Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA PARIWISATA ABAD XXI Handoyo, Sapto
Wahana Informasi Pariwisata : MEDIA WISATA Vol 2, No 1 (2003)
Publisher : STP AMPTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkembangan industri pariwisata di Indonesia pertumbuhannya membaik. Kondisi ini menuntut Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia pariwisata yang profesional dan trampil yang siap bekerja di dunia industri pariwisata. Beberapa langkah strategis dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Dan tindakan nyata yang terkait dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia pariwisata harus segera diwujudkan. Diantaranya: Pertama. Pemerintah dan masyarakat harus aktif untuk turut membantu mengurangi penduduk Indonesia yang berpendidikan rendah, serta yang tidak bisa bersekolah. Misalnya, pemberian beasiswa-beasiswa harus terus ditingkatkan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar, sampai pada Perguruan Tinggi. Di abad XXI seperti sekarang, generasi muda yang loyo, tidak berpendidikan, tidak berkualitas dan tidak profesional sangat tidak dibutuhkan dalam sektor jasa, khususnya pariwisata. Kedua, pelaksanaan sistem pendidikan "Link & Match" harus segera diwujudkan dengan sungguh-sungguh. Hal ini bisa dilakukan dengan On THe Job Training secara bertahap dan mendapatkan sertifikasi keahlian setara Internasional. Ketiga, menambah program S-1 pariwisata, dalam jangka pendek dan jalur program S2-S3 pariwisata dalam jangka panjang, dimana beberapa paket materi pengajaran yang berorientasi global dan beberapa mata kuliah global yang terkait dengan pariwisata. Demikian pula Tri Dharma terpadu dapat dimulai dari dharma penelitian eksploratif tentang sadar wisata masyarakat juga harus digalakkan. Keempat, dengan membentuk organisasi Masyarakat Peduli/Pecinta Pariwisata, Seni dan Budaya. Dengan cara memberikan wawasan pengetahuan dan pengalaman, juga bekal ketrampilan kepada anggota Masyarakat Peduli / Pecinta Pariwisata, Seni dan Budaya. Kelima, berkaitan dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah, maka seharusnya Pemerintah memberikan pendidikan dan pelatihan bagi karyawan tingkat manajerial pada Kantor Dinas Pariwisata maupun karyawan Hotel, Restoran atau Biro Perjalanan Wisata yang berdomisili di Daerah Tingkat II. Juga memberikan Crash Program pendidikan akademis untuk masing-masing bidang pada dunia kepariwisataan misalnya : Perhotelan dan Usaha Perjalanan Wisata dengan memberikan ijasah D III dan S1. Demikian bagi yang sudah lulus Program S1 disarankan untuk mengambil Program S2 yang berkaitan dengan kepariwisataan. Keenam, dengan membentuk standar kompetisi atas setiap pekerjaan oleh industri pariwisata. Kesemuanya harus didukung dengan kualitas mental yang harus dimiliki dengan cara pendalaman pendidikan agama dan penerapan disiplin sejak dini.
PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA PARIWISATA ABAD XXI Handoyo, Sapto
JURNAL MEDIA WISATA: Wahana Informasi Pariwisata Vol 2, No 1 (2003)
Publisher : Sekolah Tinggi Pariwisata AMPTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36276/mws.v2i1.70

Abstract

Perkembangan industri pariwisata di Indonesia pertumbuhannya membaik. Kondisi ini menuntut Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia pariwisata yang profesional dan trampil yang siap bekerja di dunia industri pariwisata. Beberapa langkah strategis dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Dan tindakan nyata yang terkait dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia pariwisata harus segera diwujudkan. Diantaranya: Pertama. Pemerintah dan masyarakat harus aktif untuk turut membantu mengurangi penduduk Indonesia yang berpendidikan rendah, serta yang tidak bisa bersekolah. Misalnya, pemberian beasiswa-beasiswa harus terus ditingkatkan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar, sampai pada Perguruan Tinggi. Di abad XXI seperti sekarang, generasi muda yang loyo, tidak berpendidikan, tidak berkualitas dan tidak profesional sangat tidak dibutuhkan dalam sektor jasa, khususnya pariwisata. Kedua, pelaksanaan sistem pendidikan "Link & Match" harus segera diwujudkan dengan sungguh-sungguh. Hal ini bisa dilakukan dengan On THe Job Training secara bertahap dan mendapatkan sertifikasi keahlian setara Internasional. Ketiga, menambah program S-1 pariwisata, dalam jangka pendek dan jalur program S2-S3 pariwisata dalam jangka panjang, dimana beberapa paket materi pengajaran yang berorientasi global dan beberapa mata kuliah global yang terkait dengan pariwisata. Demikian pula Tri Dharma terpadu dapat dimulai dari dharma penelitian eksploratif tentang sadar wisata masyarakat juga harus digalakkan. Keempat, dengan membentuk organisasi Masyarakat Peduli/Pecinta Pariwisata, Seni dan Budaya. Dengan cara memberikan wawasan pengetahuan dan pengalaman, juga bekal ketrampilan kepada anggota Masyarakat Peduli / Pecinta Pariwisata, Seni dan Budaya. Kelima, berkaitan dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah, maka seharusnya Pemerintah memberikan pendidikan dan pelatihan bagi karyawan tingkat manajerial pada Kantor Dinas Pariwisata maupun karyawan Hotel, Restoran atau Biro Perjalanan Wisata yang berdomisili di Daerah Tingkat II. Juga memberikan Crash Program pendidikan akademis untuk masing-masing bidang pada dunia kepariwisataan misalnya : Perhotelan dan Usaha Perjalanan Wisata dengan memberikan ijasah D III dan S1. Demikian bagi yang sudah lulus Program S1 disarankan untuk mengambil Program S2 yang berkaitan dengan kepariwisataan. Keenam, dengan membentuk standar kompetisi atas setiap pekerjaan oleh industri pariwisata. Kesemuanya harus didukung dengan kualitas mental yang harus dimiliki dengan cara pendalaman pendidikan agama dan penerapan disiplin sejak dini.
IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP JURNALIS MARIE COLVIN YANG TEWAS DITANGAN PEMERINTAH SURIAH DI WILAYAH KONFLIK BERSENJATA BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Nabila, Yesariza; Handoyo, Sapto; Antoni, Herli
YUSTISI Vol 12 No 3 (2025)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v12i3.21576

Abstract

Peristiwa tewasnya Marie Colvin, seorang jurnalis asal Amerika Serikat dalam konflik bersenjata di Suriah menjadi salah satu bukti nyata lemahnya pelindungan hukum terhadap jurnalis di wilayah konflik bersenjata. Studi ini bertujuan untuk menganalisis penerapan norma hukum internasional dan hukum humaniter internasional dalam menjamin keselamatan jurnalis yang meliput di zona konflik dengan fokus pada instrumen hukum yang berlaku dan hambatan dalam penerapannya secara konkret. Melalui pendekatan yuridis normatif, deskriptif analitis dan analisis kasus, penelitian ini menelaah sejumlah instrumen seperti Konvensi Den Haag 1907, Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan I 1977. Jurnalis secara yuridis dikategorikan sebagai warga sipil yang berhak atas perlindungan, namun dalam praktiknya, masih terjadi kekosongan perlindungan ketika negara menjadi pihak yang diduga sebagai pelaku. Hasil kajian menunjukkan adanya kesenjangan antara norma hukum dan implementasinya. Ketiadaan mekanisme penegakan yang efektif, keterbatasan yurisdiksi, serta kerumitan dalam proses pembuktian menjadi tantangan utama dalam menjamin akuntabilitas atas kematian Marie Colvin. Diperlukan penguatan instrumen internasional, peningkatan kerja sama lintas negara, serta pembentukan prosedur yang lebih responsif dalam menangani pelanggaran terhadap jurnalis di wilayah konflik. Kata kunci: Jurnalis, Konflik Bersenjata, Marie Colvin, Hukum Humaniter Internasional, Suriah.
IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP JURNALIS MARIE COLVIN YANG TEWAS DITANGAN PEMERINTAH SURIAH DI WILAYAH KONFLIK BERSENJATA BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Nabila, Yesariza; Handoyo, Sapto; Antoni, Herli
YUSTISI Vol 12 No 3 (2025)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v12i3.21576

Abstract

Peristiwa tewasnya Marie Colvin, seorang jurnalis asal Amerika Serikat dalam konflik bersenjata di Suriah menjadi salah satu bukti nyata lemahnya pelindungan hukum terhadap jurnalis di wilayah konflik bersenjata. Studi ini bertujuan untuk menganalisis penerapan norma hukum internasional dan hukum humaniter internasional dalam menjamin keselamatan jurnalis yang meliput di zona konflik dengan fokus pada instrumen hukum yang berlaku dan hambatan dalam penerapannya secara konkret. Melalui pendekatan yuridis normatif, deskriptif analitis dan analisis kasus, penelitian ini menelaah sejumlah instrumen seperti Konvensi Den Haag 1907, Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan I 1977. Jurnalis secara yuridis dikategorikan sebagai warga sipil yang berhak atas perlindungan, namun dalam praktiknya, masih terjadi kekosongan perlindungan ketika negara menjadi pihak yang diduga sebagai pelaku. Hasil kajian menunjukkan adanya kesenjangan antara norma hukum dan implementasinya. Ketiadaan mekanisme penegakan yang efektif, keterbatasan yurisdiksi, serta kerumitan dalam proses pembuktian menjadi tantangan utama dalam menjamin akuntabilitas atas kematian Marie Colvin. Diperlukan penguatan instrumen internasional, peningkatan kerja sama lintas negara, serta pembentukan prosedur yang lebih responsif dalam menangani pelanggaran terhadap jurnalis di wilayah konflik. Kata kunci: Jurnalis, Konflik Bersenjata, Marie Colvin, Hukum Humaniter Internasional, Suriah.