Muhammad Ramli Ahmad
Department of Anesthesiology, Intensive Care and Pain Management, Faculty of Medicine, Hassanudin University-Dr. Wahidin Sudirohusodo General Hospital

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Perbandingan Efek Analgesia Pascabedah dan Stabilitas Kadar Gula Darah antara Bupivakain 0,5% 7,5 mg + Klonidin 30 mg dengan Bupivakain 0,5% 7,5 mg + Fentanil 25 mg Intratekal Pasien yang Menjalani Seksio Sesarea , Masrianil; Wahab, Abdul; Gaus, Syafruddin; Ahmad, Muhammad Ramli; Seweng, Arifin
Majalah Anestesia dan Critical Care Vol 32 No 1 (2014): Februari
Publisher : Perdatin Pusat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan membandingkan efek analgesia pascabedah dan stabilitas kadar gula darah antara bupivakain 0,5% 7,5 mg+klonidin 30 μg dengan bupivakain 0,5% 7,5 mg+fent anil 25 μg intratekal pada pasien yang menjalani seksio sesaria. Penelitian ini menggunakan metode uji klinis acak tersamar tunggal dengan 50 sampel di Rumah Sakit Fatimah Makassar dan jejaringnya. Pemeriksaan kadar gula darah dilakukan sebelum spinal, 10 menit setelah operasi dan 1 jam setelah operasi selesai. Data dianalisis dengan menggunakan sistem Statistical Package for the Social Scien Tu program (SPSS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa durasi analgesia kelompok bupivakain klonidin (BK) (322,08±34,53) menit lebih lama dibandingkan kelompok bupivakain fentanil (186,72±16,45) menit, secara statistik dinyatakan bermakna (p<0,05). Perbandingan kadar gula darah (GD) kelompok BF dan BK menghasilkan kadar GD yang stabil yaitu kelompok BF menghasilkan kadar GD sebelum spinal (122,40±18,34) mg/dl, 10 menit setelah operasi dimulai (114,88±23,31) mg/dl, dan 1 jam post operatif (128,04±21,91) mg/dl, sedangkan pada kelompok BK menghasilkan kadar GD sebelum spinal (118,96±15,99) mg/dl, 10 menit setelah operasi mulai (109,48±10,08)mg/dl,1 jam setelah operasi selesai (122,24±18,14) mg/dl. Secara statistik perbandingan rata-rata GD kedua kelompok tidak bermakna pada kedua kelompok (p>0,05). Kata kunci: Bupivakain, efek analgesia pascabedah, fentanil, kadar gula darah, klonidin, seksio sesarea The Comparison of The Analgesic Post Operatif and Blood Glucose Stability Effects Between Bupivacain 0,5% 7,5 mg + Clonidin 30 mg and Bupivacain 0,5% 7,5 mg + Fentanyl 25 mg Intrathecal in Patients Undergoing Caesarean Section The study aims to compare the effect of bupivacaine 0,5% 7,5 mg+clonidin 30 μg and bupivacaine 0,5% 7,5 mg+Fentanyl 25 μg on the analgesia and blood glucose stability of the intrathecal patient during caesarean section. This study used single-blind method and 50 samples in Fatimah Maternity Hospital in Makassar and its networking maternity hospitals. Blood glucose examination was made before spinal, 10 minutes after operation and 1 hour after the operation. The data were analysed with SPSS program. The result indicates that the duration of analgesia in Bupivacaine Clonidin group (BK) (322.08±34,53) minute longer than Bupivacaine Fentanyl group (BF) (186.72±16,45) minute. The difference is statistically significant (p<0,05). The comparison of both blood glucoses indicates stable blood glucose levels (BG). In the group of BF, the glucose level before spinal (122.40±18.34) mg/dL, 10 minutes after operation (114.88±23.31)mg/dL, and 1 hour after operation (128.04±21.91) mg/dL. In the group of BK, the glucose level before spinal (118.96±15.99)mg/dl, 10 minutes after operation (109.48±10.08 )mg/dL, and 1 hour after operation (122.24±18.14) mg/dL. The comparison between the average of both groups blood glucose is statistically insignificant (p>0.05). Key words: Analgesic post operatif, blood glucose level, bupivacain, clonidine, fentanyl, caesarean section Reference Agrawal A. Comparison of intrathecal fentanyl in addition to bupivacaine for caesarean section under spinal anaesthesia. J Anaesth Clin Pharmacol. 2009;25(2):154-6. Bhure A. Kalita N, Ingley D, Gadkari CP. Comparative study of intrathecal hyperbaric bupivacaine with clonidine, fentanyl and midazolam for quality of anaesthesia and duration of post operative pain relief in patients undergoing elective caesarean section. People Journal of Sciene Research. 2012;5(1):19–23. Bhushan S B, Suresh J S, Vinayak SR , & Lakhe, J.N. Comparison of different doses of clonidine as an adjuvant to intrathecal bupivacaine for spinal anesthesia and postoperative analgesia in patients undergoing caesarian section. Anaesth, Pain & Intensive care. 2012;16(3):266–72 Bintaro A , Pryambhodo, Susilo. Keefektifan anestesi spinal menggunakan bupivakain 0,5% hiperbarik 7,5 mg ditambah fentanil 25 mcg dibandingkan dengan bupivakain 0,5% hiperbarik 12,5 mg pada bedah sesar. Anestesia & critical care. 2010;28:9–17. Biswas B N, Rudra, A, & Bose, B K. Intrathecal fentanyl with hyperbaric bupivacaine improves analgesia during caesarean delivery and in early post-operative period. Indian J Anaesth. 2002;46(6):469–72. Bogra J, Arora N, Srivastava P. Synergis effect of intrathecal fentanil and bupivacaine in spinal anesthesia for cesarean section. BMC Anesthesiol. 2005;5:5. Bouwmeester N.J. Hormonal and metabolic stress responses after major surgery in children aged 0–3 years: a double-blind, randomized trial comparing the effects of continous versus intermitten morphine. Br J Anaesth.2001;87:390–9. Dobrydnjov I Axelsson, K., Matthiesen P, Klockhoff H., Holmstrom, B. Clonidine combined with small-dose bupivacaine during spinal anesthesia for inguinal hernioraphy: a randomized double blinded study. Anesth Analg. 2003;96:1496-503. Ganong WL. Review of medical physiology. Edisi ke-20. New York:McGraw-Hill, 2001. hlm. 322–43. Hayashi Y Maze, M. Alpha drenoceptor agonists and anaesthesia. Br J Anaesthesia.1998;71:108–18. Hocking G ,Wildsmith J.A. Intrathecal drug spread. British J Anesth. 2004; 93(4):568–78. Prasetyo A H. Efek Klonidin sebagai ajuvan anestesi spinal terhadap kadar glukosa darah [Tesis]. Surakarta. 2011. Stoelting R K,Hillier, S.C. Pharmacology & physiology in anesthetic practice. Edisi ke-4. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Hlm.190. Vadivelu N, Whithney, C J, Sinatra R.S. Pain pathway and acute pain processing. Dalam : Sinatra R S, Leon C O, Ginsberg, B, & Viscusi, E.R., penyuntingAcute pain management. New York: Cambridge University Press, 2009. hlm. 3–12.
Pengaruh Vitamin B1, B6 dan B12 terhadap Intensitas Nyeri Pasca Seksio Sesarea Tarang, Felicia; Ahmad, Muhammad Ramli; Datu, Madonna D.; Arif, Syafri Kamsul; Husain, Alamsyah Ambo Ala; Rum, Muhammad
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 7 No 2 (2024): Juli
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v7i2.185

Abstract

Latar Belakang: Seksio sesarea (SC) digunakan sebagai solusi ketika persalinan normal tidak memungkinkan karena alasan medis tertentu. Beban global pemulihan bedah obstetri mencakup sekitar 140.000.000 kelahiran setiap tahun dengan perkiraan tingkat sesarea global 23%. Salah satu masalah yang harus diatasi dalam pemulihan seksio sesarea adalah masalah nyeri. Bukti baru menunjukkan potensi terapeutik vitamin B1, B6, dan B12 dalam kondisi nyeri yang berbeda. Tujuan: untuk mengetahui efektivitas vitamin B1, B6, dan B12 terhadap intensitas nyeri pada seksio sesarea.Subjek dan Metode: Penelitian dengan desain eksperimental rancangan acak tersamar ganda pada pasien yang dilakukan seksio sesarea di RS Batara Siang Pangkep, bulan Januari hingga Februari 2024. Sebanyak 26 subyek penelitian dibagi rata dalam dua kelompok: kelompok kontrol tidak mendapat suplemen dan kelompok perlakuan mendapatkan vitamin B1 100 mg, vitamin B6 100 mg, vitamin B12 5000 mcg dalam bentuk sediaan ampul (Neurosanbe®) 1 jam sebelum operasi. Pencatatan intensitas nyeri (numerical rating scale = NRS) pada jam ke 2, 4, 8, 12, 24 pasca seksio sesarea, yaitu berupa nyeri diam dan nyeri gerak.Hasil: Puncak intensitas nyeri gerak maupun diam adalah 24 jam pasca seksio sesarea pada kedua kelompok. Terdapat perbedaan signifikan
Perbandingan Efek Pemberian Gabapentin Preemtif Dengan Gabapentin Preventif Terhadap Kadar Nerve Growth Factor Dan Nyeri Pascaoperasi Dekompresi dan Stabilisasi Posterior Vertebra Lengkong, Edo Edoardo; Musba, Takdir; Ambo Ala, Alamsyah; Ahmad, Muhammad Ramli; Ratnawati; Wijaya, Charles
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 40 No 2 (2022): Juni
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (363.529 KB) | DOI: 10.55497/majanestcricar.v40i2.264

Abstract

Latar Belakang: Pembedahan tulang belakang dilakukan dengan indikasi kompresi saraf simptomatik. Kegagalan menangani nyeri pascaoperasi dapat mengakibatkan sensasi dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan. Kadar Nerve Growth Factor (NGF) meningkat pada berbagai kondisi nyeri. Untuk meningkatkan kualitas manajemen nyeri pascaoperasi, beberapa konsep telah dikembangkan, seperti preemtif analgesia dan preventif analgesia. Gabapentin adalah obat terbukti efektif dalam mengurangi nyeri pasca operasi Tujuan: Mengetahui perbandingan efektivitas dan efek samping antara pemberian gabapentin preemtif (kelompok G1 : gabapentin 900 mg/oral preoperasi) dan preventif (kelompok G2 : gabapentin 900 mg/oral preoperasi + 100 mg/8jam/oral selama 24 jam pascaoperasi) yang menjalani pembedahan dekompresi dan stabilisasi posterior vertebra dengan anestesi umum. Metode: Penelitian uji acak tersamar ganda dilaksanakan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dan rumah sakit jejaring pendidikan pada September 2021. Sampel adalah seluruh populasi yang memenuhi kriteria inklusi. Data diolah menggunakan SPSS 25. Analisis menggunakan ONE way ANOVA atau Kruskal-Wallis test dan Mann-Whitney U test. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna kadar NGF 2 jam postoperasi pada semua kelompok, dimana median NGF kelompok kontrol > G2 > G1. Terdapat perbedaan yang bermakna kadar NGF 24 jam paskaoperasi kelompok G2 dan kontrol serta G1 dan G2, dimana median NGF kelompok kontrol > G1 > G2. Berdasarkan skor NRS diam dan gerak, perbedaan yang bermakna kelompok G1 dan kontrol hanya pada 1 jam paskaoperasi. Perbedaan yang bermakna kelompok G2 dan kontrol didapatkan pada semua waktu paskaoperasi. Perbedaan yang bermakna kelompok G2 dan G1 didapatkan pada jam ke 2, 4, 6, dan 24 paskaoperasi.
Hubungan PCO2 Gap dengan Kejadian Awal Sepsis pada Pasien dengan Ventilasi Mekanik di Ruang Perawatan Intensif RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Baderu, Muhammad Rum; Salam, Syamsul Hilal; Salahuddin, Andi; Ahmad, Muhammad Ramli; Muchtar, Faisal; Adil, Andi
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 43 No 1 (2025): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v43i1.370

Abstract

Latar Belakang: Sepsis merupakan disfungsi organ yang disebabkan oleh gangguan respon imun inang terhadap infeksi. Perbedaan karbon dioksida vena ke arteri sentral, atau PCO2 gap menjadi biomarker penyakit kritis. Namun, penanda ini memiliki keterbatasan karena parameter hemodinamik dan ScvO2 tidak menjamin perfusi jaringan yang adekuat serta mortalitas dan kegagalan organ masih tinggi. Belum ada penelitian yang mengkaji hubungan PCO2 gap pada pasien terventilasi mekanik dengan kejadian sepsis. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan PCO2 gap sebagai prediktor kejadian sepsis pada pasien terventilasi mekanik di ruang perawatan intensif RSUP Wahidin Sudirohusodo. Metode: Penelitian ini menggunakan desain kohort prospektif. Populasi penelitian adalah pasien yang menjalani prosedur pemasangan ventilasi mekanik di ruang perawatan intensif. Pemeriksaan PCO2 gap, yang mencakup PCO2 arteri dan PCO2 vena, dilakukan pada hari ke-1 pemasangan ventilasi mekanik (T0), hari ke-2 (T1), dan hari ke-3 (T2). Selain itu, dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang, serta evaluasi menggunakan Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) dan Sindrom Respon Inflamasi Sistemik (SIRS) untuk diagnosis sepsis pada T0, T1, dan T2. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara PCO2 gap dengan kejadian sepsis pada hari ke-1, ke-2, dan ke-3 setelah pemasangan ventilasi mekanik (p >0,05). Simpulan: PCO2 gap tidak berhubungan dengan tingkat kejadian sepsis dan menjadi prediktor yang kurang efektif dalam memprediksi kejadian sepsis pada hari ke-1, ke-2, dan ke-3 setelah pemasangan ventilasi mekanik.