Fany Juliarti Panjaitan
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Dampak Perbedaan Pola Budidaya Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) terhadap Sifat Kimia dan Populasi Cacing Tanah di Desa Komba-Manggarai Timur Onesimus Ke Lele; Fany Juliarti Panjaitan; Rizki Adiputera Taopan; Dewi Rofita
Agrikultura Vol 32, No 1 (2021): April, 2021
Publisher : Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/agrikultura.v32i1.29781

Abstract

Praktek budidya tanaman telah banyak dilaporkan dapat mempengaruhi sifat tanah maupun keragaman organisme di dalamnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pola budidaya tanaman cengkeh terhadap sifat kimia dan populasi cacing tanah. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2019 - Februari 2020 terdiri dari 2 tahapan, yaitu pengamatan total populasi cacing tanah dan analisis sifat kimia tanah. Pengamatan total populasi cacing tanah dilakukan dengan membuat lubang sekitar 50 cm x 50 cm pada kedalaman 30 cm pada kebun cengkeh yang ditanam secara monokultur dan polikultur kemudian cacing tanah dimasukkan ke dalam botol yang telah berisi alkohol dan diberi label. Pengambilan sampel tanah menggunakan metode purposive sampling untuk analisis sifat kimia tanah. Parameter yang diamati adalah pH (H2O, KCl); C-organik (metode Walkley dan Black); N-total tanah (metode Kjeldahl); P2O5-tersedia (metode Olsen); kation basa Ca2+, Mg2+, K+, Na+ dan KTK (metode N NH4OAc pH 7.0); kation asam H+ dan Al3+ (metode N KCl), dan populasi cacing tanah. Hasil penghitungan populasi cacing tanah pada lokasi budidaya cengkeh polikultur dan monokultur masing-masing sebanyak 14,4 ekor dan 7,75 ekor. Sifat kimia tanah seperti pH (H2O, KCL), C-Organik, nisbah CN, P2O5-tersedia, kation basa Ca2+, Mg2+, K+, Na+, kapasitas tukar kation (KTK) dan kejenuhan basa (KB) pada pola budidaya polikultur cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan monokultur. Kation asam Al3+ pada pola budidaya secara polikultur dan monokultur <0,05 ppm dan kation asam H+ pada pola polikultur lebih rendah dibandingkan monokultur. Pola budidaya tanaman cengkeh secara polikultur menciptakan kondisi sifat kimia dan populasi cacing tanah lebih baik dibandingkan monokultur dan dapat dijadikan sebagai rekomendasi bagi petani dalam budidaya cengkeh.
ISOLATION AND CHARACTERISTICS OF PHOSPHATE SOLUBILZING BACTERIA (PSB) FROM VEGETATIVE AND GENERATIVE PHASE OF MAIZE RHIZOSPHERE Fany Juliarti Panjaitan
JURNAL AGROPLASMA Vol 7, No 2 (2020): AGROPLASMA VOL 7 NO 2
Publisher : UNIVERSITAS LABUHANBATU

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36987/agroplasma.v7i2.1834

Abstract

The plants acquire phosporus from soil solution as phosphate anion. The availability of nutrients is very low in soil and crops compared to the other macronutriens. It precipitates in soil as orthophosphate or absorbed by Al and Fe so that inhibiting the plant growth. Phosphate solubilizing bacteria are able to release the P bond of clay minerals and provide it for crops. The research aimed to get phosphate solubilzing microbes from maize (Zea mays L.) rhizosphere. The soil samples were taken from the maize rhizosphere in both the vegetative and generative phases in the Cikabayan Bogor experimental farm. The phosphate solubilzing bacteria were determined for its ability to dissolve phosphate in liquid Pikovskaya media. The results of research were obtained 16 phosphate solubilizing bacteria, each of the 12 isolates derived from maize rhizosphere in vegetative phase (JM FIO) and 4 isolates in generative phase (JT FIO). The phosphate solubiliton index of each phosphate solubilizing bacteria was varied, namely 2,2-4, the largest dissolution index obtained at JM FIO 1. The largest phosphate dissolving ability in liquid Pikovskaya media was showed by JM FIO 3 isolate, P value was 0,60 ppm or increased 300% of control then followed by JM FIO 9 with 0,43 ppm P. The research also showed that JM FIO 3 and JM FIO 9 were not pathogenic and potentially could be used as biological fertilizer with number of cells at each 4.2 x 109 and 1.2 x 109 CFU/g of carrier.Key Words : Phosphate Solubilizing Microbe, Maize, Rhizosphere
PEMANFAATAN PGPR SEBAGAI SOLUSI KELANGKAAN PUPUK SUBSIDI DI KELOMPOK TANI JARI LAING, DESA BANGKA JONG Onesimus Ke Lele; Fany Juliarti Panjaitan; Maria Imelda Humoen; Christian Agustinus Darloni; Dermianus Magong; Florensius Heriko Jehamur
Jurnal Abditani Vol. 4 No. 2 (2021): Oktober
Publisher : FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ALKHAIRAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31970/abditani.v4i2.73

Abstract

Ketersediaan pupuk organik bersubsidi menjadi salah satu kunci keberhasilan pertanian organik. Perkembangan pertanian dewasa ini lebih mengutamakan kesehatan dan keamanan serta keberlanjutan usaha tani yang ramah lingkungan. Dampak kelangkaan pupuk bersubsidi tidak hanya kepada produksi hasil tanaman yang menurun atau secara kualitas tidak terjamin tetapi juga berdampak pada ekonomi masayarakat miskin yang membutuhkan pupuk bersubsidi dalam usaha budidaya tanaman miliknya. Program pengabdian kepada masyarakat ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kertampilan petani dalam memproduksi pupuk hayati sebagai jawaban atas masalah kelangkaan pupuk organik bersubsidi yang setiap tahun dialami kelompok tani Jari Laing. Melalui pemanfaatan agen hayati Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) yang diproduksi sendiri dapat dimanfaatkan sebagai pengganti pupuk bersubsidi dari pemerintah. Metode yang digunakan dalam kegiatan ini yaitu berupa penyuluhan tentang manfaat PGPR, pelatihan dan pendampingan pembuatan PGPR kepada semua anggota kelompok tani Jari Laing. Hasil dari kegiatan ini adalah mitra dapat memperoleh pengetahuan tambahan tentang manfaat PGPR bagi tanaman. Secara praktis, mitra mampu memproduksi PGPR dalam jumlah yang banyak secara mandiri dengan biaya yang murah tanpa dibatasi ruang dan waktu dalam memproduksinya. Dalam pelaksanaan kegiatan ini, dosen dan mitra berpartisipasi aktif sehingga berdampak langsung kepada peningkatan kemampuan petani dalam memproduksi PGPR.
Pengembangan Agribisnis Bawang Merah di Dataran Tinggi Bersama Kelompok Wanita Tani Desa Wae Ri’i Kabupaten Manggarai Rizki Adiputra Taopan; Polikarpus Payong; Onesimus Ke Lele; Fany Juliarti Panjaitan
Agrokreatif: Jurnal Ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat Vol. 9 No. 2 (2023): Agrokreatif Jurnal Ilmiah Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/agrokreatif.9.2.248-257

Abstract

The development of shallot agribusiness in the highlands, especially in WaeRi'i Village, Manggarai Regency, has not been optimal due to various obstacles such as the lack of farmer’s knowledge, the limited input production, and the lack of shallot agribusiness training. To solve the obstacles, community service is held to improve the knowledge, skills, and attitudes of Women Farmer Group members in the development of shallot agribusiness, in the highlands of WaeRi'i Village. In the early stages, it was found that all group members did not have in-depth knowledge and were still have technical and non-technical constraints in shallot agribusiness development. The implementation method is (1) identifying problems through interviews (2) agricultural extension related to group organizing, risk management, and risk prevention (3) shallot cultivation technical training (4) field assistance (5) agricultural marketing socialization (6) monitoring and evaluation. Community service gives a real positive impact which can be seen through the pre-test result of 6.73% and 16.16% post-test results. The success of the program can also be seen from the results of the monitoring and evaluation so that the general conclusion of shallot agribusiness development in the highlands with the Women Farmer Group has increased from the criteria of not being good to be good enough. Furthermore, it is hoped that there will be efforts to increase group capacity better than before in the future.