Prima Almazini
Department Of Cardiology And Vascular Medicine Universitas Indonesia/Universitas Indonesia Hospital

Published : 9 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Antibiotik untuk Pencegahan Demam Reumatik Akut dan Penyakit Jantung Reumatik Almazini, Prima
Cermin Dunia Kedokteran Vol 41, No 7 (2014): Kardiologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (115.195 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v41i7.1121

Abstract

Demam reumatik akut dan penyakit jantung reumatik merupakan penyebab terbanyak penyakit jantung yang didapat. Prevalensi penyakit jantung reumatik masih cukup tinggi di negara berkembang seperti Indonesia. Upaya pencegahan primer dan sekunder sangat penting untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit jantung reumatik di Indonesia. Efektivitas pencegahan dengan pemberian antibiotik ditentukan oleh pengenalan penyakit, pemilihan agen yang tepat, dan kepatuhan pasien. Karena waktu pengobatan yang lama, kepatuhan pasien adalah faktor penting keberhasilan. Edukasi dapat meningkatkan kepatuhan pasien.Acute rheumatic fever and rheumatic heart disease are leading cause of acquired heart disease. Prevalence of rheumatic heart disease is sufficiently high in developing countries including Indonesia. Primary and secondary prevention are very important to reduce morbidity and mortality caused by rheumatic heart disease. Efficacy of antimicrobial prophylaxis depends on recognition of disease, selection of appropriate agent, and patient's compliance to medication. As it needs long duration of prophylaxis, compliance is important to achieve success. Education can improve patient's adherence.
Pengalaman Awal Tindakan MitraClip di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta Almazini, Prima; Hersunarti, Nani; Soerarso, Rarsari; Budi Siswanto, Bambang; Firman, Doni; M Soesanto, Amiliana
Cermin Dunia Kedokteran Vol 43, No 3 (2016): Kardiologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (594.129 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v43i3.27

Abstract

Latar Belakang: MitraClip merupakan pilihan terapi untuk pasien regurgitasi katup mitral berat yang berisiko tinggi untuk operasi. Tujuan penelitian ini adalah melaporkan tindakan MitraClip di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta. Metode: Penelitian retrospektif di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta. Data diperoleh dari database komputer dan rekam medis dari Februari 2014 sampai Januari 2015, kemudian dianalisis dengan SPSS. Hasil: Enam orang pasien berusia 51 – 75 tahun, menjalani tindakan MitraClip; 5 pasien regurgitasi katup mitral berat dan 1 pasien regurgitasi katup sedang. Satu pasien perempuan dan 5 pasien laki-laki. Dua pasien merupakan regurgitasi mitral degeneratif dan 4 pasien regurgitasi mitral fungsional. Dua pasien dipasangi satu buah MitraClip dan 4 pasien dipasangi dua buah MitraClip. Setelah tindakan, derajat regurgitasi berkurang menjadi ringan pada 2 pasien dan menjadi sedang pada 4 pasien. Dimensi diastolik akhirventrikel kiri berkurang dari 66 ± 6,5 mm saat awal menjadi 59 ± 7,3 mm (p=0,04) saat pulang. Dimensi sistolik akhir ventrikel kiri berkurang dari 50 ± 10,6 mm saat awal menjadi 48 ± 10,0 mm saat pulang (p=0,27). Satu bulan setelah tindakan MitraClip, 2 pasien dengan kelas fungsional I dan 4 pasien dengan kelas fungsional II. Tidak ada pasien yang meninggal dalam perawatan di rumah sakit. Satu pasien perawatan ulang di rumah sakit karena gagal jantung. Simpulan: MitraClip merupakan pilihan terapi yang efektif dan aman untuk pasien regurgitasi mitral degeneratif dan fungsional yang risiko tinggi untuk operasi. Dimensi ventrikel kiri, kelas fungsional NYHA, derajat keparahan regurgitasi katup, dan tingkat perawatan ulang mengalami perbaikan setelah dipasang MitraClip.
Myxoma Atrium Kiri dengan Regurgitasi Trikuspid: Patofisiologi, Diagnosis dan Tata Laksana Prima Almazini; Bambang Budi Siswanto; Nani Hersunarti; Rarsari Soerarso; Amiliana M Soesanto
Jurnal Kardiologi Indonesia Vol. 36, No. 1 Januari - Maret 2015
Publisher : The Indonesian Heart Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30701/ijc.v36i1.438

Abstract

Cardiac myxomas are the most common primary cardiac tumors. Myxoma are more common in women. Clinical manifestations can mimic many cardiac and noncardiac conditions. Transthoracic echocardiography (TTE) is the gold standard method in the diagnosis of cardiac myxoma. The management of cardiac myxoma are medical therapy for the treatment of associated conditions and surgical removal as the definitive treatment.
Pengalaman Awal Tindakan MitraClip di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta Prima Almazini; Nani Hersunarti; Rarsari Soerarso; Bambang Budi Siswanto; Doni Firman; Amiliana M Soesanto
Jurnal Kardiologi Indonesia Vol. 36, No. 2 April - Juni 2015
Publisher : The Indonesian Heart Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30701/ijc.v36i2.462

Abstract

Background: Percutaneous mitral valve repair (PMVR) with MitraClip is considered as an optional treatment for patients with significant MR who are high risk for having surgery. This novel therapy is less invasive, safe, and effective for MR reduction, and hence improve symptoms of heart failure, as well as reverse left ventricle remodeling. The purpose of this study was to report the early experience of Mitraclip procedure for treating significant MR at the National Cardiovascular Center Harapan Kita.Methods: This retrospective study was conducted at National Cardiovascular Center Harapan Kita Hospital, Jakarta. The data was retrieved from computerized database and medical records from February 2014 to January 2015, and then analyzed with SPSS.Results: A total of 6 patients with age 51 - 75 years old, underwent MitraClip procedure. Of all patients, the MR were severe in 5 patients and moderate in 1 patient. One was female and 5 were male. Among these patients, 2 were degenerative MR and 6 were functional MR. Two patients were treated with single MitraClip and 4 patients required double MitraClip. Post proccedure, there was reduction of MR to mild was achieved in 2 patients and to moderate in 4 patients. The left ventricular end diastolic dimension decreased from 66 ± 6.5 mm at baseline to 59 ± 7.3 mm (p=0.04) and end systolic dimensions decreased from 50 ± 10.6 mm at baseline to 48 ± 10.0 mm before discharge (p=0.27) as evaluated from predischarge echocardiography. At one month after procedure, 2 patients were in New York Heart Association (NYHA) functional class I and 4 patients were in class II. In-hospital mortality was 0%. Only 1 patient was re-hospitalized after procedure due to heart failure.Conclusion: From our early experience, MitraClip was considered an effective and safe option for patients with functional and degenerative MR who are at high risk for open-heart surgery. Left ventricle dimension, NYHA functional class, MR reduction, and re-hospitalization rate were improved after procedure.
Fistula Arteri Koroner, Penyebab Nyeri Dada yang Jarang Ditemukan pada Dewasa : Peran Computed Tomography Angiografi Prima Almazini; Andy Rahman; Dian Yaniarti; Elen Sahara; Celly Anantaria; Manoefris Kasim
Jurnal Kardiologi Indonesia Vol. 36, No. 4 Oktober - Desember 2015
Publisher : The Indonesian Heart Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30701/ijc.v36i4.504

Abstract

Coronary artery fistula, usually congenital in origin, is an abnormal communication between a coronary artery and a cardiac chamber or great vessel. A coronary artery fistula can produce myocardial ischemia from coronary steal phenomenon. First case, a 54-year-old man was found to have a fistula from the left anterior descending coronary artery and right coronary artery to the main pulmonary artery, a rare anomaly. This patient developed chest pain due to myocardial ischemia in the left anterior descending coronary artery distribution for several months before evaluation. The patient was suggested to close the fistula but rejected. Second case, a-57 year-old woman was found to have fistula from left anterior descending coronary artery to main pulmonary artery. Patient presented with chest pain since 6 years ago. The patient was planned to close the fistula transcutaneously. Coronary artery fistulas, though rare, should be considered in the differential diagnosis when an adult patient presents with chest pain. Although coronary angiography is the gold standar diagnostic test for detection of coronary artery fistula, computed tomography angiography may be an alternative test through its good spatial resolution.
Tindakan Ablasi pada Fibrilasi Atrium Berasal dari Vena Kava Superior Prima Almazini; Gustaf David Sinaka; Dony Yugo; Sunu Budhi Raharjo; Dicky Armein Hanafy; Yoga Yuniadi
Jurnal Kardiologi Indonesia Vol 39 No 2 (2018): Indonesian Journal of Cardiology: April-June 2018
Publisher : The Indonesian Heart Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30701/ijc.v39i2.759

Abstract

Latar Belakang: Fibrilasi atrium (FA) merupakan aritmia yang paling sering ditemukan. Fibrilasi atrium membutuhkan adanya pemicu untuk inisiasi dan substrat untuk mempertahankan aritmia. Fokus tunggal atau multipel sebagai pemicu, paling sering di vena pulmonal tetapi dapat juga berasal dari selain vena pulmonal, seperti di vena kava superior. Patofisiologi aritmia di vena kava superior masih belum dapat dipahami. Ilustrasi Kasus: Seorang perempuan, 72 tahun, datang ke poliklinik Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (PJNHK) dengan keluhan utama sering berdebar-debar. Pasien pertama kali mengeluh berdebar-debar pada tahun 2000, namun baru pada tahun 2007 pasien melakukan pemeriksaan dan terapi dengan obat-obatan serta dilakukan tindakan ablasi FA. Pada tahun 2010, pasien mengeluh berdebar-debar kembali dan dapat dikontrol dengan terapi medikamentosa. Pada tahun 2016, pasien menjalani tindakan ablasi kedua dengan hasil berhasil dilakukan isolasi vena pulmonal dan angiografi koroner memperlihatkan arteri koroner normal. Pasien sempat datang ke UGD PJNHK bulan Mei 2017 dengan keluhan berdebar dan hasil pemeriksaan EKG saat di UGD menunjukkan irama FA. Dilakukan tindakan ablasi ketiga dengan hasil berhasil dilakukan isolasi vena kava superior. Kesimpulan: Vena kava superior dapat berperan sebagai pemicu atau substrat fibrilasi atrium. Sebagai fokus, selain vena pulmonal, yang paling sering menjadi sumber fibrilasi atrium, vena kava superior menjadi target penting saat tindakan ablasi fibrilasi atrium.
Pengalaman Awal Tindakan MitraClip di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta Prima Almazini; Nani Hersunarti; Rarsari Soerarso; Bambang Budi Siswanto; Doni Firman; Amiliana M Soesanto
Cermin Dunia Kedokteran Vol 43, No 3 (2016): Kardiologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55175/cdk.v43i3.27

Abstract

Latar Belakang: MitraClip merupakan pilihan terapi untuk pasien regurgitasi katup mitral berat yang berisiko tinggi untuk operasi. Tujuan penelitian ini adalah melaporkan tindakan MitraClip di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta. Metode: Penelitian retrospektif di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta. Data diperoleh dari database komputer dan rekam medis dari Februari 2014 sampai Januari 2015, kemudian dianalisis dengan SPSS. Hasil: Enam orang pasien berusia 51 – 75 tahun, menjalani tindakan MitraClip; 5 pasien regurgitasi katup mitral berat dan 1 pasien regurgitasi katup sedang. Satu pasien perempuan dan 5 pasien laki-laki. Dua pasien merupakan regurgitasi mitral degeneratif dan 4 pasien regurgitasi mitral fungsional. Dua pasien dipasangi satu buah MitraClip dan 4 pasien dipasangi dua buah MitraClip. Setelah tindakan, derajat regurgitasi berkurang menjadi ringan pada 2 pasien dan menjadi sedang pada 4 pasien. Dimensi diastolik akhirventrikel kiri berkurang dari 66 ± 6,5 mm saat awal menjadi 59 ± 7,3 mm (p=0,04) saat pulang. Dimensi sistolik akhir ventrikel kiri berkurang dari 50 ± 10,6 mm saat awal menjadi 48 ± 10,0 mm saat pulang (p=0,27). Satu bulan setelah tindakan MitraClip, 2 pasien dengan kelas fungsional I dan 4 pasien dengan kelas fungsional II. Tidak ada pasien yang meninggal dalam perawatan di rumah sakit. Satu pasien perawatan ulang di rumah sakit karena gagal jantung. Simpulan: MitraClip merupakan pilihan terapi yang efektif dan aman untuk pasien regurgitasi mitral degeneratif dan fungsional yang risiko tinggi untuk operasi. Dimensi ventrikel kiri, kelas fungsional NYHA, derajat keparahan regurgitasi katup, dan tingkat perawatan ulang mengalami perbaikan setelah dipasang MitraClip.
Antibiotik untuk Pencegahan Demam Reumatik Akut dan Penyakit Jantung Reumatik Prima Almazini
Cermin Dunia Kedokteran Vol 41, No 7 (2014): Kardiologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55175/cdk.v41i7.1121

Abstract

Demam reumatik akut dan penyakit jantung reumatik merupakan penyebab terbanyak penyakit jantung yang didapat. Prevalensi penyakit jantung reumatik masih cukup tinggi di negara berkembang seperti Indonesia. Upaya pencegahan primer dan sekunder sangat penting untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit jantung reumatik di Indonesia. Efektivitas pencegahan dengan pemberian antibiotik ditentukan oleh pengenalan penyakit, pemilihan agen yang tepat, dan kepatuhan pasien. Karena waktu pengobatan yang lama, kepatuhan pasien adalah faktor penting keberhasilan. Edukasi dapat meningkatkan kepatuhan pasien.Acute rheumatic fever and rheumatic heart disease are leading cause of acquired heart disease. Prevalence of rheumatic heart disease is sufficiently high in developing countries including Indonesia. Primary and secondary prevention are very important to reduce morbidity and mortality caused by rheumatic heart disease. Efficacy of antimicrobial prophylaxis depends on recognition of disease, selection of appropriate agent, and patient's compliance to medication. As it needs long duration of prophylaxis, compliance is important to achieve success. Education can improve patient's adherence.
Insiden gejala menetap dan gambaran ekokardiografi pasca infensi COVID-19 ringan Almazini, Prima; Soesanto, Amiliana M; Kuncoro, Ario S; Ariani, Rina; Rudiktyo, Estu; Sukmawan, Renan
Jurnal Kardiologi Indonesia Vol 43 No 1 (2022): Indonesian Journal of Cardiology: January - March 2022
Publisher : The Indonesian Heart Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30701/ijc.1160

Abstract

Background: Survived from COVID-19 infection, some patients yet have residual symptoms. Multi-organ and mechanisms of disease can be involved. The data regarding echocardiographic dimension and function of the cardiac in the COVID-19 survivors remains scarce. Method: This was a descriptive cross-sectional study that involves a total of 63 subjects. Subjects were employees and medical residents at National Cardiovascular Center Harapan Kita, who previously get infected by COVID-19. Each subject was examined transthoracic echocardiography once at the time of recruitment. Echocardiographic parameters obtained in this study included dimension and systolic function of the left ventricle and right ventricle, global longitudinal strain by 2D speckle tracking echocardiography, and myocardial work index. Result: More than a half of the subjects experienced persistent symptoms after recovery from COVID-19 infection and mainly was fatigue (33.3%). The timing of data acquisition on the median was 32 days after the negative of the COVID-19 test result. 2D echocardiography measurement of left ventricle indicated mean of end-diastolic diameter and end-systolic diameter was 45 mm and 27 mm, respectively. The mean ejection fraction (EF) of the left ventricle by Simpson’s biplane method was 61%. The median of tricuspid annular plane systolic excursion (TAPSE) parameter was 23 mm and the fractional area change (FAC) parameter was 39%. The mean of global longitudinal strain (GLS) was -19.6%. Conclusion: After recovery from COVID-19 infection, some survivors may have post-acute infectious consequences of COVID-19 such as fatigue, dyspnea, and malaise. However, echocardiographic findings in those patients with mild symptoms, including 2D echocardiography, myocardial strain analysis, and myocardial work index, indicate normal dimension and systolic function in both left ventricle and right ventricle.