Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

Karakteristik Ne Bis In Idem dan Unsurnya dalam Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Ilhamdi Putra; Khairul Fahmi
Jurnal Konstitusi Vol 18, No 2 (2021)
Publisher : The Constitutional Court of the Republic of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (408.071 KB) | DOI: 10.31078/jk1824

Abstract

Ne bis in idem principle in Mahkamah Konstitusi procedural law (Constitutional Court– CC) found in Article 60 Paragraph (1) of CC Act, in prohibition form to return to trial norms previously reviewed. Discrete from Criminal Code and Civil Code which exact ne bis in idem elements, Article 60 Paragraph (1) has sole element within object review form. This research examines two problems: what are ne bis in idem principle characteristics, and what are the elements in the CC procedural law? The normative judicial research method used to understand ne bis in idem principle elative. Ne bis in idem adaptation in CC procedural law resulted broad philosophical shifts that unaffected Petitioners' legal standing and legality of the object that could bring against them. Based on decision systematics, CC put arguments ne bis in idem at Conclusion, so that it is not a verdict. Meanwhile, ne bis in idem principle in CC procedural law carry several norms, however CC Act only has two elements in legal object and legal subject-relationship forms. Meanwhile, the third element in legal development form is found in the CC decision. Because the legal standing of the Petitioners' and the legality of the object that can be challenged was not disturbed, the three elements did not apply accumulatively, in which the element of legal development was more determinant than the other two elements. As result, constitutionality actualization either occurs through positive decisions granted Petitioners' petition, moreover occurred in cases deemed ne bis in idem.
Karakteristik Ne Bis In Idem dan Unsurnya dalam Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Ilhamdi Putra; Khairul Fahmi
Jurnal Konstitusi Vol. 18 No. 2 (2021)
Publisher : Constitutional Court of the Republic of Indonesia, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (408.071 KB) | DOI: 10.31078/jk1824

Abstract

Ne bis in idem principle in Mahkamah Konstitusi procedural law (Constitutional Court– CC) found in Article 60 Paragraph (1) of CC Act, in prohibition form to return to trial norms previously reviewed. Discrete from Criminal Code and Civil Code which exact ne bis in idem elements, Article 60 Paragraph (1) has sole element within object review form. This research examines two problems: what are ne bis in idem principle characteristics, and what are the elements in the CC procedural law? The normative judicial research method used to understand ne bis in idem principle elative. Ne bis in idem adaptation in CC procedural law resulted broad philosophical shifts that unaffected Petitioners' legal standing and legality of the object that could bring against them. Based on decision systematics, CC put arguments ne bis in idem at Conclusion, so that it is not a verdict. Meanwhile, ne bis in idem principle in CC procedural law carry several norms, however CC Act only has two elements in legal object and legal subject-relationship forms. Meanwhile, the third element in legal development form is found in the CC decision. Because the legal standing of the Petitioners' and the legality of the object that can be challenged was not disturbed, the three elements did not apply accumulatively, in which the element of legal development was more determinant than the other two elements. As result, constitutionality actualization either occurs through positive decisions granted Petitioners' petition, moreover occurred in cases deemed ne bis in idem.
KARAKTER HALUAN NEGARA DARI MASA KE MASA DAN IMPLIKASINYA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA PASCAREFORMASI Ilhamdi Putra
UNES Journal of Swara Justisia Vol 7 No 1 (2023): UNES Journal of Swara Justisia (April 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v7i1.316

Abstract

Sebelum UUD 1945 diamandemen, GBHN merupakan acuan pembangunan nasional berkala yang ditetapkan MPR selaku Lembaga Tertinggi Negara yang kemudian eksistensinya berakhir setelah amandemen dilakukan. Di tengah kendala visi pembangunan, wacana amandemen kelima untuk mengakomodir Haluan Negara melalui PPHN kian menyeruak. Wacana itu memunculkan dua topik analisa ihwal pengaturan Haluan Negara dari masa ke masa, dan implikasinya dalam sistem ketatanegaraan Indonesia pascareformasi. Kajian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan teknik pengumpulan data kepustakaan. Penelitian ini berkesimpulan bahwa dalam kurun 40 tahun keberlakuan UUD 1945 lama (1959-1999), GBHN memiliki karakter berbeda pada dua rezim yang pernah berkuasa. Demokrasi Terpimpin berorientasi pada pembangunan ideologis guna membentuk karakter negara-bangsa, sedangkan Orde Baru berorientasi pada pembangunan fisik melalui penanaman modal asing. Namun kedua rezim sama-sama menyelenggarakan kekuasaan otoriter untuk menjamin terselenggaranya visi Haluan Negara. Sementara reformasi memodifikasi konsep Haluan Negara melalui Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang nomenklaturnya ditempatkan dalam undang-undang dan dijalankan dengan prinsip otonomi daerah. Hal ini mengakibatkan visi pembangunan lebih terstruktur dan sistematis dengan melibatkan seluruh pemangku jabatan di tingkat pusat hingga daerah. Sedangkan wacana amandemen kelima untuk mengakomodir PPHN berpotensi disruptif karena dilakukan di tengah pemerintahan yang bercorak executive heavy.
Pelanggaran Etik Hakim Konstitusi dan Rekomendasi Penegakan Hukum pada Kasus Pemalsuan Putusan Arfiani; Ilhamdi Putra; Afdhal Fadhila
UNES Journal of Swara Justisia Vol 7 No 4 (2024): UNES Journal of Swara Justisia (Januari 2024)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v7i4.436

Abstract

Dalam usia 20 tahun, MK telah melalui banyak persoalan, misalnya kasus pelanggaran etik yang menunjukan tren peningkatan. Salah satu kasus etik tersebut adalah skandal pemalsuan Putusan MK Nomor 103/PUU-XX/2022 yang sangat mengguncang. Penelitian ini berfokus pada dua permasalahan, yakni fenomena penegakan hukum atas pelanggaran etik Hakim Konstitusi, dan rekomendasi penegakan kode etik yang ideal pada kasus pemalsuan putusan oleh Hakim Konstitusi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang sepenuhnya menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer dan sekunder. Penelitian ini berkesimpulan bahwa dekade kedua MK diwarnai dengan peningkatan kasus pelanggaran etik, bahwa dari 5 kasus, 3 di antaranya terjadi pada periode 2013-2023. Sedangkan pada skandal pemalsuan putusan, penelitian ini merekomendasikan dilakukannya pemecatan terhadap Hakim Konstitusi Terlapor karena pelanggaran etik yang dilakukannya berhubungan dengan konstitusionalitas pengangkatannya sebagai Hakim Konstitusi. Penelitian ini menyarankan agar alas hukum pembentukan Majelis Kehormatan MK harus diakomodir dalam UU MK, dan tidak dibentuk oleh Ketua MK untuk menjaga independensi penegakan kode etik
Penyelesaian Penyelesaian Dualisme Kelembagaan Lembaga Pengawas Pemilihan Umum di Provinsi Aceh: Problematika Kelembagaan Lembaga Pengawas Pemilu Aceh Fahmi, Khairul; Putra, Ilhamdi; Arrasuli, Beni Kharisma
Jurnal Konstitusi Vol. 21 No. 1 (2024)
Publisher : Constitutional Court of the Republic of Indonesia, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31078/jk2111

Abstract

Hingga saat ini, dualisme kelembagaan lembaga pengawas pemilu dan pilkada di Aceh masih terjadi. Kondisi tersebut masih menyisakan masalah dalam pelaksanaan pengawasan pemilu dan pilkada di Aceh. Artikel ini memfokuskan bahasan pada aspek pilihan kebijakan hukum yang dapat diambil untuk menyelesaikan dualisme tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang sepenuhnya menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer dan sekunder. Kajian ini berkesimpulan bahwa akar persoalan dualisme lembaga pengawas pemilu dan pilkada di Aceh disebabkan tidak sinkronnya pengaturan UU Pemilu dan UU Pilkada dengan UU Pemerintahan Aceh. Hal itu juga diperkuat dengan Putusan MK yang menyatakan Pasal 557 dan Pasal 571 huruf d UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 karena pembentukannya tidak sesuai dengan ketentuan perubahan UU Pemerintahan Aceh yang dimuat dalam UU Pemerintahan Aceh itu sendiri. Penelitian ini merekomendasikan agar dualisme kelembagaan lembaga pengawas pemilu dan pilkada di Aceh segera diakhiri melakukan perubahan terhadap UU Pemilu, UU Pilkada dan UU Pemerintahan Aceh
PENGUATAN INTEGRITAS PERADILAN MELALUI PENERAPAN SISTEM KAMAR DI PERADILAN UMUM Putra, Ilhamdi
Judex Laguens Vol 1 No 2 (2023)
Publisher : Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25216/ikahi.1.2.8.2023.244-268

Abstract

The dynamics of community development have resulted in an increase in legal conflicts arising as factual expressions between legal subjects, as well as influencing an increase in cases in court. Meanwhile, the General Court does not classify the Panel of Judges based on areas of expertise, between criminal and civil cases, which has the potential to disrupt the integrity of the judiciary. This phenomenon boils down to two issues, namely the urgency of classifying the fields of expertise of judges in the General Courts in terms of the public character of criminal cases and the private character of civil cases, as well as the workload of judges and the design of the chamber system within the General Courts. This study concludes that the absence of a judge's expertise in the General Courts greatly affects the integrity of the judiciary. This happened due to the mixing of judges with a variety of cases of a different nature, between public and private. This phenomenon necessitates the application of a chamber system in the General Courts through the Criminal Chamber and the Civil Chamber in the District Court and High Court. This design which focuses on the judges' areas of expertise is in line with the model for filling the positions of Candidates for Supreme Court Justices which go directly to the Chamber System through areas of expertise. Keyword: Integrity, Chamber System, General Judiciary
PENGUATAN INTEGRITAS PERADILAN MELALUI PENERAPAN SISTEM KAMAR DI PERADILAN UMUM Putra, Ilhamdi
Judex Laguens Vol 1 No 2 (2023)
Publisher : Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25216/ikahi.1.2.8.2023.244-268

Abstract

The dynamics of community development have resulted in an increase in legal conflicts arising as factual expressions between legal subjects, as well as influencing an increase in cases in court. Meanwhile, the General Court does not classify the Panel of Judges based on areas of expertise, between criminal and civil cases, which has the potential to disrupt the integrity of the judiciary. This phenomenon boils down to two issues, namely the urgency of classifying the fields of expertise of judges in the General Courts in terms of the public character of criminal cases and the private character of civil cases, as well as the workload of judges and the design of the chamber system within the General Courts. This study concludes that the absence of a judge's expertise in the General Courts greatly affects the integrity of the judiciary. This happened due to the mixing of judges with a variety of cases of a different nature, between public and private. This phenomenon necessitates the application of a chamber system in the General Courts through the Criminal Chamber and the Civil Chamber in the District Court and High Court. This design which focuses on the judges' areas of expertise is in line with the model for filling the positions of Candidates for Supreme Court Justices which go directly to the Chamber System through areas of expertise. Keyword: Integrity, Chamber System, General Judiciary
PENGUATAN INTEGRITAS PERADILAN MELALUI PENERAPAN SISTEM KAMAR DI PERADILAN UMUM Putra, Ilhamdi
Judex Laguens Vol 1 No 2 (2023)
Publisher : Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25216/ikahi.1.2.8.2023.244-268

Abstract

Dinamika perkembangan masyarakat mengakibatkan peningkatan konflik hukum yang lahir sebagai ekspresi faktual antarsubjek hukum, serta mempengaruhi peningkatan perkara di pengadilan. Sementara Peradilan Umum yang tidak mengklasifikasikan kelompok Majelis Hakim berdasarkan bidang keahlian, di antara perkara pidana dan perdata, berpotensi menganggu integritas peradilan. Fenomena itu mengerucut pada dua permasalahan, yakni ihwal urgensi pengklasifikasian bidang keahlian Hakim di Peradilan Umum ditinjau dari karakter publik perkara pidana dan karakter privat perkara perdata, serta beban kerja Hakim dan desain sistem kamar di lingkungan Peradilan Umum. Kajian ini menyimpulkan bahwa ketiadaan pembidangan keahlian Hakim di Badan Peradilan Umum begitu mempengaruhi integritas peradilan. Hal itu terjadi akibat percampuran Hakim dengan ragam perkara yang sifatnya berbeda, antara publik dan privat. Fenomena ini meniscayakan penerapan sistem kamar di Peradilan Umum melalui Kamar Pidana dan Kamar Perdata di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. Desain yang memfokuskan hakim pada bidang keahliannya ini sejalan dengan model pengisian jabatan Calon Hakim Agung yang langsung pada Sistem Kamar melalui bidang keahlian. Kata Kunci: Integritas, Sistem Kamar, Peradilan Umum
PENGUATAN INTEGRITAS PERADILAN MELALUI PENERAPAN SISTEM KAMAR DI PERADILAN UMUM Putra, Ilhamdi
Judex Laguens Vol 1 No 2 (2023)
Publisher : Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25216/ikahi.1.2.8.2023.244-268

Abstract

Dinamika perkembangan masyarakat mengakibatkan peningkatan konflik hukum yang lahir sebagai ekspresi faktual antarsubjek hukum, serta mempengaruhi peningkatan perkara di pengadilan. Sementara Peradilan Umum yang tidak mengklasifikasikan kelompok Majelis Hakim berdasarkan bidang keahlian, di antara perkara pidana dan perdata, berpotensi menganggu integritas peradilan. Fenomena itu mengerucut pada dua permasalahan, yakni ihwal urgensi pengklasifikasian bidang keahlian Hakim di Peradilan Umum ditinjau dari karakter publik perkara pidana dan karakter privat perkara perdata, serta beban kerja Hakim dan desain sistem kamar di lingkungan Peradilan Umum. Kajian ini menyimpulkan bahwa ketiadaan pembidangan keahlian Hakim di Badan Peradilan Umum begitu mempengaruhi integritas peradilan. Hal itu terjadi akibat percampuran Hakim dengan ragam perkara yang sifatnya berbeda, antara publik dan privat. Fenomena ini meniscayakan penerapan sistem kamar di Peradilan Umum melalui Kamar Pidana dan Kamar Perdata di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. Desain yang memfokuskan hakim pada bidang keahliannya ini sejalan dengan model pengisian jabatan Calon Hakim Agung yang langsung pada Sistem Kamar melalui bidang keahlian. Kata Kunci: Integritas, Sistem Kamar, Peradilan Umum
KARAKTER HALUAN NEGARA DARI MASA KE MASA DAN IMPLIKASINYA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA PASCAREFORMASI Putra, Ilhamdi
UNES Journal of Swara Justisia Vol 7 No 1 (2023): Unes Journal of Swara Justisia (April 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v7i1.316

Abstract

Sebelum UUD 1945 diamandemen, GBHN merupakan acuan pembangunan nasional berkala yang ditetapkan MPR selaku Lembaga Tertinggi Negara yang kemudian eksistensinya berakhir setelah amandemen dilakukan. Di tengah kendala visi pembangunan, wacana amandemen kelima untuk mengakomodir Haluan Negara melalui PPHN kian menyeruak. Wacana itu memunculkan dua topik analisa ihwal pengaturan Haluan Negara dari masa ke masa, dan implikasinya dalam sistem ketatanegaraan Indonesia pascareformasi. Kajian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan teknik pengumpulan data kepustakaan. Penelitian ini berkesimpulan bahwa dalam kurun 40 tahun keberlakuan UUD 1945 lama (1959-1999), GBHN memiliki karakter berbeda pada dua rezim yang pernah berkuasa. Demokrasi Terpimpin berorientasi pada pembangunan ideologis guna membentuk karakter negara-bangsa, sedangkan Orde Baru berorientasi pada pembangunan fisik melalui penanaman modal asing. Namun kedua rezim sama-sama menyelenggarakan kekuasaan otoriter untuk menjamin terselenggaranya visi Haluan Negara. Sementara reformasi memodifikasi konsep Haluan Negara melalui Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang nomenklaturnya ditempatkan dalam undang-undang dan dijalankan dengan prinsip otonomi daerah. Hal ini mengakibatkan visi pembangunan lebih terstruktur dan sistematis dengan melibatkan seluruh pemangku jabatan di tingkat pusat hingga daerah. Sedangkan wacana amandemen kelima untuk mengakomodir PPHN berpotensi disruptif karena dilakukan di tengah pemerintahan yang bercorak executive heavy.