Articles
PERAN KEPOLISIAN DALAM PENANGANAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara)
S.H., M.Hum, Prof. Dr. Maidin Gultom;
Manalu, S.H., M.H, Sahata
JURNAL JUSTIQA Vol 5, No 2 (2023): Vol 5 No 2 Tahun 2023
Publisher : Universitas Quality
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.36764/justiqa.v5i2.1241
This study aims to identify and understand the modus operandi of money laundering; and To know and understand the role of the police in dealing with the Crime of Money Laundering.This research is a normative juridical research that is analytical descriptive in nature, namely research that aims to provide an overview of: the causes of the occurrence of money laundering crimes and the modus operandi of money laundering crimes, criminal responsibility of perpetrators of money laundering crimes according to Law no. 8 of 2010, the role of the police in overcoming the crime of money laundering.Whereas the results of this study are 1) To anticipate the implementation of the TPPU Law, service providers must prepare themselves, especially the administration system for prospective customers, the investigation system and strategy that will be carried out by a special unit, and vice versa, the general public must understand and understand money laundering, in addition it is necessary to have cooperation between related parties and other countries in eradicating money laundering crimes, without such cooperation the crime of laundering will continue to develop; and 2) The role of the North Sumatra Regional Police in tackling money laundering crimes according to Article 1 paragraph (5) of Law no. 2 of 2002 concerning the Indonesian National Police, namely the role of the National Police which is in line with the Police functions stipulated in Law no. 2 of 2002 concerning the Police and efforts to combat money laundering in the criminal justice system, namely carrying out preliminary examinations. Preliminary examinations are carried out in the sense that an investigation is carried out against a person suspected of committing a crime. A criminal case reaches the hands of Polri investigators.
The Restorative Justice Orientation Regarding Sexual Violence Occurring in Religious-Based Educational Environments in Indonesia
Henny Saida Flora;
Sahata Manalu;
Nar Yan Thapa
Jurnal Dinamika Hukum Vol 23, No 3 (2023)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20884/1.jdh.2023.23.3.3715
Restorative Justice is a concept that focuses on victim recovery and is relevant to be applied in various regulations, one of which is the regulation for religious-based education in Indonesia. This study aims to answer two legal issues, namely the orientation of the application of the concept of Restorative Justice and the ideal formulation of the application of the concept of Restorative Justice to overcome acts of sexual violence in religious-based education environments. This research is a normative legal research with a concept and statutory approach. The results of the study show that the orientation of the concept of Restorative Justice in an effort to overcome acts of sexual violence in religious-based education environments already exists, such as the orientation to provide optimal recovery for victims. Even so, the concept orientation can still be considered partial or imperfect. Therefore, in order to perfect the arrangements regarding the concept of Restorative Justice, it is necessary to formulate an ideal by prioritizing two orientations, namely orientation to explicitly regulate the concept of Restorative Justice in laws and regulations as well as arrangements regarding the involvement of various sectors which include the surrounding community, foundation leaders, student guardians, to the School Committee to minimize sexual violence in religious-based education environments in Indonesia.Keywords: Religious Based Education; Restorative Justice; Sexual Violence.
ANALISIS YURIDIS TINDAKAN DISKRESI KEPOLISIAN PADA TAHAP PENYIDIKAN
Manalu, Sahata
Fiat Iustitia : Jurnal Hukum Volume 1 Nomor 1
Publisher : Universitas Katolik Santo Thomas Medan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (1017.63 KB)
|
DOI: 10.54367/fiat.v1i1.913
In carrying out its professional duties, the National Police has the authority of discretion that can be carried out in certain circumstances. Discretion is an authority given by law to law enforcement officers, especially the police to act in special situations in accordance with the judgment and conscience of the agency or the officer himself. This research formula is: 1). How to implement police discretion at the investigation stage; and 2). How far the effectiveness of the implementation of police discretion at the investigation stage. This research is a normative legal research, which uses secondary legal material as the main data. From the results of this study concluded that 1) The use of police discretion in stopping investigations, it appears that there is authority in certain cases or circumstances to make a decision whether to take action or not if a crime occurs and there are factors that influence the discretion of the police in stopping investigations between Other legal factors; law enforcement factors; community factors; infrastructure factors; and legal cultural factors; 2. The effective implementation of discretion must be carried out with caution by improving the quality of human resources in the field of law enforcement as well as the power or authority that is carried out based on law based on considerations and beliefs and emphasizes more on moral considerations rather than legal considerations and provides real justice by paying attention the risk and benefit side of an action taken
TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK
Manalu, Sahata
Fiat Iustitia : Jurnal Hukum Volume 1 Nomor 2
Publisher : Universitas Katolik Santo Thomas Medan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (13080.38 KB)
|
DOI: 10.54367/fiat.v1i2.1155
Anak sebagai bagian dari generasi muda adalah merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan juga merupakan sumber daya manusia (SDM) yang sangat potensial bagi pembangunan nasional. Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, diperlukan pembinaan dan pembimbingan secara terus-menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial serta perlindungan dari segala kemungkinan yang akan membahayakan anak atau generasi muda dan bangsa di masa mendatang. Rumusan penelitian ini adalah: 1) Bagaimana pembuktian tindak pidana persetubuhan terhadap anak; dan 2) Apa faktor penghambat pembuktian tindak pidana persetubuhan terhadap anak. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa: 1) Pembuktian tindak pidana persetubuhan terhadap anak terdapat 4 (empat) kategori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim, yaitu: a) sistem atau teori berdasarkan keyakinan hakim semata (conviction intime); b) sistem atau teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis (conviction in rasione); c) sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang-undang positif (positief wetelijk bewijstheorie); d) sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara terbatas (negatief wetelijk); 2) Faktor penghambat pembuktian tindak pidana persetubuhan terhadap anak, yaitu: a) hambatan yang menyangkut segi sumber daya manusia dari penyidik; b) korban masih anak-anak; c) tersangka tidak mengaku; d) tidak ada nya saksi yang melihat secara langsung dan saksi tidak mau datang untuk memberikan keterangan; e) keterbatasan Dokter Forensik.
PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN RINGAN DI KEJAKSAAN NEGERI MEDAN
Gultom, Maidin;
Manalu, Sahata
Fiat Iustitia : Jurnal Hukum Volume 4 Nomor 1 Tahun 2023
Publisher : Universitas Katolik Santo Thomas Medan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya pendekatan Restorative Justice sebagai alternatif penyelesaian tindak pidana penganiayaan ringan di Kejaksaan Negeri Medan dan mengetahui hambatan yang timbul dalam upaya pendekatan Restorative Justice terhadap tindak pidana penganiayaan ringan di Kejaksaan Negeri Medan. Data primer yang digunakan diperoleh secara langsung melalui wawancara dengan Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasipidum) Kejaksanaan Negeri Medan. Data sekunder adalah studi kepustakaan dengan cara membaca, mengutip, mempelajari, menelaah literatur-literatur atau bahan-bahan yang ada serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Bahan yang telah terkumpul dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif yuridis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pihak Kejaksaan Negeri Medan sudah dapat menangani perkara tindak pidana penganiayaan ringan Pasal 352 KUHP dengan menggunakan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, tetapi masih ada juga sebagian perkara yang tidak dapat diselesaikan di luar pengadilan. Tidak tercapai kesepakatan antar pihak yang terlibat antara Pelaku dan Korban disebabkan pidana ini berhubungan dengan kejahatan terhadap jiwa. Karena Restoratif Justice dapat terwujud ketika tercapai kesepakatan antar pihak yang terlibat (Pelaku, Korban dan Mediator). Jika korban dan pelaku tidak mencapai kesepakatan maka, perkara selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan. Hambatan yang timbul dalam upaya pendekatan Restorative Justice terhadap tindak pidana penganiayaan ringan, antara lain susahnya memberikan arahan kepada pihak korban agar menyelesaikan perkara di tingkat Kejaksaan saja, selain itu adanya keinginan dari korban untuk melanjutkan perkara sampai proses peradilan sehingga menimbulkan efek jera bagi pelaku. Selain itu ada juga hambatan dari Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dalam peraturan ini tidak ada pasal yang mewajibkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) harus menghentikan kasus secara Restorative Justice. Hambatan lainnya yang dihadapi yaitu faktor hukum, faktor penegak hukum, faktor sarana, faktor pelaku dan korban serta faktor kebudayaan.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN TERHADAP ANAK SANTRI DI PONDOK PESANTREN: (Putusan PN Tangerang No. 2121/Pid.Sus/2022)
Manalu, Sahata;
Pasaribu, Gokma Mariana Esterlina
Fiat Iustitia : Jurnal Hukum Volume 5 Nomor 1 Tahun 2024
Publisher : Universitas Katolik Santo Thomas Medan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertanggungjawaban pelaku tindak pidana pencabulan terhadap anak santri di pondok pesantren, dan untuk mengetahui dasar pertimbangan Hakim menjatuhkan putusan ringan terhadap pelaku tindak pidana pencabulan terhadap anak santri di pondok pesantren . Data yang digunakan di dalam penelitian yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder yaitu data yang menggunakan keterangan atau penunjang kelengkapan data primer. Data sekunder diperoleh dengan studi dokumen dengan membaca, mempelajari dan menganalisa litratur berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku dan sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini peneliti mendapatkan hasil penelitian yang menunjukkan pertanggungjawaban pelaku tindak pidana tindak pidana pencabulan terhadap anak santri di pondok pesantren adalah Pertanggungjawaban pidana tergantung pada dua hal, yaitu: Unsur objektif Perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan Unsur subjektif terhadap pelakunya ada unsur kesalahan dalam bentuk kesengajaan dan atau kealpaan, sehingga perbuatan yang melawan hukum tersebut dapat dipertanggungjawabkan kepadanya. Dasar pertimbangan Hakim menjatuhkan putusan lebih ringan terhadap pelaku tindak pidana pencabulan terhadap anak santri di pondok pesantren adalah terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa masih berusia muda dan diharapkan dapat memperbaiki perilakunya serta terdakwa baru membina keluarga.
ANALISIS YURIDIS TINDAKAN DISKRESI KEPOLISIAN PADA TAHAP PENYIDIKAN
Manalu, Sahata
Fiat Iustitia : Jurnal Hukum Volume 1 Nomor 1
Publisher : Universitas Katolik Santo Thomas Medan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (1017.63 KB)
|
DOI: 10.54367/fiat.v1i1.913
In carrying out its professional duties, the National Police has the authority of discretion that can be carried out in certain circumstances. Discretion is an authority given by law to law enforcement officers, especially the police to act in special situations in accordance with the judgment and conscience of the agency or the officer himself. This research formula is: 1). How to implement police discretion at the investigation stage; and 2). How far the effectiveness of the implementation of police discretion at the investigation stage. This research is a normative legal research, which uses secondary legal material as the main data. From the results of this study concluded that 1) The use of police discretion in stopping investigations, it appears that there is authority in certain cases or circumstances to make a decision whether to take action or not if a crime occurs and there are factors that influence the discretion of the police in stopping investigations between Other legal factors; law enforcement factors; community factors; infrastructure factors; and legal cultural factors; 2. The effective implementation of discretion must be carried out with caution by improving the quality of human resources in the field of law enforcement as well as the power or authority that is carried out based on law based on considerations and beliefs and emphasizes more on moral considerations rather than legal considerations and provides real justice by paying attention the risk and benefit side of an action taken
TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK
Manalu, Sahata
Fiat Iustitia : Jurnal Hukum Volume 1 Nomor 2
Publisher : Universitas Katolik Santo Thomas Medan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.54367/fiat.v1i2.1155
Anak sebagai bagian dari generasi muda adalah merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan juga merupakan sumber daya manusia (SDM) yang sangat potensial bagi pembangunan nasional. Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, diperlukan pembinaan dan pembimbingan secara terus-menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial serta perlindungan dari segala kemungkinan yang akan membahayakan anak atau generasi muda dan bangsa di masa mendatang. Rumusan penelitian ini adalah: 1) Bagaimana pembuktian tindak pidana persetubuhan terhadap anak; dan 2) Apa faktor penghambat pembuktian tindak pidana persetubuhan terhadap anak. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa: 1) Pembuktian tindak pidana persetubuhan terhadap anak terdapat 4 (empat) kategori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim, yaitu: a) sistem atau teori berdasarkan keyakinan hakim semata (conviction intime); b) sistem atau teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis (conviction in rasione); c) sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang-undang positif (positief wetelijk bewijstheorie); d) sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara terbatas (negatief wetelijk); 2) Faktor penghambat pembuktian tindak pidana persetubuhan terhadap anak, yaitu: a) hambatan yang menyangkut segi sumber daya manusia dari penyidik; b) korban masih anak-anak; c) tersangka tidak mengaku; d) tidak ada nya saksi yang melihat secara langsung dan saksi tidak mau datang untuk memberikan keterangan; e) keterbatasan Dokter Forensik.
PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN RINGAN DI KEJAKSAAN NEGERI MEDAN
Gultom, Maidin;
Manalu, Sahata
Fiat Iustitia : Jurnal Hukum Volume 4 Nomor 1 Tahun 2023
Publisher : Universitas Katolik Santo Thomas Medan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya pendekatan Restorative Justice sebagai alternatif penyelesaian tindak pidana penganiayaan ringan di Kejaksaan Negeri Medan dan mengetahui hambatan yang timbul dalam upaya pendekatan Restorative Justice terhadap tindak pidana penganiayaan ringan di Kejaksaan Negeri Medan. Data primer yang digunakan diperoleh secara langsung melalui wawancara dengan Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasipidum) Kejaksanaan Negeri Medan. Data sekunder adalah studi kepustakaan dengan cara membaca, mengutip, mempelajari, menelaah literatur-literatur atau bahan-bahan yang ada serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Bahan yang telah terkumpul dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif yuridis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pihak Kejaksaan Negeri Medan sudah dapat menangani perkara tindak pidana penganiayaan ringan Pasal 352 KUHP dengan menggunakan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, tetapi masih ada juga sebagian perkara yang tidak dapat diselesaikan di luar pengadilan. Tidak tercapai kesepakatan antar pihak yang terlibat antara Pelaku dan Korban disebabkan pidana ini berhubungan dengan kejahatan terhadap jiwa. Karena Restoratif Justice dapat terwujud ketika tercapai kesepakatan antar pihak yang terlibat (Pelaku, Korban dan Mediator). Jika korban dan pelaku tidak mencapai kesepakatan maka, perkara selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan. Hambatan yang timbul dalam upaya pendekatan Restorative Justice terhadap tindak pidana penganiayaan ringan, antara lain susahnya memberikan arahan kepada pihak korban agar menyelesaikan perkara di tingkat Kejaksaan saja, selain itu adanya keinginan dari korban untuk melanjutkan perkara sampai proses peradilan sehingga menimbulkan efek jera bagi pelaku. Selain itu ada juga hambatan dari Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dalam peraturan ini tidak ada pasal yang mewajibkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) harus menghentikan kasus secara Restorative Justice. Hambatan lainnya yang dihadapi yaitu faktor hukum, faktor penegak hukum, faktor sarana, faktor pelaku dan korban serta faktor kebudayaan.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN TERHADAP ANAK SANTRI DI PONDOK PESANTREN: (Putusan PN Tangerang No. 2121/Pid.Sus/2022)
Manalu, Sahata;
Pasaribu, Gokma Mariana Esterlina
Fiat Iustitia : Jurnal Hukum Volume 5 Nomor 1 Tahun 2024
Publisher : Universitas Katolik Santo Thomas Medan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertanggungjawaban pelaku tindak pidana pencabulan terhadap anak santri di pondok pesantren, dan untuk mengetahui dasar pertimbangan Hakim menjatuhkan putusan ringan terhadap pelaku tindak pidana pencabulan terhadap anak santri di pondok pesantren . Data yang digunakan di dalam penelitian yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder yaitu data yang menggunakan keterangan atau penunjang kelengkapan data primer. Data sekunder diperoleh dengan studi dokumen dengan membaca, mempelajari dan menganalisa litratur berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku dan sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini peneliti mendapatkan hasil penelitian yang menunjukkan pertanggungjawaban pelaku tindak pidana tindak pidana pencabulan terhadap anak santri di pondok pesantren adalah Pertanggungjawaban pidana tergantung pada dua hal, yaitu: Unsur objektif Perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan Unsur subjektif terhadap pelakunya ada unsur kesalahan dalam bentuk kesengajaan dan atau kealpaan, sehingga perbuatan yang melawan hukum tersebut dapat dipertanggungjawabkan kepadanya. Dasar pertimbangan Hakim menjatuhkan putusan lebih ringan terhadap pelaku tindak pidana pencabulan terhadap anak santri di pondok pesantren adalah terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa masih berusia muda dan diharapkan dapat memperbaiki perilakunya serta terdakwa baru membina keluarga.