdasarkan surat dakwaan tetapi terhadap ketentuan pemidanaannya dapat menyimpangi ketentuan minimum khusus dengan membuat pertimbangan yang cukup sesuai dengan SEMA Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pemberlakuan rumusan hasil rapat pleno kamar mahkamah agung Tahun 2015 sebagai pedoman pelaksanaan tugas bagi pengadilan. 2) Dasar pertimbangan hakim dalam pemberian putusan pemidanaan dibawah batas minimum khusus mencakup pada pertimbangan yuridis dan non yuridis, dalam putusan Nomor 59/Pid.Sus/2014/PN Lsm hakim lebih cenderung pada pertimbangan non yuridis dengan menerapkan asas individualitas pemidanaan.
ANALISIS PUTUSAN HAKIM DALAM TINDAK PIDANA SKIMMING MELALUI INTERNET (Studi Putusan No. 569/Pid.Sus/2022/PN Btm dan Putusan No. 78/Pid.Sus/2022/PN Yyk) Sopia Rahma; Romi Asmara; Hidayat
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol. 8 No. 2 (2025): (April)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v8i2.21710

Abstract

Maraknya tindak pidana skimming di Indonesia, sebagaimana tercermin dalam Putusan Nomor 569/Pid.Sus/2022/PN Btm dan Putusan Nomor 78/Pid.Sus/2022/PN Yyk, di mana kedua hakim memutus perkara dengan menggunakan dasar hukum yang berbeda, yakni Undang-Undang ITE dan Undang-Undang Transfer Dana. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kualifikasi perbuatan pidana para terdakwa serta mempertimbangkan dasar hukum yang digunakan hakim dalam kedua putusan tersebut. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus, serta teknik pengumpulan bahan hukum melalui studi pustaka, dokumen, dan internet, kemudian dianalisis secara deskriptif dengan teknik interpretasi hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan para terdakwa memenuhi unsur tindak pidana, baik secara objektif maupun subjektif, seperti adanya perbuatan melawan hukum, kesalahan, ancaman pidana, dan dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, pertimbangan hakim juga memperhatikan aspek keadilan dan masa depan terdakwa, khususnya yang dinilai masih memiliki kesempatan memperbaiki diri, tanpa mengabaikan pertimbangan yuridis dan normatif. Kesimpulannya, perbedaan dasar hukum dalam dua putusan tersebut menunjukkan perlunya kejelasan dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana skimming, terlebih yang melibatkan warga negara asing. Disarankan adanya aturan khusus dan penerapan hukum yang lebih tegas terhadap warga negara asing pelaku skimming, mengingat tingginya keterlibatan mereka dalam kejahatan ini di Indonesia.