Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

KONSTITUSIONALISME BERNEGARA DAN KEPATUHAN TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Arrasuli, Beni Kharisma
Ensiklopedia Sosial Review Vol 1, No 2 (2019): Volume 1 No 2 Juni 2019
Publisher : Lembaga Penelitian dan Penerbitan Hasil Penelitian Ensiklopedia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33559/esr.v1i2.284

Abstract

The establishment of the constitution guarantor institute is aimed at making the constitutional rights of every citizen or state institution not easily harmed by power through legislation, so that in the amendment to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia the Constitutional Court is present as an institution serving as the guarantor of the constitution. the number of legal norms that exist in a country and many institutions that are authorized to form them can be ascertained that the contradictions from the existing norms will require a dispute breaker institution, the character of the Constitutional Court's decision is final and binding to differentiate with other judicial institutions, as well as the decision of the Court bind the whole party without exception, not only the parties disputed but also public member, it is only the issue that arises into a problem after the Constitutional Court decides a case of reviewing laws that are considered contrary to the constitution, it should be the legislative body in this case such as the People's Representative Council and the President or other relevant state institutions obey the decision and implement it. However, because the Constitutional Court does not have an executive tool for the decision, it is still a great homework by this country, the ethics of state that should be prioritized by the parties in complying with the Court's ruling. This is study that will be the author’s explain in this paper.
DEMOKRASI INTERNAL PARTAI PROSES PEMILIHAN KETUA PARTAI YANG DEMOKRATIS Arrasuli, Beni Kharisma
Ensiklopedia Sosial Review Vol 1, No 1 (2019): Volume 1 No 1 Februari 2019
Publisher : Lembaga Penelitian dan Penerbitan Hasil Penelitian Ensiklopedia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33559/esr.v1i1.292

Abstract

Tulisan ini memaparkan tentang demokrasi internal partai serta kaitannya dengan proses pemilihan ketua partai yang demokratis, bertujuan untuk mengulas dan menghadirkan perspektif tentang proses demokrasi khususnya di dalam tubuh partai politik. Penulisan makalah ini menyentuh berbagai aspek mulai dari aspek sosiologis, politik dan hukum yang menggunakan pendekatan konseptual, komparatif, deskriptif dan historis, yang penerapannya disesuaikan dengan kebutuhan. Dengan menggunakan beragam teori yang digagas oleh beberapa pemikir klasik maupun kontemporer tentang tema demokrasi internal partai serta kaitannya dengan proses pemilihan ketua partai yang demokratis, sebagaimana diterapkan dalam praktek berdemokrasi di Indonesia dan juga menghadirkan beberapa negara sebagai komparasi seperti Inggris, Kanada dan Malawi selanjutnya direvisi secara teoritik dalam wacana akademik, tulisan ini menunjukkan bahwa praktek demokrasi internal partai belum berjalan secara utuh seperti yang diharapkan di Indonesia, masih banyaknya ditemukan fakta bahwa pemilihan pimpinan partai politik masih menggunakan pola patronase dan oligarki seperti pemilihan tertutup dan pemilihan secara aklamasi, ditambah dengan cara-cara perbuatan melawan hukum seperti politik uang. Realitas yang seharusnya adalah partai politik sebagai representasi masyarakat dan jembatan keterwakilan warga negara pada posisi kursi kekuasaan baik legislatif maupun eksekutif, seharusnya mampu menjadi contoh demokrasi terapan sebagai sebuah cerminan dari negara modern. Akhir dari tulisan ini memberikan beberapa solusi yang dapat diterapkan oleh partai politik dalam proses pemilihan pimpinan partai, baik sebelum berlangsungnya munas/kongres maupun setelahnya. Dengan tujuan kedepannya partai politik benar-benar menjadi partai kader yang memiliki prinsip-prinsip demokrasi dari level tertinggi hingga akar rumput. Kata Kunci: Demokrasi Internal Partai, Pimpinan Partai politik, Proses, Demokratis
KONSTITUSIONALISME BERNEGARA DAN KEPATUHAN TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Beni Kharisma Arrasuli
Ensiklopedia Social Review Vol 1, No 2 (2019): Volume 1 No 2 Juni 2019
Publisher : Lembaga Penelitian dan Penerbitan Hasil Penelitian Ensiklopedia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33559/esr.v1i2.284

Abstract

The establishment of the constitution guarantor institute is aimed at making the constitutional rights of every citizen or state institution not easily harmed by power through legislation, so that in the amendment to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia the Constitutional Court is present as an institution serving as the guarantor of the constitution. the number of legal norms that exist in a country and many institutions that are authorized to form them can be ascertained that the contradictions from the existing norms will require a dispute breaker institution, the character of the Constitutional Court's decision is final and binding to differentiate with other judicial institutions, as well as the decision of the Court bind the whole party without exception, not only the parties disputed but also public member, it is only the issue that arises into a problem after the Constitutional Court decides a case of reviewing laws that are considered contrary to the constitution, it should be the legislative body in this case such as the People's Representative Council and the President or other relevant state institutions obey the decision and implement it. However, because the Constitutional Court does not have an executive tool for the decision, it is still a great homework by this country, the ethics of state that should be prioritized by the parties in complying with the Court's ruling. This is study that will be the author’s explain in this paper.
DEMOKRASI INTERNAL PARTAI PROSES PEMILIHAN KETUA PARTAI YANG DEMOKRATIS Beni Kharisma Arrasuli
Ensiklopedia Social Review Vol 1, No 1 (2019): Volume 1 No 1 Februari 2019
Publisher : Lembaga Penelitian dan Penerbitan Hasil Penelitian Ensiklopedia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33559/esr.v1i1.292

Abstract

Tulisan ini memaparkan tentang demokrasi internal partai serta kaitannya dengan proses pemilihan ketua partai yang demokratis, bertujuan untuk mengulas dan menghadirkan perspektif tentang proses demokrasi khususnya di dalam tubuh partai politik. Penulisan makalah ini menyentuh berbagai aspek mulai dari aspek sosiologis, politik dan hukum yang menggunakan pendekatan konseptual, komparatif, deskriptif dan historis, yang penerapannya disesuaikan dengan kebutuhan. Dengan menggunakan beragam teori yang digagas oleh beberapa pemikir klasik maupun kontemporer tentang tema demokrasi internal partai serta kaitannya dengan proses pemilihan ketua partai yang demokratis, sebagaimana diterapkan dalam praktek berdemokrasi di Indonesia dan juga menghadirkan beberapa negara sebagai komparasi seperti Inggris, Kanada dan Malawi selanjutnya direvisi secara teoritik dalam wacana akademik, tulisan ini menunjukkan bahwa praktek demokrasi internal partai belum berjalan secara utuh seperti yang diharapkan di Indonesia, masih banyaknya ditemukan fakta bahwa pemilihan pimpinan partai politik masih menggunakan pola patronase dan oligarki seperti pemilihan tertutup dan pemilihan secara aklamasi, ditambah dengan cara-cara perbuatan melawan hukum seperti politik uang. Realitas yang seharusnya adalah partai politik sebagai representasi masyarakat dan jembatan keterwakilan warga negara pada posisi kursi kekuasaan baik legislatif maupun eksekutif, seharusnya mampu menjadi contoh demokrasi terapan sebagai sebuah cerminan dari negara modern. Akhir dari tulisan ini memberikan beberapa solusi yang dapat diterapkan oleh partai politik dalam proses pemilihan pimpinan partai, baik sebelum berlangsungnya munas/kongres maupun setelahnya. Dengan tujuan kedepannya partai politik benar-benar menjadi partai kader yang memiliki prinsip-prinsip demokrasi dari level tertinggi hingga akar rumput. Kata Kunci: Demokrasi Internal Partai, Pimpinan Partai politik, Proses, Demokratis
KUASA ORMAS DI RANAH MINANG: PENOLAKAN ORMAS KEAGAMAAN TERHADAP PEMBANGUNAN RUMAH SAKIT SILOAM DI KOTA PADANG Zulfadli Zulfadli; Beni Kharis Arrasuli
Sosial Budaya Vol 14, No 1 (2017): Juni 2017
Publisher : Lembaga penelitian dan pengabdian kepada Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/sb.v14i1.4161

Abstract

Abstrak: Pembangunan Rumah Sakit Siloam Menuai pro dan kontra di Kota Padang. Bagi kalangan yang mendukung, bahwa pembagunan Rumah Sakit Siloam akan menciptakan lapangan kerja, dan mendongkrak perekonoam masyarakat sumbar. sementara bagi kalangan yang tidak setuju yaiut ormas Islam, mereka menolak keras pembangunan rumah sakit Siloam tersebut karena sarat dengan adanya agendang terselubung yaitu misi kristenisasi. Di satu sisi pemerintah dengan para stakeholdernya telah menyetujui pembangunan rumah sakit Siloam, namun rencana pembangunan tersebut kandas seiring dengan besarnya penolakan dari organisasi kaagamaan dalam menolak pembangunan rumah sakit tersebut. Penelitian ini dilakukan di Kota Padang, ingin melihat secara komprehensif mengapa ormas Islam menolak pembangunan rumah sakit Siloam di Kota padang.
PENEGAKAN HUKUM SESUAI PRINSIP PERADILAN YANG BERKEPASTIAN, ADIL DAN MANUSIAWI : STUDI PEMANTAUAN PROSES PENEGAKAN HUKUM TAHUN 2020 Arfiani Arfiani Arfiani; Khairul Khairul Fahmi; Beni Kharisma Arrasuli; Indah Nadilah Nadilah; Miftahul Fikri Fikri
Riau Law Journal Vol 6, No 1 (2022): Riau Law Journal
Publisher : Faculty of Law, Universitas Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (405.113 KB) | DOI: 10.30652/rlj.v6i1.7938

Abstract

Penegakan hukum adalah suatu usaha untuk mewujudkan tujuan hukum dalam menegakkan keadilan hukum, kepastian hukum dan kemanfaat hukum guna terwujudnya prinsip peradilan yang berkepastian, adil dan manusiawi. Mekanisme penegakan hukum, dalam hal ini ialah penegakan hukum pidana sesungguhnya telah diatur dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP). KUHAP mengatur semua tahapan proses peradilan pidana mulai dari proses penyelidikan sampai pelaksanaan putusan pengadilan. Namun pada kenyataan kini dinamika sistem penegakan hukum tidak saling berkoheren untuk mewujudkan hal tersebut, khususnya dari struktur hukum itu sendiri. Struktur hukum dalam hal ini aparat penegak hukum sering sekali memarginalkan kepentingan-kepentingan dan hak-hak tersangka, terdakwa maupun  terpidana dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Dalam sistem peradilan pidana mengenal adanya asas Praduga Tidak Bersalah (Presumption od Innonce) yang di dalam asas ini mengenal pula adanya 2 (dua) konsekuensi prinsip, yaitu Prinsip Miranda Rules (The right to remain silent) dan prinsip Hak Ingkar (The right of non self incrimination). Akan tetapi asas dan prinsip ini seolah-olah tidak di indahkan oleh aparat penegak hukum, baik itu kepolisian, kejaksaan, kehakiman hingga lembaga permasyarakatan. Penelitian ini akan mengkaji bagaimana proses penegakan hukum sesuai prinsip peradilan yang berkepastian, adil dan manusiawi dan bagaimana praktik penegakan hukum di Indonesia sepanjang tahun 2020, yang mungkin sudah tidak di ditegakkan dengan bijaksana dan konsisten oleh aparat penegak hukum. Maka untuk menjawab permasalahan tersebut penelitian ini akan menggunakan metode penelitian yuridis-empiris dengan mendeskripsikan permasalahan sesuai dengan fakta yang ada.
PENEGAKAN HUKUM SESUAI PRINSIP PERADILAN YANG BERKEPASTIAN, ADIL DAN MANUSIAWI : STUDI PEMANTAUAN PROSES PENEGAKAN HUKUM TAHUN 2020 Arfiani Arfiani Arfiani; Khairul Khairul Fahmi; Beni Kharisma Arrasuli; Indah Nadilah Nadilah; Miftahul Fikri Fikri
Riau Law Journal Vol 6, No 1 (2022): Riau Law Journal
Publisher : Faculty of Law, Universitas Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (405.113 KB) | DOI: 10.30652/rlj.v6i1.7938

Abstract

Penegakan hukum adalah suatu usaha untuk mewujudkan tujuan hukum dalam menegakkan keadilan hukum, kepastian hukum dan kemanfaat hukum guna terwujudnya prinsip peradilan yang berkepastian, adil dan manusiawi. Mekanisme penegakan hukum, dalam hal ini ialah penegakan hukum pidana sesungguhnya telah diatur dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP). KUHAP mengatur semua tahapan proses peradilan pidana mulai dari proses penyelidikan sampai pelaksanaan putusan pengadilan. Namun pada kenyataan kini dinamika sistem penegakan hukum tidak saling berkoheren untuk mewujudkan hal tersebut, khususnya dari struktur hukum itu sendiri. Struktur hukum dalam hal ini aparat penegak hukum sering sekali memarginalkan kepentingan-kepentingan dan hak-hak tersangka, terdakwa maupun  terpidana dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Dalam sistem peradilan pidana mengenal adanya asas Praduga Tidak Bersalah (Presumption od Innonce) yang di dalam asas ini mengenal pula adanya 2 (dua) konsekuensi prinsip, yaitu Prinsip Miranda Rules (The right to remain silent) dan prinsip Hak Ingkar (The right of non self incrimination). Akan tetapi asas dan prinsip ini seolah-olah tidak di indahkan oleh aparat penegak hukum, baik itu kepolisian, kejaksaan, kehakiman hingga lembaga permasyarakatan. Penelitian ini akan mengkaji bagaimana proses penegakan hukum sesuai prinsip peradilan yang berkepastian, adil dan manusiawi dan bagaimana praktik penegakan hukum di Indonesia sepanjang tahun 2020, yang mungkin sudah tidak di ditegakkan dengan bijaksana dan konsisten oleh aparat penegak hukum. Maka untuk menjawab permasalahan tersebut penelitian ini akan menggunakan metode penelitian yuridis-empiris dengan mendeskripsikan permasalahan sesuai dengan fakta yang ada.
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI YANG BERSIFAT SELF EXECUTING DAN NON-SELF EXECUTING DALAM RENTANG TAHUN 2016-2019 Fauziah Fauziah; Beni Kharisma Arrasuli
UNES Journal of Swara Justisia Vol 7 No 2 (2023): UNES Journal of Swara Justisia (Juli 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v7i2.340

Abstract

Sepanjang 2016-2019 MK telah mengeluarkan 60 putusan yang mengabulkan permohonan pengujian undang-undang yang terdiri atas putusan self executing dan non-self executing. Penelitian ini mengkaji dua permasalahan, bagaimana sifat putusan MK dalam rentang 2016-2019 dapat dikategorikan sebagai putusan yang self executing dan non-self executing? Serta bagaimanakah pelaksanaan Putusan MK yang bersifat self executing dan non-self executing dalam rentang 2016-2019? Penelitian yang dilakukan secara normatif ini menunjukkan sifat self executing terdapat dalam putusan legally null and void dan putusan inkonstitusional bersyarat. Sedangkan putusan MK yang bersifat non-self executing terdapat dalam putusan model penundaan pemberlakuan. Putusan MK dalam rentang 2016-2019 terdiri dari 57 putusan self executing dan 3 putusan non-self executing. Pemuatan putusan MK dalam Berita Negara dirasa cukup bagi pelaksanaan putusan self executing. Sedangkan, putusan non-self executing dilaksanakan melalui perubahan undang-undang yang diuji. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum akibat pembatalan norma yang dilakukan oleh MK, sehingga MK dalam putusannya secara langsung meminta perubahan undang-undang yang diuji kepada pembentuk undang-undang dalam kurun waktu tertentu. Dari 3 putusan MK yang bersifat non-self executing tersebut, hanya putusan MK Nomor 22/PUU-XV/2017 yang telah dilaksanakan oleh pembentuk undang-undang dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI YANG BERSIFAT SELF EXECUTING DAN NON-SELF EXECUTING DALAM RENTANG TAHUN 2016-2019 Fauziah Fauziah; Beni Kharisma Arrasuli
UNES Journal of Swara Justisia Vol 7 No 2 (2023): UNES Journal of Swara Justisia (Juli 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v7i2.340

Abstract

Sepanjang 2016-2019 MK telah mengeluarkan 60 putusan yang mengabulkan permohonan pengujian undang-undang yang terdiri atas putusan self executing dan non-self executing. Penelitian ini mengkaji dua permasalahan, bagaimana sifat putusan MK dalam rentang 2016-2019 dapat dikategorikan sebagai putusan yang self executing dan non-self executing? Serta bagaimanakah pelaksanaan Putusan MK yang bersifat self executing dan non-self executing dalam rentang 2016-2019? Penelitian yang dilakukan secara normatif ini menunjukkan sifat self executing terdapat dalam putusan legally null and void dan putusan inkonstitusional bersyarat. Sedangkan putusan MK yang bersifat non-self executing terdapat dalam putusan model penundaan pemberlakuan. Putusan MK dalam rentang 2016-2019 terdiri dari 57 putusan self executing dan 3 putusan non-self executing. Pemuatan putusan MK dalam Berita Negara dirasa cukup bagi pelaksanaan putusan self executing. Sedangkan, putusan non-self executing dilaksanakan melalui perubahan undang-undang yang diuji. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum akibat pembatalan norma yang dilakukan oleh MK, sehingga MK dalam putusannya secara langsung meminta perubahan undang-undang yang diuji kepada pembentuk undang-undang dalam kurun waktu tertentu. Dari 3 putusan MK yang bersifat non-self executing tersebut, hanya putusan MK Nomor 22/PUU-XV/2017 yang telah dilaksanakan oleh pembentuk undang-undang dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Eksistensi Hukum Pidana Adat dalam Rancangan KUHP: Problematika Asas Legalitas dan Over-Kriminalisasi Beni Kharisma Arrasuli
UNES Law Review Vol. 6 No. 1 (2023): UNES LAW REVIEW (September 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i1.879

Abstract

This article discusses the dynamics of customary criminal law in the Draft Criminal Code (RKUHP), this is because the RKUHP is currently codifying customary criminal law in its regulations. Of course, this arrangement regarding the adherence to customary criminal law reaps pros and cons in the community, because the Criminal Code (KUHP) previously did not understand the existence of the phrase customary criminal law in its formulation of offenses. It is considered that the embodiment of customary criminal law in the RKUHP will cause problems with the principle of legality and can cause over-criminalization of the community, especially those in the customary law area. The enactment of customary criminal law in the RKUHP should be able to shift the meaning of the principle of legality which is a fundamental principle in Indonesian criminal law and does not rule out the possibility that the enactment of Article 2 paragraphs (1) and (2) of the Criminal Code will lead to a high quantity of criminalization in Indonesia. So a comprehensive study is needed to fix the problems of customary law offenses contained in the RKUHP, This aims not to cause misunderstandings for the community and to prevent confusion in understanding the purpose of a legal product renewal.