Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Pengaruh Blok Pleksus Servikal Superfisialis Menggunakan Levobupivakain Isobarik 0,25% Terhadap Hemodinamik, Kebutuhan Obat Anestesi, dan Intensitas Nyeri pada Pembedahan Regio Klavikula Wibowo, Anthony Hadi; Wahyudi; Salahuddin, Andi; Hisbullah; Faisal; Rum, Muh
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 41 No 2 (2023): Juni
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v41i2.279

Abstract

Abstrak Fraktur klavikula diperkirakan berkontribusi sekitar 15% dari fraktur ekstremitas atas. Fiksasi pembedahan dianjurkan untuk meningkatkan fungsi yang lebih baik. Multimodal analgesia adalah salah satu komponen kunci yang dianjurkan Procedure Specific Postoperative Pain Management (PROSPECT) untuk mendukung program Enhanced Recovery After Surgery (ERAS). Operasi regio klavikula umumnya dilakukan dalam anestesi umum atau dengan blok pleksus brachialis, namun blok seperti interscalene memiliki beberapa komplikasi berat seperti hemiparalisis diafragma, sindrom Horner, dan pneumothoraks. Blok pleksus servikalis superfisialis (PSS) terhindar dari komplikasi tersebut dan diharapkan dapat menjadi blok yang rutin dipakai untuk operasi daerah klavikula yang dikombinasi dengan anestesi umum. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek blok PSS terhadap hemodinamik, kebutuhan obat opioid, dan intensitas nyeri pada pasien operasi regio klavikula. Penelitian ini merupakan penelitian prospective randomized controlled trial dengan desain eksperimental. Sampel terdiri dari 2 kelompok, yaitu kelompok K (kelompok kontrol) dan B (kelompok dengan intervensi blok PSS) dengan jumlah sampel masing-masing 15 orang yang memenuhi kriteria inklusi. Dilakukan penilaian hemodinamik, penggunaan opioid, isofluran, NRS paska bedah, waktu rescue analgesia (WRA), dan rescue opioid paska bedah. Data dianalisis menggunakan uji statistik Mann-Whitney dan Wilcoxon, serta uji korelasi dengan uji Spearman. Hasil dari penelitian ini adalah hemodinamik yang lebih stabil, kebutuhan fentanil (p=0,001) dan isofluran (p<0,001) intraoperatif yang lebih rendah, NRS yang lebih rendah (p<0,001), dan tidak terdapat rescue pada kelompok blok (B). Blok PSS dapat mengurangi penggunaan obat anestesi, menurunkan intensitas nyeri, dan rescue opioid paska bedah pada pasien operasi regio klavikula. Kata kunci: BPSS, fentanil, isofluran, NRS, rescue
Pengaruh Pemberian Lidokain Intravena Terhadap Perubahan Hemodinamik dan Kadar Norepinefrin Pada Prosedur Laringoskopi dan Intubasi Faqri; Musba, A.M. Takdir; Amin, Hisbullah; Arif, Syafri Kamsul; Salahuddin, Andi; Wirawan, Nur Surya
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 41 No 2 (2023): Juni
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v41i2.282

Abstract

Latar Belakang: Komplikasi utama dari manajemen jalan napas di ruang operasi sangat jarang tetapi dapat mengancam jiwa. Telah dilaporkan bahwa pemberian lidokain intravena dapat secara efektif menekan respons hemodinamik terhadap laringoskopi dan intubasi endotrakeal. Tujuan: untuk mengetahui efek pemberian lidokain intravena terhadap perubahan respons hemodinamik dan kadar norepinefrin pada prosedur laringoskopi dan intubasi. Metode dan Subjek: Penelitian ini menggunakan desain penelitian uji acak tersamar ganda (Randomized double blind clinical trial). Secara acak, pasien dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok A (lidokain intravena) dan kelompok B (plasebo) dengan jumlah sampel masing-masing 20 orang yang memenuhi kriteria inklusi. Dilakukan pengukuran dan pencatatan hemodinamik (Tekanan darah Sistolik, Diastolik dan laju nadi) dan kadar norepinefrin 5 menit sebelum dilakukan intubasi, menit ke-1, dan ke-5 setelah tindakan intubasi. Hasil: Terdapat perbedaan tekanan darah sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD) pada kelompok A dan B antar waktu, di mana terjadi penurunan TDS dan TDD pada saat sebelum dilakukan tindakan dibandingkan setelah tindakan (p<0,05). Ditemukan penurunan laju nadi yang tidak signifikan pada kelompok A, di mana hasil sebaliknya ditemukan pada kelompok B (p<0,05). Perbandingan signifikan ditemukan pada perubahan semua indikator hemodinamik antar kelompok (p<0.05). Untuk kadar norepinefrin, tidak ditemukan perubahan signifikan pada kelompok A, sementara pada kelompok B perubahannya signifikan. Perubahan kadar norepinefrin berbeda secara signifikan jika dibandingkan antar kelompok (p=0,007). Kesimpulan: Pemberian lidokain intravena sebelum prosedur laringoskopi dan intubasi dapat mencegah peningkatan hemodinamik dan peningkatan kadar norepinefrin.
Pengaruh Erector Spinae Plane Block (ESPB) dengan Stabilitas Hemodinamik dan Kadar Kortisol Serum pada Operasi Tulang Belakang Kristiono, Evan; Musba, A. M. Takdir; Salahuddin, Andi; Gaus, Syafruddin; Hisbullah; Rum, Muhammad
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 41 No 2 (2023): Juni
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v41i2.302

Abstract

Latar Belakang: Nyeri pada bedah vertebra sulit dikendalikan dengan anestesi umum sehingga regional anestesi berperan penting dalam mengurangi fluktuasi hemodinamik. Namun belum terdapat rekomendasi anestesi regional untuk pasien yang menjalani bedah vertebra. Teknik erektor spinae plane block (ESPB) memberikan agen anestetik lokal pada ramus posterior sebelum selama prosedur dimulai, telah terbukti memperbaiki kualitas nyeri dan hemodinamik pada pasien kasus kardiovaskular.Tujuan: Mengetahui efek ESPB terhadap hemodinamik dan kadar kortisol serum serta korelasinya pada pasien yang menjalani bedah vertebra.Subjek dan Metode: Penelitian ini merupakan penelitian experimental prospective dengan consecutive random sampling. Sampel terdiri dari kelompok GA ESP (kelompok dengan intervensi ESPB) dan GA (kelompok kontrol) dengan jumlah sampel masing-masing 30 orang yang memenuhi kriteria inklusi. Penilaian tekanan darah sistolik, diastolik, laju nadi, pada saat sebelum, saat insisi bedah, dan saat pemasangan implant, jumlah anestetik volatil, jumlah opioid dan pengambilan darah untuk pemeriksaan konsentrasi kortisol serum sebelum, 2 jam setelah insisi bedah, dan 4 jam setelah insisi bedah. Data dianalisis menggunakan SPSS 25 untuk windows.Hasil: Laju nadi meningkat bermakna pada kelompok GA saat insisi (p=0,041), serta saat implantasi (p=0,012) dibandingkan prabedah. Tekanan darah sistolik saat insisi meningkat bermakna pada kedua kelompok (GA, p=0,005 ; GA ESP, p=0,001) dibandingkan sebelum prosedur dimulai. Tekanan darah diastolik pada kelompok GA mengalami penurunan bermakna saat implantasi (p=0,003) dibandingkan sebelum prosedur bedah. Kelompok GA ESP menggunakan using opioid (p=0,0001) and isoflurane (p=0,001) lebih rendah dibandingkan kelompok GA.Penurunan serum kortisol kedua kelompok ditemukan berbeda bermakna namun perubahan tersebut tidak berbeda antara kedua kelompok.Simpulan: Kelompok GA mengalami perubahan hemodinamik lebih bermakna dibandingkan kelompok GA ESP. Kebutuhan isofluran dan fentanyl lebih rendah pada kelompok GA ESP. Serum kortisol mengalami penurunan pada kedua kelompok namun tidak terdapat perbedaan antara kedua kelompok.
Uji Diagnostik EuroSCORE II Sebagai Prediktor Mortalitas Pasca Operasi CABG Mochammad Riyadi; Hisbullah; Adil, Andi; Seweng, Arifin; Arif, Syafri K.; Salahuddin, Andi; Nurdin, Haizah
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 42 No 1 (2024): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v42i1.308

Abstract

Latar belakang: Coronary Artery Bypass Graft (CABG) merupakan prosedur standar yang digunakan dalam menangani kasus penyempitan pembuluh darah koroner. Kemajuan dalam skrining pra operasi dapat menurunkan risiko mortalitas operasi jantung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara EuroSCORE II terhadap mortalitas pada pasien post operasi CABG. Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan retrospektif dengan desain cross-sectional. Penelitian dilakukan pada seluruh pasien yang menjalani operasi CABG yang dirawat di ICU Pusat Jantung Terpadu RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar mulai Januari 2017 - Juni 2022. Pasien dikelompokkan menjadi survive dan non survive. EuroSCORE II dihitung dengan kalkulator online aplikasi EusroSCORE II. Hasil: Prevalensi mortalitas pasien post operasi CABG sebesar 16%. Rerata EuroSCORE II pasien post operasi CABG non survive sebesar 3,87 ± 2,65 lebih besar dibandingkan pasien survive sebesar 0,89 ± 0,37. EuroSCORE II menjadi prediktor mortalitas yang baik pada pasien post operasi CABG. EuroSCORE II mempunyai diskriminasi yang baik dan kalibrasi yang baik dengan diperoleh cut-off sebesar 1,30% dengan sensitivitas 100% dan spesifisitas 91,4%. Penyebab mortalitas pasien post operasi CABG meliputi syok hipovolemik, syok kardiogenik dan syok sepsis dimana penyebab kematian terbesar adalah syok kardiogenik Simpulan: EuroSCORE II menjadi prediksi mortalitas yang baik pada pasien post operasi CABG.
Perbandingan antara Anestesi Tanpa Opioid (ATO) dengan Anestesi Berbasis Opioid (ABO) Terhadap Kejadian Mual dan Muntah Pascabedah Mastektomi Radikal Modifikasi dan Lama Rawat di Unit Perawatan Pascaanestesi Winanda, Haris; Gaus, Syafruddin; Husain, Alamsyah Ambo Ala; Arif, Syafri Kamsul; Salahuddin, Andi; Adil, Andi
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 42 No 2 (2024): Juni
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v42i2.355

Abstract

Latar Belakang: Anestesi umum seimbang telah bergantung hampir secara eksklusif pada opioid untuk mengelola nosiseptif intraoperatif dan nyeri pascabedah. Anestesi tanpa opioid (ATO) sekarang mulai diminati sebagai strategi potensial dalam mengurangi penggunaan opioid perioperatif. Penggunaan ATO diketahui dapat menurunan konsumsi total opioid perioperatif dan penurunan lama rawat di Unit Perawatan Pascaanestesi (UPPA). Di Indonesia, belum ada penelitian mengenai pengaruh ATO pada pembedahan mastektomi radikal modifikasi (MRM) terhadap kejadian mual muntah pascabedah (MMPB) dan lama perawatan di UPPA. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan ATO dengan anestesi berbasis opioid (ABO) pada pembedahan mastektomi radikal modifikasi (MRM) dan efeknya terhadap kejadian mual dan muntah pascabedah (MMPB) dan lama perawatan di UPPA.Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian uji acak tersamar tunggal. Sampel penelitian adalah pasien yang menjalani prosedur pembedahan MRM elektif di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo dan Rumah Sakit jejaring pendidikan. Sampel penelitian dibagi menjadi kelompok ABO dan kelompok ATO. Setelah operasi selesai pasien dipindahkan ke UPPA dan dicatat lama rawat dan kejadian mual dan muntah hingga 2 jam pascabedah.Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna lama perawatan di UPPA pada kedua kelompok (p=0,184).Terdapat perbedaan bermakna pada kejadian mual dan muntah pada kedua kelompok (p=0,044 dan p=0,02).Simpulan: Kejadian MMPB pada kelompok ATO lebih rendah dibandingkan dengan kelompok ABO.
Dampak Aktivitas Penambangan Bahan Galian C pada Lingkungan Biofisik dan Sosial Ekonomi Penambang di Kabupaten Bone Bolango Salahuddin, Andi
Jurnal Teknik Vol 22 No 1 (2024): Jurnal Teknik
Publisher : Universitas Negeri Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37031/jt.v22i1.374

Abstract

Bone Bolango Regency is currently experiencing a fairly rapid development process and automatically has an impact on the high demand for material resources, one of which is C excavated material. Currently, there are at least 40 (forty) companies and individuals who have mining activity permits for excavation C covering a mining area of around 360 Ha. This number does not include activities that do not yet have a permit. This, of course, will have an impact on the biophysical and socio-economic environment of miners. Therefore, researchers took 2 sample locations, namely in Owata Village, Bulango Ulu District, and Longalo Village, North Bulango District, considering that both villages have a fairly large mining area of excavation C compared to other villages. Researchers will analyze the perception of mining communities regarding C mining activities and the impacts caused by the biophysical and socio-economic environment. The results of the analysis will be used in formulating local government policy strategies to maximize positive impacts and minimize negative impacts. Miners' perception of C mining activities was obtained through questionnaire results on 50 (fifty) respondents divided into 25 (twenty-five) respondents in Owata Village and 25 (twenty-five) respondents in Longalo Village. The impact is obtained through qualitative methods, namely from primary data such as surveys and interviews and supported by secondary data from related departments. After that, local government policy strategies are obtained through the SWOT analysis method, namely the results of questionnaires on experts. The results of the analysis show the perception of the mining community in Owata Village and Longalo Village regarding mining activities, namely all of them agree with the mining activities of quarry C. They also fully agree if it is stated that mining activities help support daily income which is useful in supporting the cost of their children's education and the need for socialization related to mining activities from the Regional Government. As for miners who disagree if related to arguments that state that mining activities meet safety standards, can trigger conflicts between miners, are required to have health insurance, have a negative impact on the environment, cause floods, landslides and damage to roads, cause cough disease / ISPA and are obliged to mine managers to make efforts to improve the environment. The impact of mining activities in excavation C on the biophysical environment is (i) soil pollution due to oil splatters produced by machines and heavy equipment used, water in the form of decreased / turbid groundwater quality and exceeding the quality standards of COD and BOD criteria which indicate that groundwater has been contaminated with domestic waste, and air in the form of decreased air quality due to dust produced from mining and transportation activities, (ii) The potential for floods and erosion / landslides in the form of increasing intensity of floods and landslides that often occur in mining areas and surrounding areas, while the impact on economic conditions is as a source of economic income by the community and the impact on social conditions is conflict over mining land ownership.Policy strategies that can be taken by the Regional Government of Bone Bolango Regency to minimize the negative impact of mining activities in excavation C are: (i) Determination of mine sites based on identification and inventory of material reserves, (ii) post-mining land reclamation/rehabilitation, (iii) Erosion and flood control through soil and water conservation efforts.
Hubungan Konsentrasi Levobupivakain Isobarik 0,0625%, 0,125%, dan 0,25% pada Blok Fascia Iliaca Terhadap Skor Nyeri dan Rescue Analgesia Satya Nugraha, Eva; Salahuddin, Andi; Datu, Madonna Damayanthie; Gaus, Syafruddin; Ratnawati; Nurdin, Haizah
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 42 No 3 (2024): Oktober
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v42i3.357

Abstract

Latar Belakang: Fraktur femur terbuka dapat ditangani dengan tindakan Open Reduction Internal Fixation (ORIF). Dibutuhkan analgesia yang adekuat pada periode pascabedah untuk efektivitas rehabilitasi dan mencegah komplikasi. Intervensi blok kompartemen fascia iliaca dapat dilakukan untuk manajemen nyeri pascabedah pada pasien operasi ORIF femur. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan konsentrasi obat levobupivakain isobarik 0,0625%, 0,125% dan 0,25% pada blok fascia iliaca terhadap skor nyeri dan kebutuhan rescue analgesia pascabedah. Metode: Penelitian ini menggunakan desain eksperimental, dengan rancangan acak tersamar ganda pada pasien ortopedi yang menjalani ORIF dengan metode consecutive sampling. Data yang diambil adalah skor nyeri pascabedah pada jam ke-4, 8, 12 dan 24 setelah blok fascia iliaca dengan menggunakan Numeric Rating Scale (NRS), serta jumlah kejadian pemberian rescue analgesia dalam 24 jam pascabedah. Uji normalitas data menggunakan tes Kolmogorov-Smirnov. Hasil: Pada 4 jam setelah tindakan blok fascia iliaca tidak ditemukan perbedaan pada ketiga kelompok. Terdapat perbedaan NRS yang signifikan pada jam ke 8 dengan nilai p= 0,037, serta pada jam ke-12 dan 24 jika dibandingkan pada ketiga jenis konsentrasi levobupivakain dengan nilai p < 0,001. Tidak terdapat perbedaan jumlah kejadian rescue analgesia yang signifikan jika dibandingkan pada ketiga jenis konsentrasi levobupivakain dengan nilai p = 0,111. Simpulan: Blok fascia iliaca dapat digunakan sebagai salah satu manajemen analgesia multimodal pada ORIF femur. Skor nyeri dan kebutuhan rescue analgesia lebih rendah pada kelompok levobupivakain 0,125% dan 0,25% dibandingkan 0,0625%.
Hubungan PCO2 Gap dengan Kejadian Awal Sepsis pada Pasien dengan Ventilasi Mekanik di Ruang Perawatan Intensif RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Baderu, Muhammad Rum; Salam, Syamsul Hilal; Salahuddin, Andi; Ahmad, Muhammad Ramli; Muchtar, Faisal; Adil, Andi
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 43 No 1 (2025): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v43i1.370

Abstract

Latar Belakang: Sepsis merupakan disfungsi organ yang disebabkan oleh gangguan respon imun inang terhadap infeksi. Perbedaan karbon dioksida vena ke arteri sentral, atau PCO2 gap menjadi biomarker penyakit kritis. Namun, penanda ini memiliki keterbatasan karena parameter hemodinamik dan ScvO2 tidak menjamin perfusi jaringan yang adekuat serta mortalitas dan kegagalan organ masih tinggi. Belum ada penelitian yang mengkaji hubungan PCO2 gap pada pasien terventilasi mekanik dengan kejadian sepsis. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan PCO2 gap sebagai prediktor kejadian sepsis pada pasien terventilasi mekanik di ruang perawatan intensif RSUP Wahidin Sudirohusodo. Metode: Penelitian ini menggunakan desain kohort prospektif. Populasi penelitian adalah pasien yang menjalani prosedur pemasangan ventilasi mekanik di ruang perawatan intensif. Pemeriksaan PCO2 gap, yang mencakup PCO2 arteri dan PCO2 vena, dilakukan pada hari ke-1 pemasangan ventilasi mekanik (T0), hari ke-2 (T1), dan hari ke-3 (T2). Selain itu, dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang, serta evaluasi menggunakan Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) dan Sindrom Respon Inflamasi Sistemik (SIRS) untuk diagnosis sepsis pada T0, T1, dan T2. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara PCO2 gap dengan kejadian sepsis pada hari ke-1, ke-2, dan ke-3 setelah pemasangan ventilasi mekanik (p >0,05). Simpulan: PCO2 gap tidak berhubungan dengan tingkat kejadian sepsis dan menjadi prediktor yang kurang efektif dalam memprediksi kejadian sepsis pada hari ke-1, ke-2, dan ke-3 setelah pemasangan ventilasi mekanik.
Perbandingan Efektivitas antara Blok Subtenon dengan Blok Peribulbar pada Pembedahan Vitreoretinal Sonambela, Sander; Salahuddin, Andi; Hilal Salam, Syamsul; Arif, Syafri Kamsul; Musba, Andi Muhammad Takdir; Rum, Muhammad
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 43 No 1 (2025): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v43i1.374

Abstract

Latar Belakang: Penyakit vitreoretinal adalah penyebab umum gangguan penglihatan dan kebutaan. Anestesi regional telah mendapatkan perhatian yang lebih luas, terutama dalam berbagai bedah mata, mayoritas pasien yang mendapatkan regional anestesi adalah blok nervus oftalmikus dengan blok subtenon sebanyak 46,9%, peribulbar 19,5%, dan retrobulbar 0,5%. Pemilihan anestesi lokal dan regional yang tepat pada bedah mata tergantung pada prosedur yang direncanakan, durasi yang diperlukan, dan karakteristik pasien. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan efektivitas dari blok subtenon dan blok peribulbar pada operasi vitreoretinal. Metode: Desain penelitian ini adalah uji klinis acak tersamar tunggal. Populasi penelitian adalah pasien yang menjalani prosedur pembedahan elektif vitreoretinal. Sampel penelitian dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok blok subtenon dan kelompok blok peribulbar. Mula kerja dan lama kerja blok sensorik dan motorik dicatat. Parameter hemodinamik dinilai sebelum blok peribulbar, 15 menit setelah injeksi, dan setiap 15 menit sampai akhir operasi. Dilakukan pencatatan kebutuhan blok tambahan selama pembedahan pada tiap kelompok. Hasil: Tidak ditemukan perbedaan mula kerja dan lama kerja blok sensorik pada kedua kelompok. Terdapat perbedaan mula kerja blok motorik pada kedua kelompok (p=0,031). Tidak ditemukan perbedaan lama kerja blok motorik pada kedua kelompok. Tidak ditemukan perbedaan kebutuhan blok tambahan pada kedua kelompok (p=0,210). Simpulan: Blok subtenon dan blok peribulbar sama-sama dapat digunakan pada pembedahan vitreoretinal secara efektif namun blok subtenon memberikan hasil yang lebih baik.
KARAKTERISTIK PENDERITA SYOK KARDIOGENIK DI RUMAH SAKIT IBNU SINA MAKASSAR DAN RSUD HAJI MAKASSAR TAHUN 2019-2023 Eli, Andi Paraqleta Nur; Nurhikmawati, Nurhikmawati; Salahuddin, Andi
PREPOTIF : JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT Vol. 9 No. 1 (2025): APRIL 2025
Publisher : Universitas Pahlawan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/prepotif.v9i1.43753

Abstract

Syok kardiogenik merupakan kondisi kegawatdaruratan medis dengan terjadinya hipoperfusi jaringan akibat penurunan curah jantung yang berat dan hipotensi (tekanan darah sistolik <90 mmHg) dengan gangguan perfusi jaringan perifer yang tidak adekuat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui karakteristik penderita syok kardiogenik di Rumah Sakit Ibnu Sina dan RSUD Haji. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif observasional dengan metode total sampling, Populasi seluruh penderita syok kardiogenik yang dirawat inap di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar dan RSUD Haji Makassar tahun 2019-2023 berjumlah 48 kasus, variabel dependen dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, usia, indeks massa tubuh, riwayat penyakit jantung, riwayat hipertensi, riwayat diabetes melitus, riwayat dislipidemia. Semua pasien terdiagnosa syok kardiogenik yang dirawat inap di Rumah Sakit Ibnu Sina Kota Makassar dan RSUD Haji Makassar pada tahun 2019-2023 yaitu sebanyak 48 pasien. Karakteristik pasien terdiagnosa syok kardiogenik yang dirawat inap di Rumah Sakit Ibnu Sina Kota Makassar dan RSUD Haji Makassar pada tahun 2019-2023, kasus terbanyak pada penderita dengan jenis kelamin laki laki, didominasi oleh usia >65 tahun, berdasarkan Indeks Massa Tubuh terbanyak pada kasus obesitas I. Berdasarkan Riwayat penyakit komorbid terbanyak yaitu Congestive heart failure. Kasus penyebab syok kardiogenik didominasi oleh penderita dengan Riwayat hipertensi terkontrol, kasus penyebab syok kardiogenik terbanyak pada penderita dengan yang tidak memiliki Riwayat diabetes melitus, dan tidak menderita dislipidemia