Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Implikasi Putusan Mahkamah Agung No. 6581 K/Pdt/2024 terhadap Daluwarsa Hak Atas Tanah Pribadi Hamler; Marlina, Tat; Anas, Khairul Azwar; Asril, Ferry; Azurma, Reza; Meidizon
JURNAL RUANG HUKUM Vol. 4 No. 1 (2025): Januari-Juni
Publisher : Gayaku Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58222/juruh.v4i1.1231

Abstract

Penelitian ini mengkaji kedudukan hukum ahli waris dalam sengketa pertanahan antara ahli waris dan pemerintah daerah serta pertanggungjawaban perbuatan melawan hukum pejabat publik. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan yuridis-kualitatif, memfokuskan analisis pada bahan hukum primer (UUPA 1960, KUHPerdata, PP No. 24/1997, Peraturan BPN No. 3/1997, dan putusan PN Bireuen, PT Banda Aceh, serta MA No. 6581 K/Pdt/2024) dan bahan sekunder berupa literatur hukum dan jurnal ilmiah. Objek kajian dalam penelitian ini adalah perkara M. Dewantara bin H. Hasballah Daud vs. Pemkab Aceh Utara/Bireuen, di mana gugatan ahli waris atas tanah seluas ±35.000 m² berujung pada penolakan formil di tiga tingkat peradilan. Temuan utama menunjukkan bahwa meski ahli waris memiliki landasan substantif kuat dan bukti sertifikat, gugatan gagal karena obscuur libel, plurium litis consortium, dan daluwarsa agraria—menegaskan dominasi formalitas hukum acara perdata atas keadilan substansial. Hasil ini merekomendasikan penyusunan gugatan yang cermat dan reformasi prosedur administrasi pendaftaran tanah warisan untuk mendorong perlindungan hak waris secara efektif.
PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR LEMBAGA PEMBIAYAAN TERHADAP OBJEK JAMINAN FIDUSIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 18/PUU-XVII/2019 Anas, Khairul Azwar; Hamler
ANDREW Law Journal Vol. 4 No. 1 (2025): JUNI 2025
Publisher : ANDREW Law Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61876/alj.v4i1.60

Abstract

Sebelum adanya putusan MK 18/PUU-XVII/2019 mekanisme Pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia berdasarkan Pasal 15 ayat (2) dan (3)UU Nomor 42 tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, yang terdapat pada Sertifikat Jaminan Fidusia yang memuat irah-irah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 18/PUU-XVII/2019, telah mencabut Pasal 15 ayat (2) dan (3) UU Nomor 42 tahun 1999 UU JF, yang mengubah mekanisme eksekusi, khususnya terkait eksekusi sepihak oleh kreditur dalam hal debitur wanprestasi. Putusan ini mewajibkan adanya persetujuan debitur dengan cara sukarela dan mengharuskan kreditur mengajukan permohonan eksekusi pada pengadilan jika debitur mengajukan keberatan. Perlindungan hukum bagi para kreditur dalam setiap perjanjian pembiayaan sangat krusial. Hak untuk mengeksekusi oleh kreditur adalah komponen paling utama dari jaminan fidusia. Namun posisi kreditur pasca putusan MK tersebut sangat lemah dan tidak adanya perlindungan hukum bagi kreditur. Penyebab pelaksanaan jaminan fidusia mencakup pelanggaran perjanjian oleh debitur, perubahan keadaan finansial, pemindahan objek jaminan fidusia tanpa persetujuan kreditur, kerusakan pada aset, serta keterlibatan pihak ketiga. Risiko yang timbul dari pelaksanaan ini dapat berupa kerugian oleh kreditur serta ketidakpastian hukum dan perlindungan hukum kreditur lembaga pembiayaan.