Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

STUDI KOMPARASI ANTARA KONSEP KEBAHAGIAAN AFEKTIF DALAM PANDANGAN PSIKOLOGI BARAT MODERN DAN KONSEP MUḤĀSABAH IMAM AL-MUHĀSIBĪ Cep Gilang Fikri Ash-Shufi; Agus Mulyana
JURNAL YAQZHAN: Analisis Filsafat, Agama dan Kemanusiaan Vol 7, No 1 (2021)
Publisher : IAIN SYEKH NUR JATI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/jy.v7i1.8076

Abstract

Para Psikolog Barat Modern mengonsepsikan kebahagiaan sebagai evaluasi afektif, yaitu evaluasi individu terhadap kejadian-kejadian dalam hidup yang meliputi emosi yang menyenangkan dan emosi yang tidak menyenangkan. Sementara Imam Al-Muḥāsibī menyebut bahwa kebahagiaan seseorang terletak pada keimanannya. Untuk menjaga kebahagiaan beliau menganjurkan untuk senantiasa menghisab diri. Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan konsep kebahagiaan afektif dalam pandangan psikolog modern, lalu ditinjau dari segi konsep muḥāsabah Imam al-Muḥāsibi yang memiliki relevansinya dengan kebahagiaan. Hasilnya bahwa kebahagiaan yang menggunakan standar empiris dan bersifat materialistik semata merupakan kebahagiaan semu dan berujung dengan problem kemanusiaan seperti stress dan bunuh diri. Sementara kebahagiaan yang diusahakan dengan menjaga keimanan melahirkan pribadi yang tenang, tentram dan menyambungkan kebahagiaan di dunia dengan akhirat.
Framework Richard Walzer Terhadap Filsafat Islam Dalam Bukunya; Greek Into Arabic Essay On Islamic Philosophy Mohamad Mohamad Latief; Cep Gilang fikri Ash-Shufi; Sofyan Atstsauri; Amir Reza Kusuma; Fajrin Dzul Fadhlil
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam Vol 7, No 1 (2022): JAQFI VOL.7 NO. 1, 2022
Publisher : Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Negri Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (50.484 KB) | DOI: 10.15575/jaqfi.v7i1.12095

Abstract

AbstrakTulisan ini bertujuan untuk melihat eksistensi Filsafat Islam dalam pandangan seorang orientalis, Richard Rudolf Walzer. Ia mengemukakan bahwa terlalu dini untuk mengakui keberadaan Filsafat Islam. Banyak fakta dan karya yang masih belum diketahui. Selain itu, ia juga mengatakan bahwa tidak ada kesepakan di antara para sarjana tentang pendekatan terbaik dalam memahami filsafat Islam. Kajian bagaimana melihat framework Walzer terhadap Filsafat Islam ini dilakukan dengan metode pustaka, dengan menganalisis karyanya yaitu, Greek Into Arabic; Essay On Islamic Philosophy. Hasil dari kajian ini yaitu bahwa Walzer memandang Filsafat Islam secara Historis Filologis, dan bukan secara analisis-definitif. Asumsinya, Filsafat Islam hanyalah kelanjutan Yunani yang tidak ada kebaruannya. Karenanya, pendekatan memahami Filsafat Islam menurut Walzer mesti dengan menelusuri sumber-sumber Yunani, Kristen dan Yahudi. Namun hal itu tidak sejalan dengan pandangan Oliver Leaman dan Abdul Raziq bahwa Filsafat Islam, meski menerima Ide-ide Yunani, namun telah diasimilasi dan berwajah Islam.
A Critical Study of Mukhannath's Law as a Homosexual Argumentation Henri Shalahuddin; Syamsul Badi'; Cep Gilang Fikri Ash-Shufi
Media Syari'ah Vol 23, No 2 (2021)
Publisher : Sharia and Law Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jms.v23i2.10340

Abstract

The term mukhannath in the study of Islamic law by Muslim feminists is considered to be the basis for the legitimacy of homosexual behavior. Muslim feminists present the meaning of mukhannath as behavior as well as sexual orientation that is permitted in Islam and in accordance with divine nature, so that homosexuality is a natural act in Islam and must be accepted as it is. On that basis, feminists distinguish homosexuality with liwath behavior that can be applied to homosexual, heterosexual and bisexual perpetrators. This is contrary to Islamic teachings/shari'a regarding the heresy of the Prophet Luth a.s who by the muslim scholars are called luthi, namely the perpetrators of liwath. Likewise, in interpreting mukhannath, the feminist framework is built from the concept of gender which is not derived from the treasures of Islamic scholarship or Islamic perspective. For this reason, the author tries to research and analyze the meaning and concept of mukhannath, and straighten it out according to the Islamic worldview. By using the descriptive-analytical method and using the literature as a database, the researchers came to the following conclusions; The meaning of mukhannath is the behavior of men who resemble women in terms of speech, gestures and clothing. This meaning does not recognize the difference between sexual orientation or behavior, but must be returned to the nature of its creation, namely its absolute gender. The muslim scholars have agreed that homosexual translation in Islam is liwath, which in the Qur'an is punished as destroying human nature (fitrah). The nature of creation (fitrah) must be in harmony with divine destiny which is eternal, as well as homosexual law in Islam is qath'i, not mutaghayyirah. For this reason, it is not appropriate if the gender analysis system is built on the basis of relatively social constructs used in the discussion of qath'i Islamic law.
KONSEP AKTUALISASI DIRI PERSPEKTIF BARAT DAN ISLAM Jarman Arroisi; Cep Gilang Fikri Ash-Shufi; Fajrin Dzul Fadhlil
Zawiyah: Jurnal Pemikiran Islam Vol 8, No 1 (2022): Juli 2022
Publisher : IAIN Kendari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31332/zjpi.v8i1.2964

Abstract

Kajian ini bertujuan untuk Islamisasi konsep-konsep Barat kontemporer terkait dengan aktualisasi diri yang telah tersekulerkan. Dengan menggunakan metode analisis komparasi antara pandangan filusuf Barat dan Islam, kajian ini menemukan beberapa poin. Pertama, aktualisasi menurut filusuf Barat adalah memiliki kecakapan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomor, namun masih bersifat materialistik. Kedua, potensi diri dalam pandangan Barat adalah hasrat seseorang terhadap fenomenologi. Ketiga, aktualisasi diri dalam Islam berbeda dengan Barat, tidak materialistik, tetapi mengandung nilai-nilai Islam yang sakral dan bisa mengantarkan individu pada kedudukan yang sempurna atau Insan Kamil. Keempat, Insan Kamil dalam Islam dapat diejawantahkan melalui aktualisasi potensi diri atau fitrah yang sama sekali tidak disentuh dalam konsep barat.