Perjanjian kerja yang didasarkan pada komunikasi lisan kerap kali memunculkan masalah hukum ketika pekerjatidak menyadari status pekerjaannya dengan pengusaha atau perusahaan tempat ia bekerja. Maka dari itu, pekerjadalam hubungan kerja seperti ini mungkin tidak sepenuhnya mengetahui hak-hak mereka sebagai pekerja.Masalah dengan penelitian ini adalah bagaimana dilakukan ketentuan syarat sah perjanjian kerja yang dibuatsecara lisan antara perusahaan dengan pekerja dan bagaimana akibat hukum dari hubungan kerja yang berdasarkanpada perjanjian kerja secara lisan. Menggunakan metode secara normatif dan juga melakukan pendekatan secaraberkonsep dan juga melalui peraturan perundang – undangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa persyaratanuntuk membuat perjanjian kerja secara lisan antara pekerja dan perusahaan memegang kekuatan hukum yangpenting karena diakui keabsahannya oleh hukum, selama adanya pemenuhan syarat yang ada dalam Pasal 52Undang-Undang Ketenagakerjaan dan juga adanya Pasal 1320 KUH Perdata berjalan secara satu tujuan dansahnya ketentuan sudah dilaksankan. Adanya kewajiban harus membuat surat pengangkatan untuk secara harfiah,perjanjian kerja yang memenuhi persyaratan Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan. Meskipunperjanjian kerja lisan memiliki kekuatan hukum yang sama dengan perjanjian tertulis, perusahaan harus tetapmengeluarkan surat pengangkatan untuk membuktikan hubungan kerja antara karyawan dan perusahaan.