Vita Fitria
Dosen Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga dpk UNY

Published : 12 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search
Journal : Humanika : Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum

Keterlibatan perempuan dalam ketakmiran masjid: Studi kasus pada Masjid Darussalam Potorono Banguntapan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta Dermawan, Andy; Fitria, Vita
Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum Vol. 25 No. 1 (2025): Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/hum.v25i1.83614

Abstract

Penelitian tentang keterlibatan perempuan dalam ketakmiran atau kepemimpinan masjid merupakan suatu hal menarik untuk mendapatkan perhatian.  Secara faktual,  bahwa keterlibatan Perempuan selama ini sekadar membantu, atau bahkan pelengkap untuk suatu kegiatan ketakmiran atau kemasjidan. Bahkan jenis pekerjaan seperti konsumsi dan cuci piring dan lain sebagainya, di "brokerkan" kepada perempuan (baca: ibu-ibu jamaah masjid) untuk di selesaikan dengan baik. Semua pekerjaan itu dilakukan dengan suka cita tanpa ada "protes atau perlawanan" yang berarti. Nilai keikhlasan inilah yang seringkali disalahgunakan oleh pihak lain untuk terus --tanpa di sadari --menempatkan perempuan dalam situasi yang tidak menentu. Padahal literasi Islam jelas menyebutkan "setara di hadapan Tuhan". Kesetaraan inilah yang menjadi barang langka untuk dimunculkan kembali ke permukaan. Menggunakan pendekatan fenomenologis, penelitian ini berikhitar melihat dan menemukan bukti empirik keterlibatan perempuan dalam ketakmiran masjid yang mencakup tanggungjawab, hak dan norma. Adapun eksplorasi rincinya berkaitan tentang pengalaman, peran, kontribusi perempuan sebagai fakta tak terbantahkan dalam sebuah ketakmiran masjid. Melalui penelitian semacam ini, diharapkan mampu men-display keterlibatan perempuan secara empirik, sehingga manfaat yang dapat diperoleh bagi masyarakat terlebih jemaah masjid bahwa mengurus tempat ibadah merupakan tanggungjawab bersama di dalam memakmurkan masjid sebagai tempat ibadah umat Islam.    The study of women's involvement in mosque management and leadership is an intriguing subject that warrants greater attention. Women's participation has often been limited to supporting roles or merely complementing mosque activities. Tasks such as food preparation, dishwashing and other logistical duties are frequently delegated to women (often referred to as "ibu-ibu jamaah masjid") with the expectation that they will carry them out diligently and without objection. Others often misused this notion of sincerity and willingness, unconsciously placing women in uncertain and subordinate positions. However, Islamic teachings clearly emphasise the principle of equality before God. This fundamental value of equality has become increasingly rare in practice and needs to be brought back to the forefront. This study uses a phenomenological approach to observe and uncover empirical evidence regarding women's involvement in mosque management, focusing on their responsibilities, rights, and normative roles. The research explores women's experiences, roles, and contributions as undeniable facts within mosque administration. Through this study, it is hoped that women's participation can be empirically displayed, providing society particularly mosque congregants- with a better understanding that managing a place of worship is a collective responsibility in ensuring the prosperity of the mosque as a centre of Islamic worship.
MENILIK PERKEMBANGAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM MASA MODERN (Sebuah Pembacaan Awal) Fitria, Vita
Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum Vol. 14 No. 1 (2014): Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/hum.v14i1.3332

Abstract

Abstrak: Pembacaan pemikiran politik Islam masa modern berdasarkan ijtihadtokoh-tokoh pembaru akan mampu meletakkan dasar historis serta pembacaankritis tentang kondisi politik kekinian. Melalui pengkajian terhadap pemikiranbeberapa tokoh, pemikiran politik Islam masa modern cenderung didominasi olehgejala fundamentalisme. Namun, setelah para sarjana mengembangkan beberapaaspek kajian, pemikiran politik Islam masa modern seakan menjadi titik pijakpilihan bernegara oleh umat Islam. Paradigma "simbiotik" antara guru dan muridini kemudian menawarkan pencerahan untuk kondisi kontemporer saat ini.Kata Kunci: Politik Modern, Reformasi Pemerintah, Pemikiran Tokoh
HUKUM KELUARGA DI TURKI SEBAGAI UPAYA PERDANA PEMBAHARUAN HUKUM ISLAM Fitria, Vita
Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum Vol. 12 No. 1 (2012): Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/hum.v12i1.3648

Abstract

Upaya pembaruan Hukum Keluarga di belahan dunia Islam mulai terealisasi pada penghujung abad 19M. Kesadaran masyarakat muslim akan tertinggalnya konsep-konsep fikh yang selama ini dijadikan rujukan, menumbuhkan semangat pembaruan dari rumusan Undang-undang lama  yang telah terformat menuju Undang-undang yang lebih mampu mengakomodasi tuntutan perkembangan zaman dan kemajuan Islam itu sendiri. Turki, merupakan negara pertama yang melakukan reformasi Hukum Keluarga Muslim, dan gagasan itu muncul pada tahun 1915. Pengaruh pergesekan dengan pemikiran Barat Modern dan menilik pada perkembangan peradaban barat yang lebih maju, mendorong semangat nasionalisme masyarakat Turki untuk me'modern'kan negaranya. Undang-undang Hukum Keluarga yang merujuk pada hukum Syari'ah justru ditinggalkan. Dengan diproklamirkannya Negara Republik Turki (Turki Modern), diupayakan pula pembentukan UU  Sipil Turki yang mengadopsi dari UU Sipil negara Swiss. Meskipun demikian, mayoritas bangsa Turki tetap yakin bahwa mereka adalah Muslim. Bahkan di kalangan penguasa sebagian besar menegaskan bahwa mereka tidak menolak Islam, mereka hanya mengikuti sikap Barat bahwa agama adalah masalah pribadi (yang mengatur hubungan antara individu dengan Tuhan), bukan sistem   hukum yang harus dilaksanakan oleh negara.   Kata kunci: hukum keluarga, Turki, hukum Islam.
KONFLIK PERADABAN SAMUEL P. HUNTINGTON (Kebangkitan Islam yang Dirisaukan?) Fitria, Vita
Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum Vol. 9 No. 1 (2009): Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/hum.v9i1.3782

Abstract

Istilah "˜konflik peradaban' diperkenalkan Samuel Huntington dalam bukunya The Clash of Civilization and the Remaking of World Order (1996). Menurut Huntington, dengan berakhirnya Perang Dingin yang ditandai dengan runtuhnya ideologi komunisme, wilayah konflik meluas melewati fase Barat, dan yang mewarnainya adalah hubungan antara peradaban Barat dan non-Barat serta antarperadaban non-Barat itu sendiri. Huntington mengelompokkan negara-negara bukan atas dasar sistem politik ekonomi, tetapi lebih berdasarkan budaya dan peradaban. Ia mengidentifikasi sembilan peradaban kontemporer, yaitu, peradaban Barat, Cina, Jepang, Amerika Latin, Afrika, Hindu, Budha, Islam, dan Kristen Ortodoks. Benturan yang paling keras – menurut Huntington - akan terjadi antara kebudayaan Kristen Barat dengan kebudayaan Islam. Tesis tersebut secara tidak langsung memperkuat asumsi sebagian besar ilmuwan Barat yang melihat Islam sebagai aggression and hostility (agresi dan ancaman). Pendek kata, bagaimana Barat menciptakan stereotipe-stereotipe simplistis yang menunjukkan wajah the rage of Islam.
SISTEM WAKAF DI NEGARA LEBANON: Undang-undang Perwakafan dalam Heterogenitas Agama Fitria, Vita
Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum Vol. 16 No. 1 (2016): Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/hum.v16i1.12072

Abstract

Persoalan wakaf dalam Islam semakin mempunyai wilayah yang lebih kompleks baik dalam penerapan, persyaratan maupun pengelolaan. Beberapa negara Muslim mulai membentuk satu Undang-undang atau lembaga tersendiri yang khusus mengatur masalah perwakafan. Lembaga ini berfungsi untuk mengoptimalkan operasionalisasi perwakafan berikut administrasinya, agar terhindar dari penyimpangan dan kesimpangsiuran terutama dengan pihak ahli waris atau keturunan dari si pemberi wakaf . Lebanon merupakan salah satu negara Muslim yang mempunyai heterogenitas keagamaan. Meskipun Islam sebagai agama mayoritas, ada agama-agama lain yang mempunyai otoritas hukum yang sama. Dalam menyelesaikan masalah wakaf, masyarakat Muslim Lebanon sudah mempunyai Undang-undang sendiri yaitu Undang-undang Wakaf Keluarga tahun 1947 yang diadopsi dari Undang-undang Wakaf Mesir tahun 1946. Tulisan ini akan memaparkan tentang sistematika hukum perwakafan bagi masyarakat Muslim di Lebanon, berikut catatan dinamika penerapannya sistem wakaf bagi komunitas Druze ( sekte keagamaan yang berkembang di Lebanon) sebagai pembanding.
ISLAM DAN HAK ASASI MANUSIA Fitria, Vita
Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum Vol. 7 No. 1 (2007): Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/hum.v7i1.21013

Abstract

Sebagai agama universal, ajaran-ajaran dan nilai-nilai agama Islam banyak mengandung prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM). Dan sebagai sebuah konsep ajaran, Islam menempatkan manusia pada kedudukan yang sejajar dengan manusia lain. Perbedaan yang ada didasarkan atas kualitas keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt. Hal ini merupakan dasar yang sangat kuat yang telah memberikan konstribusi pada perkembangan prinsip-prinsip hak  asasi manusia dalam ranah internasional. Dalam tataran konseptual, hak asasi manusia  dianggap sebagai hak-hak yang universal, tetapi secara interpretatif aplikatif, kemunculan isu HAM menjadi konfrontasi yang berkepanjangan. Terlebih bila kemudian standart perbedaan antara  HAM dalam Islam dengan standart HAM  internasional dikonfrontasikan secara kasuistik.   Perbedaan standar tersebut antara lain disebabkan adanya titik tolak pemikiran berbeda yang kemudian melahirkan pemikiran berbeda  pula tentang world view dalam menginterpretasikan HAM.
The language of science and religion: An approach to understand the encounter between science and religion according to Ian G. Barbour Fitria, Vita; Al Giffari, Haekal Adha
Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum Vol. 21 No. 1 (2021): Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/hum.v21i1.40453

Abstract

The advancement of science is considered a reflection of age's development. At the same time, religion is placed as a relatively fixed essence. Their encounter creates undeniable continuous tensions. The problem generally lies in the question of how to apprehend unchanged issues within a dynamic context. This paper analyzed the encounter of science and religion with an observation of their language from the perspective of Ian G. Barbour. The library research method used in this paper to delve more in-depth the works of literature related to the topic discussed. Barbour responded with an argument that it is incorrect to keep polarization to choose between science and religion. The belief system of religion offers a broader frame of meaning in life. In comparison, science reveals a no more expansive range of human experience nor articulation of the possibility to transform human life as witnessed by religion. In observing their language as a tool for communication in religion and science, looking at their principles of verification and linguistic analysis, the contrast and comparison of their cognitive and non-cognitive function are emerged, including the evaluations and its limitations. Barbour states that basically, science and religion share synergic similarities. The dialogue to do to compare them is by sharing their similarities in method and concept prediction. One of those is by comparing their method, which shows their similarities and diversities. Science and religion share similar characteristics, namely coherence, comprehension and usefulness, and their methodology.Perkembangan sains bisa dianggap sebagai refleksi dari perkembangan zaman. Sementara Agama, ditempatkan sebagai essensi yang relatif tidak berubah. Pertemuan antara keduanya memungkinkan terjadinya ketegangan dengan perubahan yang terus menerus. Secara umum, persoalannya adalah bagaimana memahami hal-hal yang tak berubah itu dalam konteks yang selalu berubah. Ian Barbour menanggapi hal ini dengan argumen bahwa keliru melanggengkan dilema tentang keharusan memilih antara sains dan agama. Pertentangan yang terjadi di dunia Barat sejak abad lalu sesungguhnya disebabkan oleh paradigma yang keliru dalam memaknai hakikat sains dan agama. Kepercayaan agama menawarkan kerangka makna yang lebih luas dalam kehidupan. Sedangkan sains tidak dapat mengungkap rentang yang luas dari pengalaman manusia atau mengartikulasikan kemungkinan-kemungkinan bagi tranformasi hidup manusia sebagaimana yang dipersaksikan oleh agama. Barbour mengatakan  bahwa pada dasarnya antara sains dan agama terdapat kesamaan yang bisa disinergikan. Dialog yang dilakukan dalam membandingkan sains dan agama adalah menekankan kemiripan dalam prediksi metode dan konsep. Salah satu bentuk dialognya adalah dengan membandingkan metode sains dan agama yang dapat menunjukkan kesamaan dan perbedaan. Antara sains dan agama memiliki kesejajaran karakteristik yaitu koherensi, kekomprehensifan dan kemanfaatan. Begitu juga kesejajaran metodologis.