Claim Missing Document
Check
Articles

Found 29 Documents
Search

IMPLEMENTASI KEWENANGAN KURATOR DALAM MENGAJUKAN GUGATAN ACTIO PAULIANA BERDASARKAN PUTUSAN NOMO 01/PDT.SUS/ACTIOPAULIANA/2016/PN.NIAGA.JKT.PST Charla Ferina Anindra; Teddy Anggoro
PALAR (Pakuan Law review) Vol 7, No 3 (2021): Volume 7, Nomor 3 Juli-September 2021
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (981.263 KB) | DOI: 10.33751/palar.v7i2.4176

Abstract

Abstrak Untuk melindungi kepentingan kreditor yang dirugikan akibat perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitor, Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 memberikan upaya hukum melalui actio pauliana. Penelitian berdasarkan Putusan Nomor 01/Pdt.Sus/ActioPauliana/2016 /PN.Niaga.Jkt.Pst yang bertujuan untuk menganalisis lebih lanjut terkait dengan kewenangan kurator dalam mengajukan gugatan actio pauliana berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, kewenangan Tommy Simorangkir selaku kurator dalam mengajukan gugatan actio pauliana terhadap harta debitor pailit yang juga dimiliki oleh 2 (dua) orang lainnya serta sudah tepat atau tidaknya pertimbangan hukum majelis hakim dalam memutuskan kasus a quo. Jenis penelitian yang Penulis gunakan dalam Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data sekunder dengan menggunakan bahan hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kewenangan mengajukan gugatan actio pauliana dalam kepailitan dimiliki oleh kurator dan Tommy Simorangkir memiliki kewenangan untuk mengajukan actio pauliana dalam kasus a quo meskipun harta tersebut tidak hanya dimiliki oleh debitor sendiri, namun meskipun begitu actio pauliana dalam kasus a quo sudah seharusnya ditolak karena tidak terbukti bahwa debitor mengetahui bahwa perbuatan yang dilakukannya merugikan kreditor.  Kata Kunci : Kepailitan, Kurator, Actio Pauliana Abstract To protecting the interest of creditors which are prejudiced due to legal actions conducted by debtors, Law Number 37 Year 2004 provides a legal action through actio pauliana. The research based on Verdict Number 01/Pdt.Sus/ActioPauliana/2016/PN.Niaga.Jkt. The authority of Tommy Simorangkir as a curator in filing an actio pauliana suit towards the debtor’s bankrupt assets in the form of a plot of land which is owned by the bankrupt and 2 (two) other person, and whether the legal consideration of the panel of judges in deciding the case has been correct or incorrect. The type of research which the author uses in this research is a normative research and uses the statue and case approach. The data which is used in this research are secondary data by using legal materials. The result finds that the authority to file an actio pauliana suit in a bankruptcy case is possessed by curators and Tommy Simorangkir has the authority to file actio pauliana although the asset is not only owned by the debtor alone, however, actio pauliana filed in the said case shall be rejected since it is not proven that the debtor is aware that their conduct is prejudicial to the creditor. Keywords: Business Law, Bankruptcy, Curator, Actio Pauliana
Permohonan Pendaftaran Jaminan Fidusia secara Elektronik oleh Notaris Pasca Dikeluarkannya PERMENKUMHAM Nomor 25 Tahun 2021 Nishka Sylviana Hartoyo; Teddy Anggoro
JURNAL MERCATORIA Vol 15, No 1 (2022): JURNAL MERCATORIA JUNI
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31289/mercatoria.v15i1.6851

Abstract

Artikel bertujuan untuk menganalisa terkait dengan pelaksanaan permohonan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik oleh Notaris, pasca dikeluarkannya Permenkumham Nomor 25 Tahun 2021. Masalah difokuskan pada penerapan perubahan mekanisme dalam pelaksanaan permohonan pendaftaran, perbaikan, perubahan dan penghapusan jaminan fidusia khususnya yang dilaksanakan oleh Notaris. Guna mendekati masalah ini dipergunakan acuan teori kepastian hukum. Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian hukum doktriner yang mengacu pada norma-norma hukum. Kajian ini menyimpulkan bahwa pasca dikeluarkannya Permenkumham Nomor 25 Tahun 2021 Notaris sebagai pemohon harus terlebih dahulu memperoleh hak akses yang merupakan hak yang diberikan kepada Pemohon untuk mengakses sistem pendaftaran Jaminan Fidusia dalam bentuk akun yang terdiri atas nama pengguna dan kata sandi, selain itu dalam ketentuan ini juga memuat mekanisme terkait dengan permohonan pendaftaran, perbaikan, perubahan dan penghapusan sertifikat jaminan fidusia.
Tanggung Jawab Keperdataan Dan Sanksi Hukum Terhadap Perbuatan Notaris Yang Membuat Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Dan Kuasa Menjual Tanpa Sepengetahuan Pemilik Tanah (Studi Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 963/Pdt.G/2016/PN.SBY) Azizah Amatullah Fitri; Teddy Anggoro; Isyana Wisnuwardhani Sadjarwo
Indonesian Notary Vol 3, No 3 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (231.575 KB)

Abstract

Penelitian ini berfokus pada tanggung jawab dan sanksi hukum terhadap Notaris dengan studi pada putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 963/Pdt.G/2016/PN.Sby. Dalam putusan tersebut, notaris dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum, karena akta yang dibuat di hadapan notaris memuat keterangan palsu. Dalam hal ini, notaris telah melanggar kewajiban hukumnya sebagai seorang pejabat umum. Untuk itu, permasalahan yang diangkat adalah mengenai tanggung jawab keperdataaan notaris, yang telah membuat dan menerbitkan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan Kuasa Menjual tanpa sepengetahuan dari pemilik tanah dan sanksi hukum terhadap notaris. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif, dengan bahan hukum yang diperoleh melalui studi dokumen, yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Hasil analisis yang diperoleh adalah notaris bertanggung jawab bahwa perbuatan notaris dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum dan membatalkan akta yang telah dibuat dan diterbitkan notaris, disertai sanksi hukum untuk mengganti kerugian denda sejumlah uang, berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata. Kemudian, sanksi hukum terhadap notaris, selain sanksi perdata, notaris memenuhi kriteria untuk dijatuhi sanksi administrasi peringatan tertulis yang diberikan oleh Majelis Pengawas Wilayah, berdasarkan Pasal 5 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 61 Tahun 2016. Sanksi pidana, berupa sanksi penjara paling lama 4 (empat) tahun 8 (delapan) bulan, berdasarkan Pasal 266 ayat (1) jo. 56 ayat (1) jo. 57 ayat (1) KUH Pidana, akibat membantu menyediakan sarana untuk melakukan suatu tindak pidana, dengan membuat dan menerbitkan akta yang memuat keterangan palsu. Kata kunci: notaris, tanggung jawab, perbuatan melawan hukum
Tanggung Jawab Debitur Yang Wanprestasi Terhadap Kreditur Akibat Sertifikat Jaminan Fidusia Yang Tidak Sah (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 3584 K/PDT/2018) Inggri Vinaya; Teddy Anggoro
Indonesian Notary Vol 3, No 1 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (170.768 KB)

Abstract

Sertifikat jaminan fidusia merupakan perlindungan hukum bagi pihak penerima fidusia atas perjanjian pembiayaan yang disepakati dengan pemberi fidusia. Dalam hal pemberi fidusia melakukan wanprestasi maka penerima fidusia dapat melakukan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia. Adanya titel eksekutorial pada jaminan fidusia menjadi perlindungan pada penerima fidusia dimanapun objek jaminan fidusia itu berada, baik pada pemberi fidusia maupun pihak lain. Dalam pendaftaran objek jaminan fidusia para pihak harus memperhatikan kebenaran objek jaminan yang didaftarkan karena dapat merugikan para pihak jika tidak sesuai dengan apa yang telah ditentukan. Seperti dalam hal objek jaminan yang harus merupakan milik dari pemberi fidusia, hal itu telah ditentukan dalam undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia. Pada putusan Mahkamah Agung Nomor 3584 K/PDT/2018 yang mana objek jaminan tidak atas nama pemberi fidusia dan pemberi fidusia yang cidera janji akan merugikan penerima fidusia karena tidak dapatnya objek jaminan tersebut diambil oleh penerima fidusia, sehingga dapat berakibat tidak sahnya sertifikat jaminan fidusia. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah keabsahan sertifikat jaminan fidusia yang didaftarkan tidak atas nama pemberi fidusia dan tanggung jawab debitur yang wanprestasi kepada kreditur akibat sertifikat jaminan fidusia tidak sah. Untuk meneliti permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu analisis berdasarkan teori dan peraturan perundang-undangan tentang jaminan fidusia dan wanprestasi. Pada akta jaminan fidusia seharusnya objek jaminan sudah atas nama pemberi fidusia sehingga akan melindungi para pihak jika ada yang wanprestasi. Kerugian yang dialami penerima fidusia akibat cidera janji harus dipertanggungjawabkan oleh pemberi fidusia meskipun sertifikat jaminan fidusia tidak sah. Kata Kunci: Sertifikat, Jaminan Fidusia, Wanprestasi
Perlindungan Hukum Notaris Atas Pembuatan Jaminan Perusahaan Yang Diduga Mengandung Unsur Cacat Kehendak Elia Cahya Putra; Teddy Anggoro; Isyana W Sadjarwo
Indonesian Notary Vol 3, No 1 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (193.177 KB)

Abstract

Akta Jaminan Perorangan dan Akta Jaminan Perusahaan merupakan bentuk dari Perjanjian Penanggungan (1820-1850 KUH Perdata). Sesuai dengan sifat accessoir dari perjanjian jaminan Penanggungan, maka perjanjian tersebut lahir dengan maksud untuk menegaskan dan memperkuat segala yang dimaksud dalam Perjanjian Pokoknya. Bentuknya yang bersifat bebas, tidak terikat dalam bentuk tertentu, dan dapat dibuat lisan maupun tulisan dalam akta, memungkinkan adanya perkembangan-perkembangan pemahaman di dunia praktak dalam pembuatan, dan peruntukan sebuah akta Jaminan Penanggungan. Dalam hal perjanjian fasilitas kredit dan perjanjian utang-piutang menggunakan lembaga jaminan, baik jaminan kebendaan ataupun jaminan perorangan maka  Notaris juga berperan dalam pembuatan akta pemberian jaminan tersebut. Namun apa saja peran notaris dalam pembuatan Jaminan Perusahaan. Bagaimana jika suatu akta Jaminan Persusahaan diduga mengandung unsur cacat kehendak dan Notaris dituntut atas ganti kerugian tersebut.  Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan analitis. Adapun analisa data dilakukan secara Deskriptif. Hasil analisa adalah Perlindungan Notaris telah diatur dalam UUJN Pasal 66, Notaris dapat dituntut pertanggungjawaban berupa ganti rugi terhadap pembuatan akta jaminan perusahaan yang mengandung unsur cacat kehendak, namun hal tersebut benar-benar harus dapat dibuktikan bahwa terdapat tindakan yang kausal Notaris terhadap kerugian yang ditanggung salah satu pihak dan memenuhi salah satu dari keempat unsur Cacat Kehendak sebagaimana diatur dalam KUHPerdata. Kata kunci: Notaris, Jaminan Perusahaan, Cacat Kehendak.
Legal Effects Of Fiduciary Guarantee Registration In Online Systems Kurniawan, Deni; Anggoro, Teddy
Journal of Social Studies Arts and Humanities (JSSAH) Vol 4, No 2 (2024): Vol 4, No 2 (2024): Journal of Social Studies, Arts and Humanities
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33751/jssah.v4i2.10607

Abstract

Fiduciary security institutions are regulated through legislation, Act No. 42 of 1999. This law governs the obligation of the registration of fiduciary security in order to provide legal certainty to the interested parties and this fiduciary security registration gives the rights of preference to the fiduciary recipient of other creditors. In 2013, the Government issued a regulation to Administration System of Fiduciary Security Registration electronically in order to improve services to people who need legal services in the field of fiduciary security. Laws of Fiduciary Security are positive law applicable to the fiduciary security, but there are some things that are not regulated in the law, that is, the  registration done with the online system and the legal consequences that are not registered. This study used normative legal research, which explains the existence of the absence of norms in  the Law of Fiduciary Security, i.e. the registration done with the online system and the legal consequences of fiduciary security which are not registered. This study used a source of legal materials consisting of primary, secondary and tertiary legal materials. The results showed that registration of fiduciary security with the online system is regulated through the Regulation of the Minister of Justice and Human Rights of the Republic of Indonesia Number 9  of 2013 concerning the electronic imposition of Fiduciary Security and Regulation of the Minister of Justice and Human Rights of the Republic of Indonesia Number 10 of 2013 concerning the System for Registration of Fiduciary Security done Electronically. The legal consequence of the Agreement of Fiduciary Security which is not registered with the online system is that it does not produce the collateral agreement of the fiduciary security so that the collateral character such as droit de suite and the rights of preference is not inherent in the creditor of the grantor of the fiduciary security and it does not have the executorial power.
PEMBATALAN SERTIPIKAT TANAH OLEH KANTOR PERTANAHAN TANPA ADANYA PUTUSAN PENGADILAN YANG TELAH BERKEKUATAN HUKUM TETAP Maharani, Farah Diba; Anggoro, Teddy
Jurnal Ilmiah Galuh Justisi Vol 12, No 2 (2024): Jurnal Ilmiah Galuh Justisi
Publisher : Universitas Galuh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25157/justisi.v12i2.12865

Abstract

Sertipikat hak atas tanah diterbitkan oleh instansi yang berwenang dalam bidang pertanahan yakni Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sertipikat hak atas tanah yang telah terbit dimungkinkan terkena pembatalan apabila terdapat kesalahan ataupun kelalaian dalam proses penerbitan sertipikat tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis mekanisme pembatalan sertipikat hak atas tanah dan akibat hukum terhadap pembatalan sertipikat hak atas tanah oleh kantor pertanahan dengan tanpa adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum doktrinal dengan berlandaskan doktrin-doktrin hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan literatur berkaitan dengan hukum pertanahan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pembatalan sertipikat hak atas tanah dapat terjadi karena adanya cacat administrasi dan/cacat yuridis atau karena adanya pihak lain yang dirugikan atas penerbitan suatu sertipikat tanah. Apabila permohonan pembatalan sertipikat dilakukan setelah 5 (lima) tahun sejak terbitnya sertipikat hak atas tanah, maka permohonan pembatalan dilakukan melalui lembaga peradilan. Hal ini dapat terjadi baik karena kesalahan atau kelalaian administrasi dari pejabat atau instansi yang berwenang. Maka pentingnya ketertiban administrasi hukum sesuai aturan dan prosedur yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agaria dan peraturan pelaksanaannya, terutama terhadap produk hukum termasuk sertipikat hak atas tanah agar tidak merugikan pihak lain.
PENGGUNAAN SMART CONTRACT PADA TEKNOLOGI BLOCKCHAIN UNTUK TRANSAKSI JUAL BELI BENDA TIDAK BERGERAK Fikri, Effrida Ayni; Anggoro, Teddy
JISIP: Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan Vol 6, No 3 (2022): JISIP (Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58258/jisip.v6i3.3301

Abstract

The advancement of technology has impact on the notarization process. Before blockchain technology being introduced, the notarization process had been done in traditional matters: seller meets buyer, negotiation process, contract making, the parties should be known by the notary, the parties signed the contract, and so on. Those stuff are not relevant anymore with smart contract, because the basic idea of the smart contract’s existence is eliminating the function of the intermediary, so the parties could be connected directly and virtually, without the intervention from the middleman. All the ease of transaction provided by the smart contract does not necessarily eliminte it from shortcomings. The burden of proof on smart contracts is still questionable because, physically, smart contracts can only be accessed by all the parties involved.
Akta Pengakuan Utang Sebagai Pengganti Bukti Penyetoran Modal Dalam Pendirian Perseroan Terbatas Zharfani, Nadhira Faza; Teddy Anggoro
UNES Law Review Vol. 6 No. 3 (2024): UNES LAW REVIEW (Maret 2024)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i3.1843

Abstract

In practice, there are often disobedient shareholders who do not deposit the full capital that has been issued, even though their names as shareholders have been recorded in the Company's deed of establishment. In this research, the author raises the case of a Deed of Acknowledgement of Indebtedness made by a shareholder at PT This research will discuss the absence of capital deposits by shareholders in the establishment of a limited liability company which can be said to be a debt based on the applicable laws and regulations, as well as reviewing whether a Deed of Acknowledgement of Indebtedness can be used as a substitute for proof of capital deposits in the Company. This research was prepared using normative juridical research methods, utilizing document studies using secondary data, and using analytical descriptive research specifications, and analyzed using qualitative analysis methods. The research results show that the absence of a full deposit made by shareholders in the Company constitutes a debt and/or obligation and is considered fulfilled if the shareholder has made a full deposit into the Company. Apart from that, as reflected in Article 33 paragraph (2) of Law no. 40/2007, shareholders are required to deposit capital in full to the Company as proof of legal ownership of the issued shares. Thus, the Deed of Acknowledgment of Indebtedness made by the shareholder in the case raised serves as evidence of an Authentic Deed which strengthens and justifies the Company's position in postponing the granting of shareholder rights to shareholders who have not paid for the shares that have not been deposited. However, the existence of the Deed of Acknowledgment of Indebtedness cannot replace proof of capital deposit in the Company.
MENGEMBALIKAN SUPREMASI PASAL 28D AYAT (1) UUD NRI 1945 TERKAIT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI YANG MEMBERIKAN UPAYA HUKUM KASASI ATAS PUTUSAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG Anggoro, Teddy
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 13, No 1 (2024): Fenomena Kepatuhan Hukum di Indonesia
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v13i1.1579

Abstract

Mahkamah Konstitusi dalam Putusan MK Nomor 23/PUU-XIX/2021 membuka upaya hukum berupa kasasi bagi putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang dibatasi oleh dua syarat formil yaitu PKPU yang diajukan oleh kreditur dan ditolaknya tawaran perdamaian dari debitur. Namun, aturan baru yang dihasilkan MK justru menimbulkan masalah baru. Penelitian ini menganalisis permasalahan bagaimana hilangnya supremasi Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dalam Putusan MK Nomor 23/PUU-XIX/2021 serta bagaimana seharusnya MK memutusnya. Melalui penelitian yang dilakukan secara yuridis-normatif, ditemukan bahwa MK memutus dengan terlarut pada alur permohonan dalam Putusan MK Nomor 23/PUU-XIX/2021 serta tidak menggali lebih dalam sejarah hukum, aspek filosofis, yuridis, dan sosiologis dari PKPU dan kasasi itu sendiri. Akibatnya, amar Putusan MK Nomor 23/PUU-XIX/2021 belum mampu menciptakan perlindungan dan jaminan hukum sebagai amanat dari Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang dijadikan batu ujinya. Dalam hal ini, perlu diajukan judicial review kembali untuk mengembalikan supremasi dari Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.