Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

KEKUATAN HUKUM AKTA NOTARIS PADA TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MANUSIA Ahmad Suryanegara Yasin; Sabir Alwy; Haeranah Haeranah
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 8, No 5 (2021): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (235.749 KB) | DOI: 10.31604/justitia.v8i5.1361-1374

Abstract

Penelitian ini mengkaji tentang bagaimana kekuatan hukum akta notaris pada transplantasi organ tubuh manusia. Tipe Penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian hukum normatif (normative legal research) penelitian untuk menguji suatu norma atau ketentuan yang berlaku. Juga dapat dikatakan sebagai penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Penelitian hukum doktrinal. Metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan konseptual.Berdasarkan apa yang telah dijabarkan pada bab-bab sebeumnya, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut Akta transplantasi organ tubuh manusia harus di buat dengan akta autentik sebab bentuknya ditentukan oleh Undang-Undang/Peraturan Perundang-Undangan (wettelijke vorm) dan dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum (openbaar ambtenaar) yang berwenang yaitu Notaris. Akta notaris merupakan alat bukti yang sempurna dan mengikat yang berarti kebenaran dari hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut harus diakui oleh hakim, akta notaris dianggap sebagai benar selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya. fungsi akta yang paling penting di dalam hukum adalah akta sebagai alat pembuktian, maka daya pembuktian atau kekuatan pembuktian akta dapat dibedakan ke dalam tiga macam yaitu Kekuatan Pembuktian Lahir, Kekuatan Pembuktian Formal, Kekuatan Pembuktian Materil. Minuta merupakan asli dari akta notaris. Ciri khususnya terdapat tanda tangan para penghadap, saksi, dan notaris, termasuk juga renvoi jika ada. Minuta akta ini tidak dibawa/diambil oleh penghadap akan tetapi tinggal di kantor notaris. Sedangkan yang dibawa oleh penghadap adalah salinan akta yang sama bunyinya dengan minuta akta. Hanya saja di dalam salinan akta tidak terdapat tanda tangan para penghadap dan juga saksi, di dalam salinan akta hanya ada tanda tangan notaris bermeterai temple, jadi pihak Rumah Sakit tidak seharusnya menolak salinan akta transplantasi organ tubuh yang dibuat oleh notaris.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENYEWA OBJEK HARTA BERSAMA SEBELUM ADANYA PENETAPAN PENGADILAN Rezki Indriany Irawan; Sabir Alwy; Marwah Marwah
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 9, No 1 (2022): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (225.034 KB) | DOI: 10.31604/justitia.v9i1.548-562

Abstract

Penelitian ini mengkaji tentang Bagaimana Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap penyewa objek berupa harta bersama sebelum adanya penetapan pengadilan mengenai pembagian harta bersama. Tipe Penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian hukum normatif (normative legal research) penelitian untuk menguji suatu norma atau ketentuan yang berlaku. Juga dapat dikatakan sebagai penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Penelitian hukum doktrinal. Metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan konseptual.Berdasarkan apa yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut Perlindungan hukum terhadap penyewa objek berupa harta bersama sebelum adanya putusan pengadilan hanya dapat diberikan kepada penyewa yang menerapkan asas itikad baik dalam melakukan perjanjian sewa menyewa, sehingga fungsi hukum untuk memberikan perlindungan hukum kepada tiap-tiap warga negara yang hak-haknya dilanggar dapat terwujud.
Ketidakhadiran Debitor Dalam Pelaksanaan Pembaharuan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Albert Tandean; Nurfaidah Said; Sabir Alwy
Pagaruyuang Law Journal Volume 4 Nomor 2, Januari 2021
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31869/plj.v4i2.2465

Abstract

Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan pada dasarnya memiliki jangka waktu, yakni 1 (satu) bulan untuk tanah terdaftar dan 3 (tiga) bulan untuk tanah belum terdaftar. Jangka waktu tersebut dalam hal tertentu tidak cukup untuk dapat ditindaklanjuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan sehingga diperlukan pembaharuan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan. Namun dalam praktiknya, kendala yang dialami adalah ketidakhadiran debitor pada saat penandatanganan pembaharuan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang menyebabkan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan batal demi hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang tidak dapat ditindaklanjuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan karena tidak dilaksanakannya pembaharuan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan sebagai ketidakhadiran debitor menyebabkan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan batal demi hukum sehingga kedudukan kreditor menjadi konkuren dan hanya berhak atas jaminan umum sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 jo. Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Tanggung Jawab Hukum Perdata Terhadap Tindakan Malapraktik Tenaga Medis Wandani Syahrir; Sabir Alwy; Indar
Amanna Gappa VOLUME 31 NOMOR 1, 2023
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggung jawab hukum perdata terhadap tindakan malapraktik tenaga medis di rumah sakit. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif-empiris yakni penelitian hukum yang dilengkapi data empirik. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (cases approach). Data penelitian dianalisis secara deskriktif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan hukum antara pasien dan rumah sakit, dimulai dari terdaftarnya pasien di loket rumah sakit. Antara kedua pihak akan terjadi dua perjanjian yaitu perjanjian perawatan dan perjanjian medis. Rumah sakit memiliki tanggung jawab terhadap kualitas pelayanan terhadap pasien yang maksimal. Sedangkan hubungan hukum antara tenaga medis dan rumah sakit terdiri dari hubungan ketenagakerjaan dan hubungan berdasarkan kontrak, dengan pola dokter sebagai karyawan dan dokter sebagai mitra. Tanggung jawab perdata tenaga medis terhadap tindakan malapraktik medis yang dilakukan di rumah sakit, dapat terjadi karena tenaga medis dan pasien terikat dengan transaksi terapeutik saat merawat pasien di rumah sakit. Jika terbukti bersalah, maka tenaga medis harus mempertanggungjawabkan hal ini kepada kedua pihak, yaitu kepada pasien dan juga kepada rumah sakit. Sedangkan tanggung jawab perdata rumah sakit dalam penyelesaian kasus malapraktik medis, sebagai tempat bekerja tenaga medis yang memberikan pelayanan medis terhadap pasien, harus bertanggung jawab terhadap kelalaian yang dilakukan oleh tenaga medis (vicarious liability).
Perspektif Hukum Persetujuan Tindakan Kedokteran atas Perluasan Tindakan Operasi Sheila Febriana Ngiti Sasmita; Sabir Alwy; Muji Iswanty
Amanna Gappa VOLUME 31 NOMOR 1, 2023
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perlindungan dan penegakan hukum di bidang medik di Indonesia belum optimal. Beragam kasus sengketa medik yang terjadi dan dieskpos di berbagai media hanyalah merupakan sebagian kecil kasus, puncak dari gunung es (iceberg). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perspektif hukum persetujuan tindakan kedokteran atas perluasan tindakan operasi. Penelitian ini menggunakan metode penlitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan. Data penelitian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan persetujuan tindakan kedokteran dalam perluasan tindakan operasi di rumah sakit umum harus dilakukan sesuai standar profesi dan standar operasional prosedur. Mengenai perlindungan hukum dokter dalam hal terjadinya kasus sengketa terkait persetujuan tindakan kedokteran dalam perluasan tindakan operasi di rumah sakit umum dilaksanakan dengan beberapa cara, seperti dengan senantiasa menerapkan Standar pelayanan minimal, standar prosedur operasional, proses kredensial serta kehati-hatian dan ketelitian dalam bekerja. Jika terjadi sengketa, penyelesaian sengketa dilakukan dengan mengutamakan kekeluargaan melalui negosiasi antara pihak rumah sakit dengan pasien.
Perlindungan Hukum Debitor dalam Pengalihan Piutang atas Objek Jaminan yang Telah Jatuh Tempo Annisa Fitri; Sabir Alwy; Muhammad Basri
Jurnal Pro Hukum : Jurnal Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik Vol 12 No 3 (2023): Jurnal Pro Hukum : Jurnal Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Gresik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memahami perlindungan hukum yang diperoleh oleh debitor dalam pengalihan piutang atas nama. Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan karya ilmiah ini adalah Penelitian Normatif, yaitu suatu proses untuk menganalisa aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang menjadi pokok pemasalahan dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum terhadap debitor dibedakan atas perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Perlindungan hukum preventif merupakan bentuk perlidungan yang di dasarkan pada peraturan sedangkan perlindungan hukum represif merupakan suatu kebijkan yang dapat berupa resktrukturisasi, recondition, dan rescheduling. Bentuk upaya yang dapat ditempuh oleh debitor adalah melalui litigasi dan non litagasi, yang mana dalam hal litigasi pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan ke pengadilan sedangkan dalam hal non litigasi bisa di tempuh dengan cara mediasi.
Perlindungan Hukum terhadap Perawat dalam pelimpahan Kewenangan pada Tindakan Kedokteran Sri Yani; Sabir Alwy; Mappeaty Nyorong
Jurnal Kesehatan Manarang Vol 6 No 1 (2020): Juli 2020
Publisher : Politeknik Kesehatan Kemenkes Mamuju

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33490/jkm.v6i1.133

Abstract

Delegation of authority is the process of transferring tasks to other legitimate or legitimate people in carrying out various activities aimed at achieving certain goals. In the implementation of the delegation of the authority of medical action from doctors to nurses must be carried out in writing and the mechanism for implementing the delegation of authority must be clear. This study aims to determine the legal protection of nurses in the implementation of the delegation of authority on medical actions and the mechanism of implementing the delegation of doctor's authority to nurses. The research method used is empirical legal research by interviewing and filling out questionnaires as primary data and the legal approach and conceptual approach. Data is analyzed qualitatively. The results showed that most of the knowledge of medical personnel (83.3%) and nurses (88.9%) regarding the delegation of authority and legal protection to medical actions was still lacking. This is because medical personnel and nurses do not know about legislation related to the delegation of authority from medical personnel to nurses. The West Sulawesi Provincial General Hospital and the Mitra Manakarra Mamuju Hospital are still using doctor's instructions as a form of delegation and consider the implementation of delegation of authority from doctors to nurses as a routine activity that is usually done. The delegation implementation mechanism in the form of a special format for delegation, hospital leadership decree and standard delegation operational procedures has never been made. This will affect the implementation of the delegation of authority of medical personnel to nurses. As a result, medical personnel and nurses have not been guaranteed maximum legal protection in hospitals. The conclusion states that the statutory regulations regarding the delegation of authority from medical personnel to nurses and the mechanism of delegation have not been optimally implemented
Perlindungan Hukum terhadap Perawat dalam pelimpahan Kewenangan pada Tindakan Kedokteran Sri Yani; Sabir Alwy; Mappeaty Nyorong
Jurnal Kesehatan Manarang Vol 6 No 1 (2020): Juli 2020
Publisher : Politeknik Kesehatan Kemenkes Mamuju

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33490/jkm.v6i1.133

Abstract

Delegation of authority is the process of transferring tasks to other legitimate or legitimate people in carrying out various activities aimed at achieving certain goals. In the implementation of the delegation of the authority of medical action from doctors to nurses must be carried out in writing and the mechanism for implementing the delegation of authority must be clear. This study aims to determine the legal protection of nurses in the implementation of the delegation of authority on medical actions and the mechanism of implementing the delegation of doctor's authority to nurses. The research method used is empirical legal research by interviewing and filling out questionnaires as primary data and the legal approach and conceptual approach. Data is analyzed qualitatively. The results showed that most of the knowledge of medical personnel (83.3%) and nurses (88.9%) regarding the delegation of authority and legal protection to medical actions was still lacking. This is because medical personnel and nurses do not know about legislation related to the delegation of authority from medical personnel to nurses. The West Sulawesi Provincial General Hospital and the Mitra Manakarra Mamuju Hospital are still using doctor's instructions as a form of delegation and consider the implementation of delegation of authority from doctors to nurses as a routine activity that is usually done. The delegation implementation mechanism in the form of a special format for delegation, hospital leadership decree and standard delegation operational procedures has never been made. This will affect the implementation of the delegation of authority of medical personnel to nurses. As a result, medical personnel and nurses have not been guaranteed maximum legal protection in hospitals. The conclusion states that the statutory regulations regarding the delegation of authority from medical personnel to nurses and the mechanism of delegation have not been optimally implemented