Ni Luh Putu Ika Mayasari
Departemen Ilmu Penyakit Hewan Dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680

Published : 11 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Jurnal Veteriner

Deteksi Gen Penyandi Resistensi ampC dan mcr-1 pada Escherichia coli penyebab Colibacillosis Unggas di Sukabumi (DETECTION OF GENE ENCODING RESISTANCE AMPC AND MCR-1 IN ESCHERICHIA COLI CAUSES AVIAN COLIBACILLOSIS IN SUKABUMI) Agustin Indrawati; Ryan Septa Kurnia; Ni Luh Putu Ika Mayasari
Jurnal Veteriner Vol 20 No 4 (2019)
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University and Published in collaboration with the Indonesia Veterinarian Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (312.231 KB) | DOI: 10.19087/jveteriner.2019.20.4.495

Abstract

Antibiotic resistance has become a global problem that can threaten human and animal health. The use of antibiotics in livestock as a treatment and control of disease is often associated with the cause of the spread of resistant bacteria. Resistance bacteria are caused by presence of resistant gene resistance that can move between bacteria. This study aims to detect the presence of genes that encode resistance to ampicillin (ampC) antibiotics and colistin (mcr-1) in Escherichia coli bacteria derived from cases of colibacillosis in Sukabumi. A total of 25 isolates of E. coli archive collection of PT. Medika Animal Lab is used in this research. All isolates identified using PCR were then tested for sensitivity using the disk diffusion method and minimum inhibitory concentrations (MICs). Isolates that are resistant to ampicillin and colistin were tested for detection of ampC and mcr-1 genes using PCR. The results of the sensitivity test showed the whole isolates were resistant to ampicillin (100%) and phosphomycin (8%), but none were resistant to colistin sulphate. The total isolate E. coli successfully detected gene encoding resistance of ampC (100%). The results of sensitivity and resistance detection test showed that the whole isolates were ampicillin resistant and had the ampC resistance-encoding gene.
Deteksi Pola Resistansi dan Gen Penyandi Resistansi Antibiotik pada Escherichia coli Asal Peternakan Babi di Kabupaten Badung Provinsi Bali Ardiana Ardiana; Agustin Indrawati; Ni Luh Putu I Ika Mayasari
Jurnal Veteriner Vol 24 No 3 (2023)
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University and Published in collaboration with the Indonesia Veterinarian Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/jveteriner.2023.24.3.303

Abstract

Resistansi antimikrob merupakan masalah kesehatan global. Antimikrob termasuk antibiotik digunakan untuk mengobati infeksi pada manusia dan hewan. Penyalahgunaan antibiotik dapat menyebabkan resistansi dan pengobatan menjadi tidak efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi Escherichia coli (E. coli) dari hewan, manusia dan lingkungan di peternakan babi di Kabupaten Badung Provinsi Bali, serta menentukan pola resistansi dan gen resistansi antibiotik. Sampel diambil dari 12 peternakan babi yang berdekatan dengan total 24 sampel feses babi, 24 sampel swab tangan pekerja kandang, dan 12 sampel limbah air. Escherichia coli diisolasi menggunakan MacConkey Agar, pewarnaan Gram, IMViC (Indole, Methyl Red, Voges Proskauer, Citrate) dan dikonfirmasi dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). Uji kerentanan terhadap 11 antibiotik menggunakan metode difusi cakram. Deteksi gen resistansi antibiotik dengan PCR untuk gen blaTEM, ampC, ermB, strA, tetA, dan sul1. Hasil menunjukkan 100% (24/24) E. coli diisolasi dari feses, 16,7% (4/24) dari swab, dan 100% (12/12) dari limbah air. Pola resistansi antibiotik menunjukkan bahwa resistansi tertinggi terhadap eritromisin, diikuti oleh amoksisilin dan ampisilin, tetrasiklin, streptomisin dan trimetropim-sulfmetokzasol, serta 14 isolat dikategorikan Multidrug Resistant (MDR). Gen resistansi yang dideteksi dari E. coli pada manusia, hewan dan lingkungan adalah blaTEM, ampC, strA, tetA dan sul1, sementara ermB tidak terdeteksi. Berdasarkan hasil penelitian, pemberian antibiotik eritromisin, amoksisilin, ampisilin, tetrasiklin, streptomisin dan trimetropim-sulfmetokzasol sebaiknya diganti dengan antibiotik jenis lain. Adanya gen resistansi yang berasal dari sampel feses babi, swab tangan dan limbah air mengindikasikan terjadinya penyebaran resistansi antibiotik pada manusia, hewan dan lingkungan.
Prevalensi Virus Demam Babi Afrika pada Produk Daging Babi yang Diuji di Laboratorium Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian Seruni Agistiana; , I Wayan Teguh Wibawan; Surachmi Setiyaningsih; Ni Luh Putu Ika Mayasari; Harimurti Nuradji; Sriyanto Sriyanto; Risma Juniarti Paulina Silitonga
Jurnal Veteriner Vol 24 No 3 (2023)
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University and Published in collaboration with the Indonesia Veterinarian Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/jveteriner.2023.24.3.264

Abstract

Demam babi afrika atau African swine fever (ASF) adalah penyakit viral lintas batas yang sangat menular pada babi domestik dan babi liar yang disebabkan oleh virus ASF (ASFV). Virus ini memiliki daya tahan hidup dan stabilitas yang tinggi di lingkungan, mampu bertahan lama pada benda mati seperti peralatan dan pakaian yang tercemar atau pada produk daging dari babi yang terinfeksi ASFV. Penelitian ini bertujuan mendeteksi ASFV pada produk daging babi dan olahannya di Indonesia. Sejak tahun 2019, Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BBUSKP) yang merupakan salah satu laboratorium rujukan milik pemerintah di bawah naungan Badan Karantina Pertanian (Barantan), memiliki tugas untuk melakukan pengujian deteksi ASFV salah satunya adalah menguji sampel produk daging babi. Prevalensi dihitung berdasarkan data sekunder hasil pengujian qualitative Polymerase Chain Reaction (qPCR) dalam deteksi ASFV pada produk daging babi yang dilakukan di laboratorium BBUSKP, Jakarta Timur tahun 2020-2022. Terdeteksinya ASFV pada produk daging babi sebanyak 8.2% di tahun 2020, 24.8% di tahun 2021 dan 11.6% pada tahun 2022 memperkuat bahwa produk daging babi berpotensi menjadi media pembawa ASF di Indonesia.