Aris Setyoko
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Mulawarman

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Proses Kreativitas dan Penerimaan Masyarakat: Studi Kasus Musik Pengiring Jaranan Syam Aditya Herlangga; Bayu Arsiadhi Putra; Aris Setyoko
Jurnal Mebang: Kajian Budaya Musik dan Pendidikan Musik Vol. 1 No. 2 (2021)
Publisher : Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (376.936 KB) | DOI: 10.30872/mebang.v1i2.9

Abstract

Abstract: Turonggo Karyo Budoyo is one of the Jaranan arts groups in the city of Samarinda. This group managed to maintain its existence amidst the reduced public interest in the performing arts of jaranan, especially the youth who should be the successors in preserving local arts. It is done through the creativity offered by the Jaranan Turonggo Karyo Budoyo Art Group, which combines pop songs with jaranan gending in their performances. This study aims to analyze the processes that occur in creativity and describe how the audience's acceptance of creativity. This study uses a qualitative research methodology and a participant approach using 3 (three) stages in the study, namely determining the research location, data collection techniques, and data analysis techniques. Determination of the location aims to focus on the object of research. Data collection techniques include literature study, observation, interviews, and documentation. As for the data analysis technique using data triangulation between researcher observations, interview data, and analyzed documentation. The results of this study can answer the formulation of the problem and research objectives that have been determined. The creative process is carried out through regular practice by paying attention to the budget, duration, and song selection. The process also involves four dimensions of creativity that influence each other: person, process, press, and product. The creativity offered is well received by the public or audience. The community considers combining pop songs with gending to be one way to introduce Javanese art to the broader community, especially young people, to be preserved.   Abstrak: Turonggo Karyo Budoyo merupakan salah satu grup kesenian jaranan yang ada di kota Samarinda. Grup ini berhasil mempertahankan eksistensinya ditengah berkurangnya minat masyarakat terhadap seni pertunjukan jaranan terutama para pemuda yang seharusnya menjadi penerus dalam melestarikan kesenian daerah. Hal ini dilakukan melalui kreativitas yang ditawarkan oleh Grup Kesenian Jaranan Turonggo Karyo Budoyo, yaitu menggabungkan lagu pop dengan gending jaranan dalam pertunjukannya. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa proses yang terjadi di dalam kreativitas serta menjabarkan bagaimana penerimaan penonton terhadap kreativitas tersebut. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif dan pendekatan partisipan dengan menggunakan 3 (tiga) tahapan dalam penelitian, yaitu menentukan lokasi penelitian, menentukan teknik pengumpulan data serta menentukan teknik analisa data. Penentuan lokasi bertujuan untuk memfokuskan objek penelitian. Teknik pengumpulan data meliputi studi kepustakaan, observasi, wawancara, dan dokumentasi. Adapun untuk teknik analisa data menggunakan tringulasi data antara observasi peneliti, data wawancara, dan dokumentasi yang dianalisis. Hasil penelitian ini mampu menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah ditentukan. Proses kreativitas dilakukan melalui latihan rutin dengan memperhatikan budget, durasi serta pemilihan lagu. Dalam prosesnya juga melibatkan empat dimensi kreativitas yang saling mempengaruhi, yaitu person (orang), process (proses), press (tekanan), serta product (produk). Kreativitas yang ditawarkan diterima baik oleh masyarakat (penonton). Penggabungan lagu pop dengan gending dinilai masyarakat menjadi salah satu cara memperkenalkan kesenian jawa kepada masyarakat luas terutama para pemuda agar dapat dilestarikan.
Faktor-Faktor Kesulitan Pembelajaran Praktik Karawitan Jawa Program studi Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman Aris Setyoko; Zamrud Whidas Pratama
Jurnal Mebang: Kajian Budaya Musik dan Pendidikan Musik Vol. 1 No. 2 (2021)
Publisher : Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (458.085 KB) | DOI: 10.30872/mebang.v1i2.13

Abstract

Abstract: Working on or how to work musically in a musical presentation or composition is an essential element. With the process of working on a musical dish, a good and quality dish will be achieved. The working process is essential to achieve the competency standard of a Javanese musical dish. In learning the practice of Javanese Karawitan, the Ethnomusicology Study Program, Faculty of Cultural Sciences, Mulawarman University, encountered problems in the implementation of this working process. It has an impact on the lack of achievement of learning competency standards. The purpose of this paper is to describe the factors that influence the non-achievement of competency standards in learning Javanese musical practice in terms of working on Javanese karawitan. The method used is descriptive analysis. The data collection technique was done by interview, literature study, and qualitative analysis of the work. The results showed that there were internal and external factors. Internal factors include (1) differences in the cultural background of each student, (2) students have not been able to determine the direction of working on karawitan, and (3) students have not been able to determine the considerations for working on karawitan. The external factor is the learning media used, namely the incomplete Javanese gamelan instrument. It is hoped that the results of this study can be used as material for evaluating learning in Javanese Karawitan practice courses.   Abstrak: Garap atau cara kerja musikal dalam sajian gending atau komposisi karawitan merupakan unsur penting. Dengan adanya proses garap pada sebuah sajian gending karawitan, akan tercapai sebuah sajian yang baik dan berkualitas. Proses garap menjadi hal yang penting untuk mencapai standar kompetensi dari sebuah sajian karawitan Jawa. Pada pembelajaran praktik Karawitan Jawa Program studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Mulawarman mengalami kendala dalam pelaksanaan proses garap ini. Hal ini berdampak pada belum tercapainya standar kompetensi pembelajarannya. Tujuan penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi tidak tercapainya standar kompetensi dalam pembelajaran praktik karawitan Jawa dalam hal garap pada karawitan Jawa. Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis. Teknik pengambilan data dilakukan dengan wawancara, studi pustaka, dan analisis garap karya secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan terdapat faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi (1) perbedaan latar belakang budaya setiap mahasiwa, (2) mahasiswa belum bisa dalam menentukan arah garap karawitan, dan (3) mahasiswa belum bisa menentukan pertimbangan garap karawitan. Faktor eksternalnya adalah media pembelajaran yang digunakan, yaitu instrumen gamelan Jawa belum lengkap. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi pembelajaran pada mata kuliah Praktik Karawitan Jawa.
Musik Iringan Hudoq Kita’ sebagai Seni Pertunjukan Wisata di Desa Pampang Kota Samarinda Meldi Didiawan Noor Tobing; Asril Gunawan; Aris Setyoko
Jurnal Mebang: Kajian Budaya Musik dan Pendidikan Musik Vol. 1 No. 2 (2021)
Publisher : Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (840.613 KB) | DOI: 10.30872/mebang.v1i2.14

Abstract

Abstract: Hudoq Kita' can be presented in two different forms of presentation. In addition to ritual music, the art form is also presented in the form of musical entertainment art of tourism. Hudoq Kita’ entertainment music is generally displayed on every Sunday in Lamin Pemung Tawai Pampang village. This research uses qualitative methods, including observation, data collection, and data analysis. The technique in question is the observation of the research objects and the determination of informants. The data collection techniques include literature studies, interviews, and documentation. The last is the technique of data analysis by utilizing data that has been found in the field. The research results will explain with the facts of the finding in the field by the author. By the thesis title above, this research will describe the traditional Pelas Tahun, Hudoq Kita' and its accompaniment music with ritual context. The author will explain how Hudoq Kita' accompaniment music is turning into the entertainment of tourist art contextually and textually.   Abstrak: Hudoq Kita’ dapat disajikan dalam dua bentuk penyajian yang berbeda. Adapun bentuk kesenian tersebut selain sebagai musik ritual juga disajikan dalam bentuk musik hiburan seni wisata. Musik hiburan Hudoq Kita’ umumnya ditampilkan pada setiap hari minggu di lamin Pemung Tawai Desa Pampang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif meliputi observasi, pengumpulan data dan analisis data. Adapun Teknik yang dimaksud adalah observasi meliputi objek penelitian dan penentuan informan. Teknik pengumpulan data meliputi studi pustaka, wawancara, dan dokumentasi. Terakhir yakni teknik analisis data dengan memanfaatkan data-data yang telah ditemukan lapangan. Hasil penelitian akan menjelaskan dengan fakta temuan di lapangan oleh penulis. Sesuai dengan judul skripsi yang diatas, pada tulisan ini akan memaparkan tentang upacara adat Pelas tahun, Hudoq Kita’ dan musik iringan Hudoq Kita’ dengan konteks ritual. Adapun penulis akan menjelaskan bagaimana musik iringan Hudoq Kita’ yang beralih ke sajian hiburan seni wisata secara kontekstual dan tekstual.
Komodifikasi Budaya Musik Sampeq Kenyah Bayu Arsiadhi Putra; Aris Setyoko
Jurnal Mebang: Kajian Budaya Musik dan Pendidikan Musik Vol. 2 No. 1 (2022)
Publisher : Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2568.847 KB) | DOI: 10.30872/mebang.v2i1.21

Abstract

Abstract: The Dayak people of East Kalimantan have long been involved in the world of tourism. There is a cultural village in Samarinda called Pampang, mostly inhabited by the Dayak Kenyah community. In many ways, the government 'takes care of' the development of the Kenyah Pampang community, including its culture and music. It can indicate the government's concern for marginalized groups. However, at the same time, images of 'original', 'exotic' and 'primitive' cultures are being constructed to fit into commodified 'goods'. This view does affect not only the Dayaks themselves but also the government, tourists and private institutions involved in it. This paper aims to discuss how the history of the commodification of Kenyah's musical culture. The research method used is descriptive qualitative with a historical approach. The study results show that the development of the Kenyah Pampang community's musical culture cannot be separated from the commodification brought in by the tourism body. The commodification of Dayak Kenyah's music culture has changed relations among the people, increasing competition and suspicion, both intra and between ethnic groups. Often commodification is carried out with ideology, as in an effort to 'purify tradition'.   Abstrak: Masyarakat Dayak di Kalimantan Timur telah lama mengambil bagian dalam dunia pariwisata. Terdapat sebuah desa budaya di Samarinda bernama Pampang, yang sebagian besar dihuni oleh masyarakat Dayak Kenyah. Dalam banyak hal pemerintah ‘mengurus’ pembangunan masyarakat Kenyah Pampang, termasuk budaya dan musiknya. Hal ini dapat menandakan kepedulian pemerintah terhadap kelompok marjinal. Namun saat bersamaan, imaji-imaji  tentang kebudayaan ‘asli’, ‘eksotis’ dan ‘primitif’ sedang didikonstruksi agar layak menjadi ‘barang’ komodifikasi. Pandangan ini tidak hanya mempengaruhi Orang Dayak Sendiri tetapi juga pemerintah, wisatawan dan lembaga swasta yang terlibat di dalamnya. Tujuan penulisan ini adalah untuk membahas bagaimana sejarah komodifikasi budaya musik sampeq Kenyah. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan sejarah. Hasil penelitian menunjukkan perkembangan budaya musik masyarakat Kenyah Pampang tidak lepas dari komodifikasi yang dibawa dalam tubuh Pariwisata. Komodifikasi budaya musik Dayak Kenyah telah mengubah relasi di antara masyarakat, meningkatkan persaingan dan kecurigaan, baik intra maupun antar etnis. Seringkali komodifikasi dijalankan dengan ideologi, seperti dalam upaya ‘memurnikan tradisi’.
PERSPEKTIF ETNOMUSIKOLOGI DAN MUSIKOLOGI KOMPARATIF TERHADAP MUSIK SEBAGAI ”BAHASA UNIVERSAL” Aris Setyoko; Bayu Arsiadhi Putra; Kresna Syuhada Rawanggalih
Sorai: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Musik Vol 14, No 1 (2021)
Publisher : Institut Seni Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33153/sorai.v14i1.3594

Abstract

Penyelidikan tentang musik dan kemampuan musik untuk menggerakkan kita telah menarik para pemikir selama ribuan tahun. Para sarjana modern di bidang etnomusikologi dan musikologi evolusi, masing-masing mewakili upaya berbeda untuk mengungkap misteri tersebut. Asumsi dan metode yang melandasi penyelidikan saling bertentangan seputar gagasan musik universal. Dalam artikel ini kami menyelidiki akar sejarah setiap disiplin dan menjelaskan contoh penelitian untuk meningkatkan pemahaman.
Organologi dan Bunyi Kendang Jawa Sigit Setiawan; Aris Setyoko
Jurnal Mebang: Kajian Budaya Musik dan Pendidikan Musik Vol. 2 No. 2 (2022)
Publisher : Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7853.73 KB) | DOI: 10.30872/mebang.v2i2.31

Abstract

This research is research on organology and an effort to explain the drum/kendang instrument from the point of view of how to sound the Javanese Karawitan. The approach used in this research is descriptive and qualitative oriented to the data in the field. The theory used is Hood's organology, which explains that the work of organology is not only limited to the history and description of music but also includes several aspects, including playing techniques of the instrument. The results of this study are mapping and explanation of the technique of sounding Javanese drums-kendang, which results can be used as a reference in the learning process of Javanese drums-kendang and, in general, learning Javanese gamelan/karawitan. Penelitian ini merupakan penelitian tentang organologi dan upaya eksplanasi instrumen kendang dari sudut pandang cara membunyikan pada permainan Karawitan Jawa. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang berorientasi pada data-data di lapangan. Teori yang digunakan adalah teori tentang organologi Hood yang menjelaskan bahwa kerja organologi adalah tidak hanya sebatas sejarah dan deskripsi musik tetapi juga mencakup beberapa aspek yang meliputi: teknik permainan dari instrumen. Hasil yang dari penelitian ini adalah pemetaan dan eksplanasi teknik membunyikan kendang Jawa yang mana hasil tersebut dapat digunakan sebagai referensi dalam proses pembelajaran kendang Jawa dan secara umum belajar gamelan/karawitan Jawa.
Optimalisasi Pengembangan Alat-Alat Bekas Untuk Meningkatkan Keterampilan Bermusik Pada Siswa SMK Negeri 8 Samarinda Yofi Irvan Vivian; Aris Setyoko; Dwi Mustofa
Jurnal Pemberdayaan Sosial dan Teknologi Masyarakat Vol 2, No 2 (2022): Desember 2022
Publisher : Smart Education

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (412.378 KB) | DOI: 10.54314/jpstm.v2i2.1086

Abstract

Abstract: The lack of art teachers at the school level makes many teachers of other subjects teach Arts and Culture Subjects. The government created the Movement of Artists Entering Schools (GSMS) program to address this, but not all schools were able and implemented it. The limitations of art teachers run linearly with supporting media in Cultural Arts Subjects. This study aims to improve musical skills in students of SMK Negeri 8 Samarinda. The method used is Classroom Action Research (PTK). Optimization of the development of used tools in the form of gallons of water and buckets can be used for learning media, especially in performing arts materials. The method used is implemented in 4 ways, namely: (1) Introduction to Western Music Theory; (2) Search for non-musical instruments; (3) Application of Western Music Theory in non-musical instruments; and (4) The merging of non-musical instruments with musical instruments (Pianica). Students became interested in Cultural Arts Subjects even though the school did not have a learning medium that could support them well. Optimization of the development of used (non-musical) tools can provide performances that are appreciated by SMK Negeri 8 Samarinda. This is evident from the many performance arenas given for eleven students to perform. Keywords: Arts and Culture Subjects; Optimization; Used ToolsAbstrak: Minimnya guru seni pada tingkat sekolah menjadikan banyak guru mata pelajaran lain mengajar Mata Pelajaran Seni dan Budaya. Pemerintah membuat program Gerakan Seniman Masuk Sekolah (GSMS) untuk mengatasi hal ini, tetapi tidak semua sekolah mampu dan melaksankannya. Keterbatasan guru seni berjalan linier dengan media penunjang pada Mata Pelajaran Seni Budaya. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan bermusik pada siswa SMK Negeri 8 Samarinda. Metode yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Optimalisasi pengembangan alat-alat bekas berupa galon air dan ember mampu digunakan untuk media pembelajaran, khusnya pada materi seni pertunjukan. Metode yang digunakan diimplementasikan melalui 4 cara, yaitu: (1) Pengenalan Teori Musik Barat; (2) Pencarian alat non-musik; (3) Pengaplikasian Teori Musik Barat di alat non-musik; dan (4) Penggabungan alat non-musik dengan alat musik (Pianika). Siswa mulai tertarik dengan Mata Pelajaran Seni Budaya meskipun sekolah tidak memiliki media pemberlajaran yang mampu menunjang dengan baik. Optimalisasi pengembangan alat-alat bekas (non-musik) mampu memberikan pertunjukan yang diapresiasi oleh pihak SMK Negeri 8 Samarinda. Hal ini terbukti dari banyaknya arena pertunjukan yang diberikan untuk sebelas siswa untuk tampilKata kunci: Alat-alat Bekas; Mata Pelajaran Seni dan Budaya; Optimalisasi
BEDANDENG KUTAI: ORNAMENTASI MELISMATIS DALAM BEDANDENG KUTAI Zamrud Whidas Pratama; Aris Setyoko; Purwanti Purwanti
Keteg: Jurnal Pengetahuan, Pemikiran dan Kajian Tentang Bunyi Vol 22, No 2 (2022)
Publisher : Institut Seni Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33153/keteg.v22i2.4538

Abstract

One form of singing or humming that is spread orally is a traditional song or hum that comes from the Kutai tribe called Bedandeng. The purpose of this study was to obtain data on how the history and types contained in the art of Bendadeng. The theory used in this research is historical theory. In addition to the theory about history, the author will also describe the notation of the nyanyain or humming bedandeng. To study it, a qualitative descriptive study was chosen by prioritizing a musicological approach. Data collection is done by (1) literature study, (2) observation, (3) interview, (3) documentation. The stages in analyzing data are (1) data reduction, (2) data presentation, and (3) data analysis (4) conclusion. Clarification of data was again carried out using data triangulation techniques. The results of the study show dandeng or bedandeng is one of the speech arts that exists and develops in Kutai. Bedandeng is a song of lamentation to express what is in the heart. In bedandeng when singing it is not accompanied by any instruments or music and is sung in a recitative way. When viewed from the form of the melody and the lyrics of the bedandeng melody, each melodic phrase has a melismatic ornament. Melismatic ornaments are found at the end of each melodic phrase. It is said to have many melismatic ornaments because in singing Bedandeng, one syllable can be sung with several tones.Kata Kunci: Ornamentasi, Vokal, Bedandeng Kutai.
GENDANG AGONG DALAM PERTUNJUKAN KUNTAU DI KABUPATEN PASER KALIMANTAN TIMUR Aris Setyoko; Zamrud Whidas Pratama; Pazru Rahman
Keteg: Jurnal Pengetahuan, Pemikiran dan Kajian Tentang Bunyi Vol 23, No 1 (2023)
Publisher : Institut Seni Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33153/keteg.v23i1.4960

Abstract

This study discusses working on the music of Gendang Agong in the Kuntau performance in Paser Regency, East Kalimantan. Gendang Agong is a traditional musical ensemble based on one of its functions used to accompany Kuntau performances, namely the martial arts or pencak silat traditions of the Paser Tribe. The study of the concept of garap karawitan Rahayu Supanggah related to the material for working on, cultivating, working on equipment, working on furniture/equipment for garap, determining the garap, and consideration on garap is used to analyze it. This research is a qualitative research with analytical descriptive research method. The results of the study show that the garap of Gendang Agong music has a working concept that applies in karawitan scholarship. The material for Gendang Agong is in the form of a transcript of musical notation by writing kepatihan notation with slendro pathet manyura. Cultivators are musicians who have a cultural background as the influence of virtuosity. The working facilities are in the form of quality musical instrument organology to support maximum sound. Furniture/cultivation tools, namely tools/software in the form of musicians' musical ideas that are formed based on their background as the casting of musical practice. The determining factor for garap is in the form of signs for musicians when working on it based on function, namely as an accompaniment for Kuntau. The consideration of working on it is musicians who are ready and responsive to emergencies for creativity when faced with an unsupportive performance venue. The series of six concepts worked on by supanggah is a unified whole that supports each other in forming traditional music compositions to build a musical atmosphere to accompany the Kuntau Paser performance.
TOPENG IRENG DAN MEMORI BUDAYA: STUDI KASUS TRANSMIGRAN JAWA DI SAMARINDA Bayu Arsiadhi Putra; Aris Setyoko; M. Natsir
Prosiding Seminar Nasional Bahasa, Sastra, dan Seni (Sesanti) Prosiding Seminar Nasional Bahasa, Sastra, dan Seni (Sesanti) 2019
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini mengeksplorasi hubungan antara kesenian topeng ireng dan memori budaya dalam komunitas transmigrasi Jawa di Samarinda. Penelitian ini juga melihat sejauh mana warisan budaya Jawa dan identitas ditransmisikan kepada generasi ketiga, yang lahir dan besar di Samarinda. Wawancara secara mendalam pada generasi pertama transmigran menunjukan bahwa kesenian digunakan untuk mengingat, mencegah ingatan terlupakan dan meneruskannya kepada generasi selanjutanya. Sementara generasi ketiga menciptakan praktik topeng ireng mereka sendiri dan ruang yang menghubungkan mereka dengan kebudayaan di Jawa dan di mana pun. Perkembangan teknologi menjadi alternatif bagi generasi muda untuk menemukan kesenian topeng ireng dari Jawa, dan menciptakan memori mereka sendiri untuk kesenian ini.