Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search
Journal : Jurnal Riset Akuakultur

EFEKTIVITAS PEMBERIAN EKSTRAK DAUN ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes) TERHADAP PENCEGAHAN SAPROLEGNIASIS PADA TELUR IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) Yayang Dita Wulandari; Ganjar Adhywirawan Sutarjo; Anis - Zubaidah
Jurnal Riset Akuakultur Vol 15, No 4 (2020): (Desember, 2020)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (126.738 KB) | DOI: 10.15578/jra.15.4.2020.245-251

Abstract

Terbatasnya ketersediaan benih hingga saat ini masih menjadi kendala keberhasilan produksi ikan gurami. Hal ini salah satunya disebabkan oleh terjadinya infeksi jamur Saprolegnia sp. pada telur sehingga terjadi kegagalan dalam penetasan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pemberian ekstrak daun eceng gondok dengan konsentrasi yang berbeda terhadap prevalensi dan pertumbuhan jamur Saprolegnia sp. pada telur gurami. Metode yang digunakan adalah eksperimen dengan rancangan acak lengkap (RAL). Ekstrak daun eceng gondok didapatkan melalui metode maserasi yaitu dengan perendaman serbuk daun eceng gondok dan ethanol 96% kemudian penguapan menggunakan rotary evaporator. Pengujian dilakukan dengan empat perlakuan dan lima ulangan. Wadah pemeliharaan menggunakan akuarium ukuran 15 cm x 15 cm x 20 cm. Interval pengamatan uji minimum inhibitory concentration (MIC), uji daya hambat, dan prevalensi masing-masing 48 jam, 5-7 hari, dan 24 jam. Dosis pengenceran ekstrak daun eceng gondok pada uji MIC yaitu 6,25%; 12,5%; 25%; dan 50%. Hasil penelitian dari MIC yaitu pada pengenceran 25% terjadi penghambatan pertumbuhan Saprolegnia sp. Kemudian dilakukan pengujian lanjutan yaitu uji daya hambat pengenceran terendah 6,5% dengan rentang pengenceran 0,25%. Hasil uji daya hambat masing-masing perlakuan A (0%) 0 mm, perlakuan B (6,5%) 1,44 mm; perlakuan C (6,75%) 1,92 mm; dan perlakuan D (7%) 2,26 mm. Dengan prevalensi masing-masing 46,8%; 28%; 22%; dan 17,6%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pada uji MIC hasil pengenceran 6,25% hingga 50% terjadi penghambatan pertumbuhan Saprolegnia sp. Uji lanjut daya hambat dari ekstrak daun eceng gondok secara keseluruhan memiliki tingkat daya hambat yang rendah yaitu £ 5 mm, namun semakin tinggi dosis yang digunakan dapat menurunkan tingkat prevalensi jamur Saprolegnia sp. pada telur gurami.Limited availability of seeds to date is still an obstacle to the success of gouramy production. This is partly due to the onsling of Saprolegnia sp. fungal infection on the egg so that there is a failure in hatching. The purpose of this study is to find out the effectiveness of giving hyacinth leaf extract with different concentrations against the prevalence and growth of Saprolegnia sp. on gouramy’s eggs. The method used was an experiment with RAL (Complete Randomized Design). The water hyacinth leaf extract is obtained through maceration method by soaking water hyacinth leaf powder and ethanol 96% then evaporation using a rotary evaporator. The test was carried out with 4 treatments and 5 replications. The maintenance container uses an aquarium 15 cm x 15 cm x 20 cm. Observation intervals of MIC test (minimum inhibitory concentration), inhibitory test, and the prevalence of 48 hours, 5-7 days, and 24 hours, respectively. Dilution doses of water hyacinth leaf extract in MIC test were 6.25%; 12.5%; 25%; and 50%. The results of research from MIC that is 25% dilution occurs inhibition of Saprolegnia sp. growth. Then, further testing is done with the lowest dilution inhibition test of 6.5% with a dilution range of 0.25%. The inhibitory test results for each treatment A (0%) 0 mm, treatment B (6.5%) 1.44 mm, treatment C (6.75%) 1.92 mm, and treatment D (7%) 2, 26 mm. With a prevalence of 46.8%, 28%, 22%, and 17.6%, respectively. The conclusion of this study is the MIC test results of dilution of 6.25% to 50% inhibition of growth of Saprolegnia sp. Further tests of inhibition of water hyacinth leaf extract as a whole have a low inhibitory level which is £ 5 mm, but the higher the dose used can reduce the prevalence rate.
SALURAN PENCERNAAN UDANG JERBUNG, Penaeus merguiensis Diki Mulianto; Widyowati Mukti Widyowati; Hendra Raharja; Anis Zubaidah
Jurnal Riset Akuakultur Vol 16, No 4 (2021): (Desember, 2021)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (97.38 KB) | DOI: 10.15578/jra.16.4.2021.221-229

Abstract

Upaya untuk meningkatkan pemanfaatan protein dalam pakan dapat dilakukan dengan penambahan bakteri proteolitik. Penelitian ini bertujuan untuk skrining bakteri proteolitik pada saluran pencernaan udang Jerbung (Penaeus merguiensis) sebagai kandidat probotik. Skrining bakteri dilakukan dengan mengisolasi bakteri dari saluran pencernaan udang yang diperoleh dari tangkapan nelayan di pesisir pantai Pasuruan, Jawa Timur. Dari hasil isolasi diperoleh lebih dari 30 koloni yang tumbuh pada media, selanjutnya dipilih lima isolat yang dengan karakteristik morfologi yang berbeda. Lima isolat terpilih selanjutnya diuji aktivitas proteolitiknya pada media skim milk agar (SMA). Hasil penelitian menunjukkan aktivitas proteolitik terbesar pada isolat UD-1 dengan nilai aktivitas proteolitik sebesar 2,49 ± 0,9 cm; UD-2 sebesar 2,33± 0,24 cm; UD-3 sebesar 1,85 ± 0,07 cm; UD-4 sebesar 1,11 ± 0,43 cm; dan UD-5 sebesar 1,36 ± 0,07 cm. Tiga isolat dengan nilai aktivitas proteolitik tertinggi kemudian diuji pewarnaan gram, uji ketahanan terhadap kondisi asam (pH 3), uji penempelan bakteri, uji antagonistik terhadap bakteri Vibrio harveyi, uji patogenitas dan pengamatan pertumbuhan bakteri. Hasil uji pewarnaan gram dengan hasil gram positif pada ketiga isolat. Ketiga isolat mampu bertahan hidup pada kondisi asam (pH 3) selama delapan jam dengan nilai kepadatan (OD ë 620 nm) pada isolat tertinggi UD-1 (0,875). Uji antagonistic menunjukkan isolat UD-1, UD-2, dan UD-3 mampu menghambat pertumbuhan bakteri Vibrio harveyi dengan membentuk zona hambat di sekeliling isolat. Nilai antagonistik tertinggi pada isolat UD-1 sebesar 12,3 mm. Uji patogenitas yang dilakukan menunjukkan bahwa isolat tidak bersifat patogen pada udang budidaya. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa isolat (UD-1, UD-2, dan UD3) yang diisolasi dari saluran pencernaan udang termasuk bakteri proteolitik dan memenuhi syarat sebagai bakteri kandidat probiotik.Efforts to increase the utilization of protein in feed can be made by adding proteolytic bacteria. This study aimed to screen proteolytic bacteria in the digestive tract of Banana shrimp (Penaeus merguiensis) as probiotic candidates. The bacterial screening was carried out by isolating bacteria from the digestive tract of shrimp obtained from fishermen’s catch on the coast of Pasuruan, East Java. From the isolation results, more than 30 colonies grew on the media, then five isolates were selected with different morphological characteristics. The five selected isolates were then tested for their proteolytic activity on Skim Milk Agar (SMA) media. The results showed the most excellent proteolytic activity in isolate UD-1 with a proteolytic activity value of 2.49 ± 0.9 cm; UD-2 is 2.33 ± 0.24 cm; UD-3 is 1.85 ± 0.07 cm; UD-4 is 1.11 ± 0.43 cm; and UD-5 is 1.36 ± 0.07 cm. The three isolates with the highest proteolytic activity values were tested for gram-positive staining, acid resistance test (pH 3), bacterial attachment test, antagonistic test against Vibrio harveyi bacteria, pathogenicity test, and bacterial growth observation. Gram stain test results with gram-positive results on the three isolates. The three isolates were able to survive in acidic conditions (pH 3) for eight hours with the highest density (OD ë 620 nm) value of UD-1 (0.875). The antagonistic test showed that isolates UD-1, UD-2, and UD-3 could inhibit the growth of Vibrio harveyi bacteria by forming an inhibitory zone around the isolates. The highest antagonistic value in the UD-1 isolate was 12.3 mm. The pathogenicity test carried out showed that the isolates were not pathogenic in cultured shrimp. Based on the study results, it can be concluded that the isolates (UD-1, UD-2, and UD-3) isolated from the shrimp’s digestive tract are proteolytic bacteria and qualify as probiotic candidate bacteria.
SCREENING BAKTERI SELULOLITIK DAN AMILOLITIK PADA RUMEN SAPI SEBAGAI KANDIDAT PROBIOTIK PADA BUDIDAYA IKAN SECARA IN VITRO Anis Zubaidah; Dony Prasetyo; Hany Handajani; Sulis Puji Rohmah; Dyah Ayu Puspita
Jurnal Riset Akuakultur Vol 14, No 4 (2019): (Desember, 2019)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (281.303 KB) | DOI: 10.15578/jra.14.4.2019.261-271

Abstract

Bakteri selulolitik dan amilolitik mampu mengubah selulosa dan amilum menjadi glukosa serta mampu menghasilkan enzim selulase dan amilase. Bakteri selulolitik dan amilolitik diisolasi dari rumen sapi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan bakteri selulolitik dan amilolitik dari rumen sapi yang memiliki nilai indeks selulolitik dan amilolitik yang tinggi, serta mampu memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai probiotik. Screening bakteri pada rumen sapi menghasilkan enam isolat yaitu AR, BR, CR, DR, ER, dan FR. Uji aktivitas selulolitik dilakukan pada substrat carboxy methyl cellulose (CMC) dan amilolitik pada amilum, uji ketahanan terhadap kondisi asam (pH 3), pengamatan pertumbuhan bakteri selama 30 jam, uji antagonistik terhadap bakteri patogen Aeromonas hydrophila, uji penempelan bakteri dan uji patogenisitas bakteri pada ikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas selulolitik terbesar pada isolat AR (2,67 ± 0,35 cm) dan aktivitas amilolitik terbesar pada isolat AR (4 ± 0,60 cm). Hanya empat isolat (AR, BR, ER, dan FR) yang dilakukan uji lanjut. Keempat isolat mampu bertahan dalam kondisi asam pH 3 selama delapan jam dengan nilai OD terbesar pada isolat ER (1.137). Uji antagonistik menunjukkan bahwa isolat AR, ER, dan FR mampu menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila. Isolat FR memiliki nilai antagonistik terbesar yang ditandai dengan terbentuknya zona hambat 17 mm. Uji penempelan bakteri untuk membuktikan bahwa isolat mampu menempel pada usus ikan. Uji patogenesitas pada isolat yang didapatkan guna membuktikan bahwa isolat tidak bersifat patogen terhadap inang. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa isolat yang didapatkan dari rumen sapi termasuk bakteri selulolitik dan amilolitik yang telah memenuhi syarat sebagai kandidat probiotik pada ikan.Cellulolytic and amylolytic bacteria can transform cellulose and starch into glucose and produce the cellulase and amylase enzymes. These types of bacteria can be found in and isolated from cow’s rumen. Thus, the purpose of this study was to obtain potential cellulolytic and amylolytic bacteria from cow’s rumen with a high cellulolytic and amylolytic index value and can be qualified as probiotics. The screening of bacteria in the cow’s rumen produces six isolates i.e. AR, BR, CR, DR, ER, and FR. The parameters observed were: the cellulolytic activity in carboxymethyl cellulose (CMC) substrate, amylolytic activity on starch substrates, resistance test to acidic conditions (pH 3), bacterial growth for 30 hours, antagonistic to pathogenicity test to bacteria Aeromonas hydrophila, bacterial attachment test, and bacterial pathogenicity test in fish. The results showed that the largest cellulolytic and amylolytic activities were observed in AR isolates with a value of 2.67 ± 0.35 cm) and 4 ± 0.60 cm, respectively. Only four isolates (AR, BR, ER, and FR) were used in further tests. The four isolates were able to survive in the acidic conditions of pH 3 for 8 hours with the largest (OD) value was achieved by ER isolates (1,137). The growth of each isolate was different. The antagonistic test showed that the three isolates could inhibit the growth of A. hydrophila. FR isolates had the greatest antagonistic values characterized by the formation of an inhibition zone of 17 mm. Bacteria attachment test proved that the isolates were able to stick in the fish gut. The pathogenicity tests also proved that the isolates were not pathogenic to the host. 
RESPONS KEKEBALAN BAWAAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) YANG DIBERI PAKAN DENGAN SUPLEMENTASI DAUN ALPUKAT (Parsea americana Mill) Hastuti, Sri Dwi; Zubaidah, Anis; Fatimah, Siti
Jurnal Riset Akuakultur Vol 19, No 1 (2024): (Maret 2024)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jra.19.1.2024.15-29

Abstract

Penyakit pada budidaya ikan nila merupakan permasalahan utama yang dapat menurunkan produksi dan menyebabkan kerugian. Selama ini upaya pengobatan dan pencegahan penyakit dilakukan dengan menggunakan antibiotik dan bahan kimia yang tidak ramah lingkungan, sehingga dapat meninggalkan residu pada daging ikan dan mencemari perairan. Oleh karena itu perlu alternatif penanggulangan penyakit dengan pemanfaatan bahan alami seperti daun alpukat yang mengandung senyawa saponin, tanin, flavonoid, alkaloid, dan fenol yang dapat berfungsi sebagai imunostimulan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi respons kekebalan nonspesifik ikan nila yang diberi pakan dengan suplementasi daun alpukat. Metode yang digunakan adalah eksperimen dengan rancangan acak lengkap menggunakan empat perlakuan dan tiga ulangan. Dosis perlakuan yang digunakan adalah: perlakuan P1 (suplementasi daun alpukat 0,25%); perlakuan P2 (suplementasi daun alpukat 0,5%); perlakuan P3 (suplementasi daun alpukat 0,75%); dan perlakuan P0 (kontrol tanpa suplementasi daun alpukat). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan nila yang diberi pakan mengandung daun alpukat menunjukkan level hematokrit, leukokrit, dan aktivitas fagositosis yang berbeda nyata (P<0,05) dengan ikan yang diberi pakan kontrol. Hematokrit tertinggi diperoleh pada dosis  0,5%;  sedangkan leukokrit tertinggi diperoleh pada dosis 0,75% dan aktivitas fagositosis terbaik diperoleh pada dosis 0,75% dengan nilai sebesar 33,69, 2,44, dan 72% secara berturut-turut. Suplementasi daun alpukat pada pakan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan nila. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa daun alpukat memiliki potensi dalam meningkatkan sistem kekebalan bawaan ikan nila, khususnya pada hematokrit dan leukokrit serta aktivitas fagositosisnya.Disease in tilapia farming is a major problem that can reduce production and inflict irrevocable economic losses. Conventionally, efforts to treat and prevent diseases are carried out using antibiotics and chemicals that are not environmentally friendly, leaving residues on the fish flesh and polluting the aquatic environment. Therefore, alternative disease preventions and cures are increasingly researched, focusing on natural ingredients such as avocado leaves, which contain saponins, tannins, flavonoids, alkaloids, and phenols that can function as immunostimulants. This study aimed to evaluate the nonspecific immune response of tilapia fed with feed supplemented with avocado leaves. The study used experimental units consisting of four treatments and three replications arranged in a completely randomized design. The treatment doses were: treatment P1 (0.25% avocado leaves supplementation); treatment P2 (0.5% avocado leaves supplementation); treatment P3 (0.75% avocado leaves supplementation); and treatment P0 (control without avocado leaves supplementation). The results showed that tilapia fed with feed containing avocado leaves showed levels of hematocrit, leukocrit, and phagocytic activity that were significantly different (P<0.05) from the fish fed with the control feed. The highest hematocrit was obtained at the dose of 0.5%; while the highest leukocrit was obtained at the dose of 0.75% and the best phagocytic activity was obtained at the dose of 0.75% with values of 33.69, 2.44, and 72%, respectively. Supplementation of avocado leaves in feed did not have a significant effect on the growth and survival of tilapia. Based on the results, This study concludes that avocado leaves have the potential to improve the innate immune system of tilapia, especially in hematocrit and leukocrit as well as phagocytic activity.
EFEKTIVITAS PEMBERIAN PROBIOTIK YANG BERBEDA TERHADAP RESPON IMUN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus) PADA BUDIDAYA SISTEM INTENSIF Seviana, Niken Laili; Zubaidah, Anis; Hastuti, Sri Dwi
Jurnal Riset Akuakultur Vol 17, No 3 (2022): (September) 2022
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jra.17.3.2022.191-203

Abstract

Lele sangkuriang (Clarias gariepinus) adalah spesies budidaya yang digemari masyarakat Indonesia dan memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Budidaya ikan lele secara intensif yang saat ini banyak dikembangkan memiliki faktor resiko munculnya penyakit. Penyakit ini dapat menghambat keberhasilan budidaya lele, salah satu penyakitnya yaitu disebabkan oleh bakteri. Penyakit bakteri pada kegiatan budidaya ikan sudah menjadi masalah yang sering dihadapi pembudidaya. Salah satu jenis bakteri yang menyebabkan penyakit pada ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) adalah bakteri Aeromonas hydrophilla. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pemberian probiotik yang berbeda terhadap respon imun ikan lele sangkuriang pada budidaya sistem intensif. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Perikanan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang selama 40 hari.  Ikan lele sangkuriang diberikan perlakuan perbedaan probiotik yang dicampur pada pakan untuk memaksimalkan efektivitas terhadap imunitas ikan lele sangkuriang. Metode yang digunakan adalah rancangnan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 kali ulangan. Perlakuan P1 (kontrol) tanpa menggunakan probiotik, perlakuan P2 menggunakan probiotik dengan merk EM4, perlakuan P3 dengan merk probiotik Raja Lele dan perlakuan P4 dengan merk probiotik Minaraya. Parameter yang diamati antara lain survival rate, total eritrosit, total leukosit, hematokrit, aktifitas fagositosis dan kualitas air yaitu suhu, pH dan DO. Hasil data dianalisis ANOVA menggunakan software Excel, didapatkan hasil berbeda nyata. Hasil tertinggi pada setiap parameter antara lain, parameter SR perlakuan P3 dengan nilai 85,73±0,36%, total eritrosit perlakuan P3 dengan nilai 273 104 sel/mm3, total leukosit perlakuan P3 110,16  103 sel/mm3, hematokrit perlakuan P3 dengan nilai 29,9±0,91%, AF perlakuan P3 dengan nilai 66±1,63%. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa probiotik yang memberikan respon imun terbaik adalah pada perlakuan P3 (Raja Lele).
EFIKASI VAKSIN Aeromonas hydrophila TERHADAP IMUNITAS IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus) DENGAN METODE INFILTRASI HIPEROSMOTIK Zubaidah, Anis; Sari, Yussandra Khartika; Hastuti, Sri Dwi; Handajani, Hany
Jurnal Riset Akuakultur Vol 19, No 1 (2024): (Maret 2024)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jra.19.1.2024.31-44

Abstract

Kendala yang sering dialami pembudidaya ikan lele salah satunya yaitu serangan motile Aeromonas septicemia (MAS). Vaksinasi melalui perendaman merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan sistem imun pada tubuh ikan lele, namun kurang memberikan hasil yang optimal sehingga perlu adanya penambahan metode infiltrasi hiperosmotik untuk memaksimalkan penyerapan vaksin. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kisaran salinitas yang baik dalam memaksimalkan penyerapan vaksin Aeromonas hydrophila pada ikan lele. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental rancangan acak lengkap dengan lima taraf perlakuan dan tiga kali ulangan, antara lain kontrol negatif (Kn), kontrol positif (Kp), perendaman salinitas 3 ppt (P1), perendaman salinitas 6 ppt (P2), dan perendaman salinitas 9 ppt (P3) pada ikan lele berukuran 12-15 cm. Parameter yang diamati antara lain titer antibodi, relative percent survival, survival rate (SR), total eritrosit, total leukosit, kualitas air, dan gejala klinis. Hasil penelitian menunjukkan nilai tertinggi yaitu pada P2 (6 ppt) dengan nilai titer antibodi sebesar 8,0 ± 0,0, relative percent survival 100%, survival rate 100%, dan total eritrosit 2,80 x 106 sel mm-3, namun total leukosit pada P2 (6 ppt) menunjukkan nilai terendah karena leukosit melawan serangan patogen sehingga jumlah sel menurun. Disimpulkan bahwa perendaman dalam salinitas 6 ppt merupakan salinitas terbaik pada ikan lele dan berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan lainnya karena proses penyerapan vaksin terjadi secara maksimal sehingga dapat meningkatkan sistem imun ikan lele.One of the obstacles often experienced by catfish farmers is attacks by the motile Aeromonas septicemia (MAS). Vaccination through immersion is an effective way to improve the immune system in the body of catfish, but it does not provide optimal results so it is necessary to add a hyperosmotic infiltration method to maximize vaccine absorption. This study aimed to determine an optimum salinity range to maximize the absorption of the Aeromonas hydrophila vaccine in catfish. This study used a completely randomized design experimental method with five treatment levels and three replications, including negative control (Kn), positive control (Kp), 3 ppt salinity immersion (P1), 6 ppt salinity immersion (P2), and 9 ppt salinity immersion (P3) in catfish sizing 12-15 cm. The parameters observed included antibody titer, relative percent survival, survival rate (SR), total erythrocytes, total leukocytes, water quality, and clinical symptoms. The results of the study showed that the highest value was at P2 (6 ppt) with an antibody titer value of 8.0 ± 0.0, relative percent survival 100%, survival rate 100%, and total erythrocytes 2.80 x 106 cells mm-3, while total leukocytes in P2 (6 ppt) showed the lowest value because leukocytes fought against pathogen attacks so that the number of cells decreased. It was concluded that immersion in 6 ppt salinity was the best salinity for catfish and was significantly different (P<0.05) from other treatments because the vaccine absorption process occurred optimally so that it could improve the catfish's immune system.