Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Postoperative antibiotic therapy patterns in Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) patients Aghnia Fuadatul Inayah; Rizki Lisya Nugraha; Didik Hasmono
Farmasains : Jurnal Farmasi dan Ilmu Kesehatan Vol. 5 No. 2 (2020)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22219/farmasains.v5i2.13942

Abstract

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) is an enlarged prostate disease benign or a condition when the cells are present the prostate gland has an increased proliferation rate. There are several treatment options, including conservative (watchful waiting), medical, and surgery. Antibiotics in BPH cases can be prophylactic antibiotics or empiric antibiotics. This study was  an observational study. The samples were BPH patients who received antibiotics for period January - November 2019. The pattern of prophylactic antibiotic use shows that most of the patients received ceftriaxone therapy. Operation on BPH patients is TURP which is an operation classified into surgery with a clean-contaminated category so that prophylactic antibiotics are required. There are two patterns of use for empiric antibiotics in BPH patients: single (88%) and combination (12%). The pattern of single or combined use is given to patients depending on the complications of the disease and the patient's clinical condition. BPH cases occur in men mostly occurs at the age of 60-74 years. Prophylactic antibiotic therapy in BPH patients, namely ceftriaxone 1 gr IV once daily was 48 patients (90.6%), a broad spectrum. Meanwhile, the most use of empirical antibiotics with a single pattern is Ceftriaxone 1 gr IV twice daily (35.6%).
Pemberdayaan Masyarakat dalam Mencegah Komplikasi Hipertensi dengan Metode DAGUSIBU Obat-Obat Antihipertensi Lilik Yusetyani; Aghnia Fuadatul Inayah; Elva Asmiati
JPPM (Jurnal Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat) VOL. 5 NOMOR 1 MARET 2021 JPPM (Jurnal Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat)
Publisher : Lembaga Publikasi Ilmiah dan Penerbitan (LPIP)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (386.588 KB) | DOI: 10.30595/jppm.v5i1.9515

Abstract

Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular seperti stroke, transient ischemic attack, penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi disertai dengan komplikasi dengan penyakit penyerta tertentu maka akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut. Kegiatan pengabdian masyarakat ini bertujuan memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat tentang DAGUSIBU dengan harapan dapat mencegah atau menghambat terjadinya komplikasi kardiovaskuler. Pentingnya pemberian informasi dan edukasi tentang penggunaan obat yang benar mempengaruhi tingkat tercapainya tujuan pengobatan. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien minum obat.  Partisipan pada kegiatan ini adalah seluruh lansia di Posyandu Kelurahan Bandungrejosari Kecamatan Sukun Kota Malang. Metode pendidikan masyarakat mengenai pentingnya kepatuhan minum obat antihipertensi ini diharapkan memberikan manfaat yang cukup efektif. Kartu DAGUSIBU obat ini akan digunakan sebagai media memantau tingkat kepatuhan minum obat antihipertensi. Peserta posyandu yang hadir kegiatan ini terdapat sebanyak  75% yang memiliki tekanan darah tinggi, hanya sekitar 38% yang minum obat antihipertensi. Para peserta posyandu meneriman kartu DAGUSIBU dan dimonitoring kepatuhan minum obat setelah satu bulan. Hal ini terlihat dari jumlah pasien posyandu yang patuh minum obat sebesar 60%. Hasil dari metode ini dapat dikatakan cukup efektif untuk memotivasi masyarakat  dalam menggunakan obat-obat antihipertensi secara tertib agar tidak jatuh pada komplikasi kardiovaskuler yang membahayakan.
PEMANFAATAN TEMULAWAK DAN KUNYIT SEBAGAI UPAYA MENJAGA KESEHATAN DI MASA PANDEMI COVID-19 Aghnia Fuadatul Inayah; Lilik Yusetyani
Martabe : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 4, No 3 (2021): Martabe : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31604/jpm.v4i3.910-917

Abstract

Penyebaran COVID-19 di Indonesia telah menembus angka yang sangat tinggi. Penyebaran virus ini dapat terjadi melalui kontak langsung (direct) dengan orang yang terinfeksi dan kontak tidak langsung (indirect) dengan permukaan atau benda yang digunakan oleh orang yang terinfeksi.Saat ini, tidak ada pengobatan khusus untuk COVID-19. Masyarakat dan peneliti komunitas berusaha mencari cara terbaik untuk menyembuhkan atau mencegah penyakit ini. Kementerian Kesehatan juga memberi himbauan kepada masyarakat untuk menggunakan obat herbal, obat herbal terstandar dan obat tradisional berbentuk tumbuhan sebagai upaya pencegahan. Beberapa tanaman obat digunakan sebagai agen antibakteri karena kandungan senyawa aktif yang dapat mencegah pertumbuhan mikroba. Tanaman ini terdiri dari beberapa spesies termasuk C. Xanthorhizza (Temulawak)danC. domestica (kunyit). Kelompok warga RT 01 RW 10 di Kelurahan Bandungrejosari Kecamatan Sukun Kota Malang merupakan warga dengan rentang usia mulai dari 30 tahun hingga lebih dari 70 tahun. Data yang tercatat sebagian besar penduduk memiliki riwayat penyakit hipertensi.Dari sekian banyak tanaman lokal di Indonesia yaitu temulawak dan kunyit cukup baik dan mudah didapatkan serta diolah untuk pencegahan sekaligus pengobatan COVID-19. Pemberian edukasi pemanfaatan temulawak dan kunyit ini memberikan pengetahuan bagi masyarakat sertawarga yang berusia lanjut memahami pentingnya mengontrol kondisi kesehatan sekaligus menjaga imunitas tubuh.
Studi Penggunaan Obat-Obat Antihipertensi Pada Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) Aghnia Fuadatul Inayah; Lilik Yusetyani; Muktamiroh Muktamiroh; Brilian Yustika Deti
Pharmauho: Jurnal Farmasi, Sains, dan Kesehatan Vol 8, No 1 (2022): Pharmauho
Publisher : Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/pharmauho.v8i1.16063

Abstract

Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan kasus global yang meningkat setiap tahunnya. Komplikasi yang dapat terjadi dari CKD adalah penyakit kardiovaskular dan stroke, anemia, ganguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Hipertensi umumnya berkembang bersamaan dengan progresifitas penyakit ginjal, sebagai contoh pasien penyakit ginjal mengalami hipertensi sebesar 40% untuk stadium 1, 55% untuk stadium 2 dan 75% untuk stadium 3. Progresifitas CKD menjadi stadium 5 meningkat sebesar 5,6% untuk pasien dengan hipertensi, dan hal ini bisa mengakibatkan terjadinya penurunan fungsi filtrasi dari ginjal. Golongan obat antihipertensi tersebut meliputi : golongan CCB, ARB, ACEI, alfa bloker, beta bloker, dan diuretik (Zadeh, K.K., 2011). Pemberian obat antihipertensi baik secara tunggal maupun kombinasi diharapkan akan dapat memperbaiki nilai GFR dan memperbaiki fungsi ginjal. Penelitian observasional ini dengan pengambilan data secara retrospektif. Kriteria inklusi penelitian ini adalah semua pasien CKD yang menerima terapi antihipertensi dengan data rekam medik yang lengkap. Hasil pengolahan data diperoleh jumlah pasien perempuan jauh lebih banyak dibanding laki-laki. Rentang usia yang paling banyak terdata adalah 51-60 tahun (34%) yang menunjukkan usia lanjut lebih rentan terjadi komplikasi penyakit. Faktor resiko berupa hipertensi (63%) merupakan penyakit terbanyak pada pasien CKD. Hal ini menunjukkan gangguan vaskular memengatuhi penurunan nilai GFR pada pasien. Pemberian terapi antihipertensi yang digunakan yaitu CCB, ARB, dan ACEI dengan golongan CCB yang tercatat paling banyak digunakan. Golongan antihipertensi CCB yang paling banyak digunakan secara tunggal yaitu Amlodipin 1x10mg PO cukup sesuai pada pasien CKD. Pola kombinasi paling banyak yaitu Amlodipin (1x10mg) PO + Furosemid (1x40mg) IV sementara diuretik dianggap kurang efektif pada pasien CKD.
Drug Review : Oksitosin dan Misoprostol Pada Postpartum Hemorrhage (PPH) Aghnia Fuadatul Inayah; Yulistiani Yulistiani; Ayu Ratnasari; Rahmadhani Tyas Angganawati; Agus Sulistyono
Farmasains : Jurnal Ilmiah Ilmu Kefarmasian Vol. 9 No. 1 (2022)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22236/farmasains.v9i1.5350

Abstract

Postpartum Hemorrhage (PPH) merupakan penyebab yang sangat penting dari mortalitas dan morbiditas ibu di seluruh dunia. Seluruh pedoman merekomendasikan oksitosin intramuskular sebagai pengobatan uterotonik lini pertama untuk semua perempuan yang melahirkan pada persalinan trimester ketiga. Pengobatan ini untuk pencegahan PPH karena kemanjuran dan keamanannya, sementara misoprostol digunakan sebagai alternatif dalam kondisi di mana oksitosin tidak tersedia atau di daerah di mana pasien tidak memiliki akses ke perawatan yang terampil. Tujuan penelitian ini untuk membandingkan penggunaan oksitosin dan misoprostol berdasarkan dosis, dan aspek farmasi yang berupa bentuk sediaan, pemberian, stabilitas/penyimpanan dan efek samping umum yang terjadi pada pasien PPH. Studi ini merupakan narrative review yang dilakukan penelusuran pustaka melalui Google Scholar, Pubmed dan Science Direct. Hasil review menunjukkan profilaksis oksitosin mengurangi kehilangan darah dan kejadian PPH tanpa hasil yang merugikan. Penggunaan oksitosin dengan Uniject juga memberikan keuntungan pada penghematan biaya. Akan tetapi, penggunaan oksitosin harus diberikan oleh tenaga profesional. Pengunaan misoprostol adalah alternatif yang efektif untuk pengobatan PPH primer. Namun, penggunaan misoprostol dikaitkan dengan beberapa efek samping sehingga diberikan apabila ketersediaan oksitosin terbatas. Dengan demikian, dapat disimpulkan pemberian oksitosin lebih diutamakan untuk PPH karena dari efek samping lebih minimal dibandingkan misoprostol.
PENDAMPINGAN SISWA SMK DALAM UPAYA MENCEGAH DRUG ABUSE Aghnia Fuadatul Inayah; Firasti Agung Nugrahening Sumadi
Martabe : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 6, No 1 (2023): Martabe : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31604/jpm.v6i1.249-255

Abstract

Kejadian drug abuse pada usia remaja banyak terjadi di Malang bahkan dunia. Pengetahuan sangat berpengaruh terhadap perilaku. Pengetahuan menjadi domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pendampingan pengabdian dilakukan di SMKN 11 Malang. Kegiatan ini diikuti oleh 61 peserta siswa SMK dari 2 kelas yang berbeda. Metode yang digunakan yaitu DAGUSIBU obat dan media permainan ular tangga. Usia peserta direntang usia 16-18 tahun yang merupakan usia anak sekolah menengah atas. Usia menjadi salah satu faktor peningkatan pada beberapa kasus drug abuse karena pergaulan dengan teman sebaya. Peserta pendampingan paling banyak melakukan swamedikasi menggunakan golongan obat bebas terbatas (45%). Obat yang paling banyak digunakan dari golongan tersebut adalah obat batuk flu. Satu kelas dibagi menjadi 3 kelompok untuk mempraktikan cara menggolongkan obat, mengecek tanggal kadaluarsa, kondisi sediaan, cara menyimpan dan membuang obat. Kegiatan pendampingan dilanjutkan dengan menggunakan media permainan ular tangga dengan mengajukan pertanyaan terkait DAGUSIBU obat. Kegiatan dievaluasi dengan mengerjakaan pertanyaan pretest dan postest. Hasil peserta menunjukkan ada peningkatan rata-rata nilai postest dari nilai pretest. Dengan demikian, metode dan media yang digunakan dalam pendampingan ini cukup efektif meningkatkan pemahaman para peserta. 
Drug Review : Oksitosin dan Misoprostol Pada Postpartum Hemorrhage (PPH) Aghnia Fuadatul Inayah; Yulistiani Yulistiani; Ayu Ratnasari; Rahmadhani Tyas Angganawati; Agus Sulistyono
Farmasains : Jurnal Ilmiah Ilmu Kefarmasian Vol. 9 No. 1 (2022)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22236/farmasains.v9i1.5350

Abstract

Postpartum Hemorrhage (PPH) merupakan penyebab yang sangat penting dari mortalitas dan morbiditas ibu di seluruh dunia. Seluruh pedoman merekomendasikan oksitosin intramuskular sebagai pengobatan uterotonik lini pertama untuk semua perempuan yang melahirkan pada persalinan trimester ketiga. Tujuan penelitian ini untuk membandingkan penggunaan oksitosin dan misoprostol berdasarkan dosis, dan aspek farmasi yang berupa bentuk sediaan, pemberian, stabilitas/penyimpanan dan efek samping umum yang terjadi pada pasien PPH. Studi ini merupakan narrative review yang dilakukan penelusuran pustaka melalui Google Scholar, Pubmed dan Science Direct. Dari hasil pencarian, diperoleh sebanyak 5855 jurnal dan terpilih 40 jurnal yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi yaitu memenuhi kaidah introduction, method results and discussion dan terbit selama 10 tahun terakhir. Jurnal yang tidak dapat diakses secara lengkap dieksklusi dan diperoleh sebanyak 23 jurnal. Hasil review menunjukkan profilaksis oksitosin mengurangi kehilangan darah dan kejadian PPH tanpa hasil yang merugikan. Penggunaan oksitosin dengan Uniject juga memberikan keuntungan pada penghematan biaya. Akan tetapi, penggunaan oksitosin harus diberikan oleh tenaga profesional. Dengan demikian, dapat disimpulkan pemberian oksitosin lebih diutamakan untuk PPH karena dari efek samping lebih minimal dibandingkan misoprostol.
Studi Penggunaan Asam Traneksamat pada Pasien BPH dengan Operasi Transurethral Resection of The Prostate Irsan Fahmi Almuhtarihan; Aghnia Fuadatul Inayah; Didik Hasmono; Hendra Yadi
Jurnal Ilmiah Farmasi Farmasyifa Vol 6, No 2 (2023)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jiff.v6i2.10547

Abstract

Latar Belakang: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) merupakan kondisi ketika sel-sel prostat mengalami peningkatan pertumbuhan akibat sel stroma dan epitel yang terus mengalami proliferasi. BPH sering dialami oleh laki-laki usia >50 tahun dan biasanya disertai dengan gejala lower urinary tract symptoms (LUTS). Manajemen terapi pada BPH meliputi watchful waiting, terapi farmakologi dan tindakan pembedahan. Tindakan pembedahan termasuk penyelesaian gejala jangka panjang paling baik pada BPH. Transurethral Resection of The Prostate (TURP) adalah tindakan paling umum dilakukan dengan komplikasi utama adalah perdarahan. Asam traneksamat termasuk antifibrinolitik dan merupakan inhibitor kuat terhadap plasminogen dan urokinase. Obat ini bekerja dengan menghambat interaksi plasminogen dengan fibrin sehingga dapat mencegah fibrinolisis.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola penggunaan asam traneksamat pada pasien Benign Prostatic Hyperplasia di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kediri.Metode: Penelitian dilakukan secara observasional dengan metode retrospektif pada pasien Benign Prostatic Hyperplasia di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kediri periode Januari 2019 - November 2019.Hasil dan Kesimpulan: Pola penggunaan asam traneksamat hanya digunakan tunggal pada 40 pasien (100%) dengan regimentasi dosis paling banyak digunakan adalah (3x500mg) IV sebanyak 24 pasien (60%) dan lama terapi paling banyak diberikan sekitar 2-8 hari sebanyak 39 pasien (98%).
PROFIL TERAPI IMUNOSUPRESAN PADA PASIEN ANAK DENGAN LUPUS NEFRITIS Aghnia Fuadatul Inayah; Lilik Yusetyani; Putra Adi Purnama; Nabilah Utari
MOTORIK Jurnal Ilmu Kesehatan Vol 17 No 1 (2022): MOTORIK
Publisher : Universitas Muhammadiyah Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61902/motorik.v17i1.360

Abstract

Lupus nefritis merupakan komplikasi serius dari systemic lupus erythematosus (SLE) dan menyerang organ ginjal. Lupus nefritis adalah penyakit autoimun yang awalnya dimediasi oleh autoantibodi kemudian membentuk ikatan antara kompleks imun dengan jaringan sehingga menyebabkan organ dan sel mengalami kerusakan. Lupus nefritis ditandai dengan munculnya proteinuria yang persisten. Sebanyak 37-82% pada anak-anak dengan SLE berkembang menjadi lupus nefritis. Target terapi pasien SLE adalah mencegah terjadinya kekambuhan dan kerusakan organ serta meminimalisir efek samping obat. Mencegah kekambuhan pada pasien SLE perlu diberikan obat-obat imunosipresif yang menekan disregulasi sistem imun. Pemberian terapi imunosupresan berupa steroid, MMF dan klorokuin terbukti aman. Pemberian metilprednisolon dengan dosis sangat tinggi hingga 1000 mg sehari secara intravena bertujuan untuk menekan aktivitas sel imun. Tidak hanya itu, pemberian terapi imunosupresan secara kombinasi memberikan mempercepat proses remisi, seperti dengan pemberian MMF dan klorokuin yang sudah terbukti aman. MMF dengan dosis hingga 1g/hari memberikan efektivitas yang baik. Sementara klorokuin, telah disetujui FDA sebagai terapi lupus nefritis yang sebelumnya sering digunakan sebagai antimalaria. Klorokuin dilaporkan dapat mencegah kerusakan ginjal dengan menekan kerja dari sel-sel imun.