Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Penyelesaian sengketa Kepailitan Menurut Hukum Perbankan Syariah Erna Widjajati
AHKAM : Jurnal Ilmu Syariah Vol 15, No 1 (2015)
Publisher : Universitas Islam Negeri Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/ajis.v15i1.2855

Abstract

Based UUPA No: 3 of 2006 related to its jurisdiction to examine cases of economic disputes sharia and based PERMA No.2 Year 2008 concerning Law Compilation of Islamic Economics was decided by the Supreme Court refers to the Law No: 27 of 2004 pointed to the Commercial Court. Though Religious of Court that have the authority dispute bankruptcy contains elements of Islamic economics, including Islamic banking. In Bankruptcy Decision No: 7/Pailit / 2011/PU. Commerce JKT PST strengthened MARI Decision No: 346 F/PDT.SUS/2011 did not consider the existence of PERMA No: 2 of 2008 on the specified Economics Law Compilation Supreme Court.DOI: 10.15408/ajis.v15i1.2855
Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas Yang Dinyatakan Pailit Erna Widjajati
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 3 No 1 (2017): Juni
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (626.777 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v3i1.654

Abstract

Tanggung jawab Direksi Perseroan yang perusahaannya mengalami kepailitan pada prinsipnya sama dengan tanggung jawab Direksi yang perusahaannya tidak sedang mengalami kepailitan. Pada prinsipnya Direksi tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap perbuatan yang dilakukan untuk dan atas nama Perseroan berdasarkan wewenang yang dimilikinya. Akan tetapi, dalam beberapa hal Direksi dapat pula dimintai pertanggungjawabannya secara pribadi dalam hal kepailitan Perseroan. Berdasarkan Pasal 104 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, seorang anggota Direksi dapat dimintai pertanggungjawaban hukum ketika Perseroan Pailit sebagai akibat kesalahan atau kelalaiannya dalam mengurus Perseroan. Berdasarkan Pasal 104 ayat (2) UUPT, bahwa UUPT membuat beberapa pengecualian terhadap tanggung jawab anggota Direksi dalam hal Perseroan dinyatakan pailit, yaitu: Ada unsur kesalahan atau kelalaian yang dilakukan Direksi dalam mengurus dan mewakili Perseroan. Artinya, tanggung jawab secara pribadi anggota Direksi akan terkait dengan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh anggota Direksi dalam mengurus dan mewakili Perseroan. Kedudukan Perseroan yang dinyatakan Pailit tidak secara otomatis berhenti dan bubar, melainkan masih eksis sebagai Badan Hukum Perseroan tersebut karena masih ada proses dan tahapan-tahapan tertentu dari sejak dinyatakan Pailit sampai dengan selesainya pemberesan harta Pailit dari perseroan itu. Dasarnya organ-organ Perseroan tetap berfungsi dengan UUPT dan Anggaran Dasarnya. Seperti apabila dalam Anggaran Dasar Perseroan Pailit terdapat ketentuan yang mempersyaratkan persetujuan RUPS untuk pengalihan saham dalam Perseroan, maka RUPS tetap berwenang dalam memberikan Persetujuan tersebut.
Ganti Rugi Perbuatan Melawan Hukum dalam Gugatan Perwakilan Kelompok di Indonesia Erna Widjajati
Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM Vol. 18 No. 1 (2011)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/iustum.vol18.iss1.art6

Abstract

The problem reviewed in the research was the procedure of compensation on tort in representation claim. This research was juridical normative research. The legal material used in this research was primary legal material in the form of legislation and court decisions, and secondary legal material. The legal material was analyzed qualitatively. This research concluded that if the compensation claim was granted, the judge had decided the amount of compensation in detail, group determination, the mechanism of compensation distribution and steps must be taken by the group representative as well as the obligation to conduct the notification.Key words : Group representation claim, compensation, tort
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DESAIN INDUSTRI Annisyah Aulya Zahrah; Erna Widjajati; Murendah Tjahyani
Krisna Law Vol 1 No 3 (2019): Krisna Law, Oktober 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (232.869 KB)

Abstract

Untuk desain industri yang dapat dilindungi hendaknya desain industri tersebut memenuhi beberapa kriteria. Kriteria yang dimaksudkan meliputi pada: Pertama, desain industri tersebut baru. Artinya, tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya; Kedua, Tidak bertentangan dengan moralitas/kesusilaan; Ketiga, merupakan satu desain industri/beberapa desain industri yang merupakan satu kesatuan desain industri yang memiliki kelas yang sama dan; Keempat, desain industri yang didaftarkan tidak ditarik kembali permohonannya. Dalam penyelesaian sengketa desain industri jika terjadi pelanggaran dapat di selesaikan melalui jalur Alternative Dispute Resolution (ADR) yang meliputi negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. Jika belum selesai melalui jalur ADR maka bisa menggunakan jalur litigasi. Adapun penyelesaian sengketa secara pidana yang diatur pada Pasal 53 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000. Kata Kunci: desain industri, penyelesaian sengketa.
Upaya Hukum Bagi Kreditor Apabila Debitor Pailit Tidak Mengakui Atau Menolak Tagihan Utangnya Prio Wijayanto; Erna Widjajati; Yessy Kusumadewi
Krisna Law Vol 2 No 2 (2020): Krisna Law, Juni 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (285.024 KB)

Abstract

Kewenangan yang diberikan kepada kurator oleh undang-undang kepailitan dan PKPU dalam suatu rapat verifikasi atau rapat pencocokan tagihan para kreditor sangatlah besar dalam rapat tersebut debitor pailit tidak mengakui atau menolak tagihan utangnya dengan alasan tagihan tersebut bukan merupakan suatu tagihan yang sah yang dapat diajukan. Dalam Pasal 132 ayat (1) UUKPKPU menyebutkan bahwa “Debitor Pailit berhak membantah atas diterimanya suatu piutang baik seluruhnya maupun sebagian atau membantah adanya peringkat piutang dengan mengemukakan alasan secara sederhana.” Pasal 127 ayat (1) menyebutkan bahwa “Dalam hal ada bantahan sedangkan hakim pengawas tidak dapat mendamaikan kedua belah pihak, sekalipun perselisihan tersebut telah diajukan ke pengadilan, hakim pengawas memerintahkan kepada kedua belah pihak untuk menyelesaikan perselisihan tersebut di pengadilan.” Dalam hal ini kreditor PT. UJKP (dalam pailit) mengajukan upaya hukum renvoi prosedur ke pengadilan terhadap kurator PT. UJKP untuk menyatakan tagihannya, sehingga putusan pengadilan menjadi dasar untuk menentukan jumlah tagihan piutang kreditor.
IMPLEMENTASI HUKUM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 18/PUU-XVII/2019 TERHADAP PROSES EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA Vinsensius Maku; AM Tri Anggraini; Erna Widjajati
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 2 (2020): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/hermeneutika.v4i2.4273

Abstract

Kegiatan pinjam meminjam yang terus berkembang di masyarakat memerlukan pengaturan yang jelas dan pasti terutama berkaitan dengan pengembalian dana pinjaman. Salah satu lembaga pemberi pinjaman (Kreditor) adalah lembaga pembiayaan atau leasing. Lembaga Pembiayaan atau leasing mempunyai peran yang sangat penting dalam menggerakan roda perekonomian masyarakat yaitu dengan memberikan fasilitas kredit kepada masyarakat yang ingin memiliki kendaraan baik roda dua maupun roda empat. Penelitian ini melihat Implementasi Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 Terhadap Proses Eksekusi Jaminan Fidusia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif (Studi Kasus). Hasil penelitian menyatakan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 18/PUU-XVII/2019 diharapkan dapat menjadi solusi upaya untuk memenuhi rasa keadilan guna mencapai suatu kondisi yang menempatkan kreditur dan debitur dalam posisi yang seimbang.