Claim Missing Document
Check
Articles

Found 38 Documents
Search

PENGARUH TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP PERILAKU SOSIAL PARA REMAJA Gultom, Maidin
MEDIA UNIKA - Majalah Ilmiah Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pada masa sekarang, ada tantangan besar yang bisa menggulung siapa saja yang tidak cakap mengendalikannya, yakni informasi. Media informasi akan melengkapi ancaman tiga tantangan seperti tersebut di atas. Ciri adanya tantangan ini adalah makin tidak terbendungnya arus informasi seiring dengan makin mudah didapatnya teknologi informasi. Remaja bisa dengan mudah mengkonsumsi informasi tentang apapun. Perkembangan dunia teknologi khususnya komunikasi memberikan dampak negatif terhadap kualitas dari hubungan yang mereka jalin. Masyarakat lebih nyaman mengumpulkan teman-teman didunia maya daripada aktif pada kegiatan-kegiatan organisasi riil yang dapat memberikan kualitas hubungan pertemanan yang lebih kongkrit dan intents. Seperti facebook sebagai cotoh kasusnya. Banyak orang yang memiliki ratusan atau bahkan ribuan teman difacebook tapi di dunia nyata, mereka hanya memiliki beberapa orang teman dekat yang menemani keseharian mereka. Kekerasan yang dilakukan remaja dipengaruhi oleh tayangan kekerasan dalam televisi, dan bila merujuk teori konstruktivisme, beragam tayangan kekerasan dalam televisi tidak bisa dianggap remeh, apalagi disisihkan alih-alih menampik tidak ada hubungannya dengan kekerasan yang dilakukan remaja. Sikap dan perilaku remaja dikonstruksi dari informasi yang didapat dari lingkungannya.
TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESORKOTA BESAR MEDAN Muhammad Iqbal Sinaga; Maidin Gultom; Bachtiar Simatupang
JURNAL PROINTEGRITA Vol 2 No 2 (2019): AGUSTUS
Publisher : JURNAL PROINTEGRITA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (222.503 KB)

Abstract

The purpose of this study was to determine the efforts made by the Medan City Police Resort in dealing with and dealing with trafficking, crime prevention efforts against trafficked children and women in Medan, legal protection for children and women victims of trafficking. in the Legal Territory of the Medan Big City Resort Police.The results of the study show that the factors that cause the crime of trafficking in children and women can be categorized into two factors, namely internal factors and external factors. Internal factors, including: individual factors, economic factors, family factors, and education factors. External factors, including: environmental factors, and the weak factor of law enforcement. Prevention and countermeasures carried out by the Medan City Resort Police in dealing with and dealing with the crime of trafficking in children and women are through law enforcement efforts and counseling to increase public knowledge. about the dangers of trafficking in persons.
EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI KEJAKSAAN TINGGI PROPINSI SUMATERA UTARA Bilin Santoriko Sinaga; Maidin Gultom; Mhd. Ansori Lubis
JURNAL PROINTEGRITA Vol 6 No 1 (2022): APRIL
Publisher : JURNAL PROINTEGRITA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (404.473 KB) | DOI: 10.46930/jurnalprointegrita.v6i1.1488

Abstract

bagi pelaku tindak pidana korupsi menurut UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah dalam Pasal 17 Jo. Pasal 18 ayat (1) UU PTPK bahwa selain dapat dijatuhi pidana pokok terdakwa dalam perkara korupsi dapat dijatuhi pidana tambahan yakni selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, sebagai pidana tambahan adalah: Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang mengantikan barang-barang tersebut; Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi; Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1(satu) tahun; Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana. Pelaksanaan pidana berupa pembayaran uang pengganti terhadap terpidana pelaku tindak pidana korupsi di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara adalah pembayaran pidana uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. Mempertegas Pasal 18 ayat (1)b, dalam Pasal 18 ayat (2) dinyatakan pula bahwa: Jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Hambatan-hambatan atau kendala-kendala yang dialami berkaitan dengan pidana tambahan berupa uang pengganti dalam tindak pidana korupsi adalah hasil audit yang dikeluarkan BPK (Badan Pemeriksaan Keuangan) dan hasil audit yang diluarkan oleh BPKP (Badan pemeriksaan Keuangan Propinsi) sering menimbulkan hasil audit keuangan negara yang berbeda-beda, antara kedua audit yang diluarkan oleh BPKP (Badan pemeriksaan Keuangan Propinsi) sering menimbulkan hasil audit keuangan negara yang berbeda-beda, antara kedua lembaga tersebut, sehingga dalam menjatuhan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada terdakwa pelaku tindak pidana korupsi menjadi sulit menentukan berapa besar pelaku harus mengambalikan uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak membayar uang pengganti, paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal ini terdapat kesulitan untuk memilah-milah mana aset yang berasal tipikor dan mana yang bukan. Dalam zaman yang serba canggih ini, sangat mudah bagi para koruptor untuk melakukan metamorfosa aset-aset hasil korupsinya (asset tracing) melalui jasa transaksi keuangan dan perbankan. Melakukan hal ini jelas butuh keahlian khusus serta data dan informasi yang lengkap. Belum lagi kalau kita bicara soal waktu yang tentunya tidak sebentar, apalagi jika harta yang akan dihitung berada di luar negeri sehingga membutuhkan birokrasi diplomatik yang pasti sangat rumit dan memakan waktu. Kemudian sulit dilakukan apabila asset terdakwa yang akan dinilai ternyata telah dikonversi dalam bentuk aset yang berdasarkan sifatnya mempunyai nilai yang fluktuatif, seperti asset properti, perhiasan, saham dan sebagainya. Di kalangan penegak hukum sering terjadi kebuntuan komunikasi dan mispersepsi diantara penegak hukum yang ada, sehingga muncullah preseden-preseden fenomenal yang bisa berakibat buruk bagi iklim pemberantasan korupsi. Salah satunya adalah lahirnya Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ketentuan mengenai perbuatan hukum materil dalam tindak pidana korupsi, padahal ketentuan perbuatan melawan hukum materil telah menjadi yurisprudensi dalam hukum Indonesia.
ASPECTS OF CRIMINAL LAW RELATED TO ERADICATION OF CORRUPTION IN INDONESIA Ronaldin Fau; Maidin Gultom; Baktiar Simatupang
JURNAL PROINTEGRITA Vol 3 No 3 (2019): DESEMBER
Publisher : JURNAL PROINTEGRITA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (256.212 KB)

Abstract

Corruption is a crime that can be said at the position of nadir and has taken root, so that in its eradication it requires seriousness and handling that is very strong. The role of the police, prosecutors and the Corruption Eradication Commission (KPK) law enforcement officers really must be encouraged to handle and prosecute them. So that the formulation of the problem that can be raised is related to the related legal phenomena: 1) How are the legal loopholes that have led to the eradication of corruption in Indonesia ?, 2) What steps can be taken to suppress corruption in Indonesia? And 3) What is the role of law enforcement in dealing with corruption in Indonesia ?. This study uses a normative juridical approach to find legal norms and norms which are criminal law policies in formulating corruption eradication, using primary, secondary and tertiary data as data sources. The method of data collection in a normative juridical approach in this study uses library research techniques (library research). that is by collecting data and conducting library material reviews which consist of laws and regulations, books, law, and other literature related to the problems under study. The results of this study indicate that the discussion of the problem, the Factor in Eradicating Corruption in Indonesia is Not Maximum is a Political Factor Politics is one of the causes of corruption. This can be seen when there is political instability, the political interests of the holders of power, even when reaching and maintaining power. Corrupt behavior such as bribery, money politics is a phenomenon that often occurs, Legal Factors Legal factors can be seen from two sides, on the one hand from the aspect of legislation and the other side is weak law enforcement. The lack of legal substance is easily found in discriminatory and unfair rules; a formulation that is not clear (non lex certa) so that it has multiple interpretations; contradiction and overlapping with other regulations (both equal and higher), Economic Factors Economic factors are also one of the causes of corruption. It can be explained from income or salary that is insufficient, organizational factors Aspects of the occurrence of corruption from the point of view of this organization include: (a) lack of example from the leadership, (b) the absence of the right organizational culture the accountability system in government agencies is inadequate, (d) management tends to cover up corruption within the organization. Strategic steps to tackle corruption are: (1) there must be a joint and public movement (soc, al movement) to eradicate corruption; (2) establishing closer political cooperation in strengthening the anti-corruption political orientation; (3) political parties that are committed to eradicating corruption are needed; (4) carry out reforms to the anti-corruption law so that criminal sanctions can prevent people from committing criminal acts of corruption (5) cooperation between law enforcement officials in conducting investigations and prosecuting the basis of a criminal act of corruption; (6) increasing public oversight of state apparatus; (7) improving public services for the implementation of good and clean governance.
ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DIREKSI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DIKAITKAN DENGAN DOKTRIN PERTANGGUNGJAWABAN ORGAN PERUSAHAAN (BUSINESS JUDGMENT RULE) (Putusan No. 130.PK/PID.SUS/2013) Gorata Paltie Sihil Ohilo; Maidin Gultom
JURNAL PROINTEGRITA Vol 5 No 3 (2021): DESEMBER
Publisher : JURNAL PROINTEGRITA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (313.794 KB) | DOI: 10.46930/jurnalprointegrita.v5i3.1237

Abstract

Dalam doktrin pertanggungjawaban organ perusahaan dalam pemeriksaan perkara korupsi di pengadilan merupakan kekebalan hukum bagi pengurus perusahaan. Adapun metode yang dipakai dalam penelitian yuridis normative yakni mengkaji penilaian keputusan yang dilakukan oleh direksi dalam undang-undang Nomor 40 Tahun 2007. Dalam Pasal 69 ayat (4), dan Pasal 104 ayat (4) UU Perseroan Terbatas. Undang-undang PT menjadikan business judgment rule berpedoman terhadap direksi sudah benar atau tidak mengesampingkan prinsip pertanggungjawaban pengurus perusahaan. Pada perkara MA NO. 130 PK/PID.SUS/2013 yang mengadili Terdakwa I dan Terdakwa II dalam persetujuan permohonan kredit adalah Memberikan approval (persetujuan) terhadap permohonan fasilitas kredit dari nasabah Corporate Relationship Management Group dan nasabah Financial Institution dan Overseas Network Management sesuai dengan tingkat kewenangannya.
TINDAKAN KEPOLISIAN RESOR LABUHANBATU DALAM PENANGANAN PELANGGARAN LALU LINTAS Yustina Yustina; Maidin Gultom; Bachtiar Simatupang
JURNAL PROINTEGRITA Vol 2 No 2 (2019): AGUSTUS
Publisher : JURNAL PROINTEGRITA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (219.05 KB)

Abstract

The purpose of this research was to find out and understand the causes of traffic violations in the jurisdiction of Labuhanbatu Resort Police, the criminal liability of traffic violators that resulted in deaths in traffic accidents, overcoming traffic violations in the jurisdiction of Labuhanbatu Resort Police.Research results show that the factors causing traffic accidents are usually classified as identical to the elements of the transportation system, namely road users, drivers and pedestrians, vehicles, roads and the environment, or a combination of two or more elements. The criminal liability of traffic violators which results in deaths in traffic accidents, in addition to imprisonment, confinement, or fines, traffic criminals can be subjected to additional criminal sanctions in the form of revocation of a driver's license or compensation caused by traffic crime.
LAW ENFORCEMENT AGAINST CIVIL SERVANTS WHO CONDUCT THE VIOLATION – TOWARD IMPLEMENTATION OF GOOD GOVERNANCE Amsarno S. Sarumaha; Maidin Gultom; Solistis Dachi
JURNAL PROINTEGRITA Vol 3 No 3 (2019): DESEMBER
Publisher : JURNAL PROINTEGRITA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (279.971 KB)

Abstract

The purpose of this study is to find out, analyze and understand the procedures and mechanisms that are implemented in the implementation of good governance and good governance, the efforts undertaken by the government in improving the understanding of all components of stakeholders about good governance abd law enforcement against the civil servants who commit criminal acts. The data used in this study are primary data and secondary data. Primary data were obtained from the field by conducting interviews and case studies with related parties. Secondary data obtained through library research or documentation.Through this research obtained thoughts, doctrines, opinions or conceptual thoughts from previous studies relating to the object of research research In conducting research used legal materials consisting of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. The results showed that the procedures and mechanisms that are implemented in the implementation of good governance and good governance are the implementation of good governance, clean and authoritative sustainable development and social justice, functional aspects of government that are effective and efficient in making efforts to achieve national goals. The orientation of good governance is: ideal state orientation directed towards the achievement of national goals. This orientation refers to democratization in the life of the state with its constituent elements, such as: legitimacy (whether the government is elected and has the trust of its people, accountability, securing of human rights, autonomy und devolution of power, and assurance of civilian control. A functioning government ideal, that is, effective, efficient in making efforts to achieve rational goals.This orientation, depends on the extent to which the government has competence and the extent to which political and administrative structures and mechanisms function effectively and efficiently.The efforts that must be made in increasing understanding of all components stakeholders about good governance.To achieve the socio-economic conditions above, the process of forming a democratic government is absolutely necessary. management of state institutions, good and clean governance can be realized maximally if it is supported by two interrelated elements: the state and the Civil Society in which there is a private sector. Countries with their government bureaucracy are required to change the pattern of public services from an elitist bureaucracy perspective into a populist bureaucracy. Populist bureaucracy is governance that is oriented towards serving and siding with the interests of society. Realizing the principles of good and clean governance, regional autonomy policy can be used as a medium for the transformation of the realization of the model of governance that sustains the growth of democratic culture in Indonesia.
PERAN KEPOLISIAN DALAM PENANGANAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara) Antonyus Hutahayan; Maidin Gultom; Muhammad Ansori Lubis
JURNAL PROINTEGRITA Vol 5 No 3 (2021): DESEMBER
Publisher : JURNAL PROINTEGRITA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (348.817 KB) | DOI: 10.46930/jurnalprointegrita.v5i3.795

Abstract

This research aims at finding the role of the police in dealing with money laundering crime; the role of the police in solving money laundering crimes. Collecting instructions in this research was done by means of field studies and literature studies. Field studies are using the interview method, while literature study obtained principles, conceptions, views, legal doctrine and content of legal principles obtained from two main libraries, namely those that are general (Legislation, Regulations, Textbooks, Dictionaries) and those that are specific (journals, research reports, etc.) The modus operandi of the crime of money laundering is to keep secret who is the real owner and source of the money resulting from the mistake, changing its shape so that it makes tracking difficult by legal officials, so that young people are supervised by the real owner of the wealth (perpetrators of the crime). The role of the North Sumatra Regional Police (Polda) in preventing and overcoming the criminal act of money laundering, at the North Sumatra Regional Police (Polda), there are efforts that can be made, including: Pre-entative measures; Preventive Efforts; Repressive Efforts. In Handling the crime of money laundering, the North Sumatra regional police (Polda) coordinated with Financial Service Providers (PJK), Bank Indonesia, and the Financial Transaction Analysis Reporting Center (PPATK), Information from the Financial Intelligence Units (FIU) of other countries. Inhibiting factors for the North Sumatra Regional Police (Polda) in resolving money laundering crimes include: Factors covering the quantity factor of law enforcement, law enforcement that is less professional. Limited ability to place oneself in the role of the other party with whom he interacts; The level of aspiration is not high enough; Very limited excitement to think about the future, making it very difficult to make a projection; the absence of the ability to postpone the fulfillment of a particular need, especially material; This lack of innovativeness is actually a counterpart to conservatism.
PEMBINAAN NARAPIDANA ANAK BERDASARKAN SISTEM PEMASYARAKATAN DALAM PERSFEKTIF PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA (Studi di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Medan) Nelly Williq Srikandida Telaoembanoea; Maidin Gultom; Syawal Amri Siregar
JURNAL PROINTEGRITA Vol 6 No 2 (2022): AGUSTUS
Publisher : JURNAL PROINTEGRITA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/jurnalprointegrita.v6i2.1890

Abstract

Tujuan Penelitian ini adalah Untuk mengetahui, memahami, dan menganalisis sistem pembinaan narapidana Anak pelaku tindak pidana narkotika dari perspektif perlindungan HAM; Untuk mengetahui, memahami, dan menganalisis Pola Pembinaan Bagi Narapidana khususnya di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Tanjung Gusta Medan memiliki perlindungan Hak Asasi Manusia; Untuk mengetahui, memahami, dan menganalisis kendala-kendala yang dihadapi petugas LPKA Tanjung Gusta Medan melaksanakan pembinaan nara pidana anak dalam memberikan perlindungan HAM. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggunakan: Metode Yuridis Normatif, metode ini digunakan untuk meneliti norma-norma hukum yang berlaku yang mengatur tentang sistem pembinaan narapidana Anak pelaku tindak pidana narkotika dari perspektif perlindungan HAM, Pola Pembinaan, kendala-kendalanya. Metode Yuridis Sosiologis juga digunakan, untuk mengetahui dalam kenyataannya di lapangan berkaitan dengan sistem pembinaan narapidana Anak pelaku tindak pidana narkotika dari perspektif perlindungan HAM, Pola Pembinaan dan kendala-kendalanya. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa sistem pembinaan narapidana di Lembaga Pendidikan Khusus Anak Tanjung Gusta Medan dapat dibagi dua bidang yaitu Pertama: Pembinaan keperibadian yang meliputi: Pembianaan kesadaran beragama, Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara, Pembinaan kemampuan intelektual (kecerdasan), Pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat. Kedua: Pembinaan kemandirian meliputi: Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha sendiri, misalnya kerajinan tangan, industri rumah tangga dan lain-lain, Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil, misalnya pengelolahan bahan mentah dan bahan alam lainnya menjadi bahan setengah jadi dan jadi, Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau kegiatan pertanian dengan menggunakan teknologi madya, tinggi misalnya pabrik tekstil, industri kulit dan sebagainya, Keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya masing-masing. Dalam hal ini bagi mereka yang memiliki bakat tertentu diusahakan pengembangan bakatnya itu. Pola Pembinaan Narapidana yang memiliki makna perlindungan Hak Asasi Manusia dengan tetap menjamin hak hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di depan hukum adalah dengan melakukan pola pembinaan kepribadian meliputi peningkatan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara, peningkatan kualitas intelektual, pembinaan sikap dan perilaku, peningkatan kesehatan jasmani dan rohani, pengintegrasian diri dengan sehat kepada masyarakat dan pembinaan kesadaran hukum, serta pola pembinaan kemandirian meliputi pembinaan keterampilan kerja dan Latihan kerja produktif. Kendala-kendala yang dihadapi petugas LPKA Tanjung Gusta Medan dalam melaksanakan pembinaan terhadap napi anak dalam memberikan perlindungan HAM di antaranya adalah terjadinya over kapasitas penghuni LPKA Tanjung Gusta Medan, minimnya jumlah petugas/SDM yang menguasai metode pembinaan berdasarkan sistem pemasyarakatan, kurangnya peran sera/keikutsertaan masyarakat dalam pembinan narapidana.
PERAN KEPOLISIAN DALAM PENANGANAN TINDAKPIDANA PEMALSUAN SURAT PASAL 263 KUHP (STUDI DI KEPOLISIAN DAERAH SUMATERA UTARA) Jimmi Depari; Maidin Gultom; Syawal Amry Siregar
JURNAL RETENTUM Vol 3 No 1 (2021): MARET
Publisher : Pascasarjana UDA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/retentum.v3i1.907

Abstract

Kejahatan pemalsuan merupakan hal menyimpang dan bertentang dengan hukum sehingga modus operandi sangat susah ditemukan. Adapun tujuan penelitian mengetahui peran Kepolisian dalam menganalisis tindak pidana pemalsuan surat, dan mengetahui factor-faktor yang menghambat penyidikan pemalsuan surat.Penelitian ini menggunakan yuridis normative yakni mengkaji peraturan perundang-undangan yakni Pasal 263 KUHP, jurnal-jurnal, dan melalui data kepustakaan.Polisi dalam menanggulangi pemalsuan surat menggunakan Pasal 263 KUHP yakni dimulai dari pemeriksaan surat pada umumnya seperti pengakuan utang, STNK Kendaraan Bermotor, surat perjalanan dinas, dan pelaku diselidiki dengan menggunakan modus operandi yakni motif dihukum karena seolah-olah asli hingga orang lain percaya akan ke aslian surat tersebut. Sedangkan factor penghambat dalam penanggulangan surat palsu ini adalah personil kekurangan alat, tidak adanya bukti pembanding dalam uji lab forensic laboratorium, dan tidak bisa membuktikan keaslian dari surat yang diduga palsu.