The phenomenon of running among urban communities is no longer merely perceived as a physical activity to maintain health, but has transformed into a digital lifestyle filled with symbols, images, and social meanings. This study aims to analyze how urban communities in Makassar construct their social identity through running as a digital lifestyle, as well as how social media and digital culture contribute to shaping the social meaning and consumptive behavior within this phenomenon. This research employs a qualitative approach with a descriptive method. The informants consist of ten individuals selected through purposive sampling based on specific criteria: considering running as part of their lifestyle, running at least three times a week, actively uploading running activities on social media, frequently participating in paid running events, and intentionally choosing public running spots with street photographers. Data were collected through in-depth interviews, field observations, and digital documentation, and analyzed using Miles and Huberman’s interactive analysis model, which includes data reduction, data display, and conclusion drawing. The findings reveal that running serves as a medium for self-expression and the construction of social identity through visual and symbolic representation on social media, as explained by Erving Goffman’s dramaturgical theory. Furthermore, social media and digital culture shape consumptive behavior through symbolic consumption, as proposed by Jean Baudrillard, where products, brands, and running activities function as indicators of social status. In conclusion, running in the digital era represents a complex social practice that integrates the body, technology, and consumption as a form of identity construction among Makassar’s urban society. ABSTRAKFenomena olahraga lari di kalangan masyarakat urban saat ini tidak lagi sekadar dimaknai sebagai aktivitas fisik untuk menjaga kebugaran tubuh, melainkan telah mengalami transformasi menjadi gaya hidup digital yang sarat dengan simbol, citra, dan makna sosial. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana masyarakat urban di Kota Makassar mengonstruksi identitas sosial melalui aktivitas lari sebagai gaya hidup digital, serta bagaimana media sosial dan budaya digital berperan dalam membentuk makna sosial dan perilaku konsumtif dalam fenomena tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Informan berjumlah sepuluh orang yang dipilih secara purposive dengan kriteria: menjadikan lari sebagai gaya hidup, berlari minimal tiga kali seminggu, aktif mengunggah aktivitas lari di media sosial, sering mengikuti event lari berbayar, dan memilih lokasi lari yang memiliki fotografer jalanan. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi digital, kemudian dianalisis menggunakan model interaktif Miles dan Huberman dengan tahapan reduksi data, penyajian data, serta penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas lari menjadi sarana ekspresi diri dan pembentukan identitas sosial melalui representasi visual dan simbolik di media sosial, sebagaimana dijelaskan oleh teori dramaturgi Erving Goffman. Selain itu, media sosial dan budaya digital membentuk perilaku konsumtif melalui konsumsi simbolik, sebagaimana dikemukakan Jean Baudrillard, di mana barang, merek, dan aktivitas lari dipahami sebagai tanda status sosial. Kesimpulannya, aktivitas lari di era digital merupakan praktik sosial kompleks yang menggabungkan tubuh, teknologi, dan konsumsi sebagai bentuk konstruksi identitas masyarakat urban Makassar.