Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Kewenangan BPSK Dalam Memeriksa dan Mengadili Perkara Asuransi; Studi Kasus Pada Perkara Antara Drs. Khamdani dengan PT Asuransi Bina Dana Arta Tbk. Cabang Banjarmasin dan PT Oto Multiartha Cabang Sampit Tahun 2016 Jaibril Zukhri Arief Suwarsogo; Bambang Arwanto
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 8, No 6 (2021)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v8i6.23245

Abstract

Consumers are positioned as vulnerable parties as a result of business actors frequently violating their rights. BPSK is present as a solution for violations committed by business actors against consumers, having regard for the condition of consumers who are frequent victims. BPSK's presence is mandated by law to provide legal protection for consumers. However, BPSK's authority is frequently questioned when it comes to resolving insurance disputes. The writing style is normative juridical with a literature review to describe a fact contained in the Consumer Insurance Legal Protection Decision, which was later decided by BPSK Sampit. According to the study's findings, BPSK was established to resolve simple small-scale consumer disputes in accordance with the two laws and regulations, ensuring that BPSK's decisions were binding on the parties and that all actions had strong legal legitimacy as court decisions.Keywords: Consumer Protection Act; Insurance; BPSK; Court Decision; Review AbstrakKonsumen diposisikan sebagai pihak yang rentan karena haknya sering dilanggar oleh pelaku usaha. Melihat kondisi Konsumen yang kerap menjadi korban maka hadir BPSK sebagai solusi atas pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha terhadap konsumen. Hadirnya BPSK sebagai badan yang diamanatkan undang-undang untuk memberikan jaminan perlindungan hukum konsumen. Namun BPSK sering dipertanyakan kewenangannya terkait penyelesaian sengketa dalam kasus perasuransian. Metode penulisan yang digunakan adalah metode yuridis normatif dan studi literatur yang memaparkan suatu fakta yang ada dalam Putusan Perlindungan Hukum Asuransi Konsumen, yang kemudian diputuskan oleh BPSK Sampit. Hasil penelitian menyatakan bahwa BPSK dibentuk untuk menyelesaikan kasus-kasus sengketa konsumen skala kecil yang bersifat sederhana berdasarkan kedua peraturan perundang-undangan tersebut sehingga Putusan BPSK bersifat kasasi bagi para pihak dan pada segala tindakan mempunyai legitimasi hukum yang kuat sebagai putusan pengadilan.Kata Kunci: UU Perlindungan Konsumen, Asuransi, BPSK, Putusan Pengadilan, Peninjauan Kembali
Tanggungjawab Debitur Atas Utang Piutang Dengan Menggunakan Persetujuan Isteri atau Suami Palsu Yang Dilakukan Di Koperasi Erianto Krisbiantoro; Bambang Arwanto
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 8, No 6 (2021)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v8i6.23246

Abstract

This research is based on the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, Law no. 17 of 2012 concerning cooperatives, the Criminal Code and the Civil Code or other regulations that are relevant or relevant to quote, as well as theories from library materials that are in accordance with the problems raised in this study. The conclusion of this study is that the first factor that causes the debtor to falsify the consent of a fake husband or wife can be due to several factors, namely: the existence of a disharmonious relationship with the husband or wife, the desire of the debtor to reap personal benefits, the desire of the debtor to obtaining benefits for other people, the existence of such forgery is for corporate crimes, or just to facilitate the process of realizing credit applications by debtors. Secondly, the accountability of debts and receivables in cooperatives with the approval of a fake wife or husband then is a criminal act of forgery which can be subject to Article 263 of the Criminal Code. fake letters or falsifying letters, Article 264 of the Criminal Code falsifying authentic deeds or Article 266 of the Criminal Code (ordering to enter false information into an authentic deed. Thirdly, the Accountability of the Debtor for Debts and Receivables in a civil manner Using Approval I fake wife or husband that is done in a cooperative. The liability of the debtor in the event of a default action carried out on the credit agreement contract carried out by the debtor of the cooperative, where in the event of a default, the debtor must remain accountable for the contract he has made on the basis of Articles 1243, 1266, 1267. The Civil Code (KUHPer). In essence, the debtor is required to pay compensation, the creditor asks for the cancellation of the agreement through the court, or the creditor can ask for the fulfilment of the agreement, the fulfilment of the agreement with compensation and the cancellation of the agreement with compensation.Keywords: Responsibility; Accounts Payable; Counterfeit AbstrakPenelitian ini didasarkan undang-undang dasar NKRI 1945, undang-undang no. 17 tahun 2012 tentang perkoperasian, Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab undang-undang hukum perdata atau peraturan lainya yang berkaitan atau relefan untuk di kutip, serta teori-teori dari bahan pustaka yang sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah yang pertama factor penyebab debitur melakukan pemalsuan terhadap persetujuan suami atau istrei palsu bisa dikarenakan beberapa factor yakni : adanya hubungan yang tidak harmonis dengan pasangan suami atau isteri, adanya keinginan dari debitur untuk meraup keuntungan pribadi, adanya keinginan dari debitur untuk memperoleh keuntungan untuk oranglain, adanya pemalsuan tersebut untuk kejahatan koorporasi, atau hanya untuk memudahkan proses realisasi pengajuan kredit oleh debitur.yang kedua pertanggungjawaban utang piutang di koperasi atas persetujuan istri atau suami palsu maka hal tersebut merupakan tindak pidana pemalsuan yang bisa dikenai Pasal 263 KUHPidana membuat surat palsu atau memalsukan surat, Pasal 264 KUHPidana memalsukan akta-akta otentik atau Pasal 266 KUHPidana (menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik.yang ketiga Pertanggungjawaban Debitur Atas Utang Piutang secara perdata Dengan Menggunakan Persetujuan Isteri Atau Suami Yang Palsu Yang Dilakukan Di Koperasi. Pertanggungjawaban debitur tersebut dalam hal tindakan wanprestasi yang dilakukan atas akad perjanjian kredit yang dilakukan oleh debitur dikoperasi, dimana dalam hal telah terjadi wanprestasi maka debitur harus tetap mempertanggungjawabkan akad yang telah dibuatnya dengan landasan pada Pasal 1243, 1266 , 1267. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer). Yang intinya Debitur diharuskan membayar ganti rugi, Kreditur minta pembatalan perjanjian melalui pengadilan, atau Kreditur dapat minta pemenuhan perjanjian, pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi dan pembatalan perjanjian dengan ganti rugi.Kata Kunci: Tanggungjawab; Utang Piutang; Pemalsuan
Kekuatan Pembuktian Akta Di Bawah Tangan Dihubungkan Dengan Kewenangan Notaris Dalam Pasal 15 Ayat (2) Uu Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Bambang Arwanto; Adillah Bahirah
Mizan: Journal of Islamic Law Vol 5, No 2 (2021): MIZAN: Journal of Islamic Law
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32507/mizan.v5i2.1048

Abstract

Notary is one of professions lawful services to public, which has responsibilities related with authentic attesting instruments, such as, letters, certificates, or documents made by him/her in written form concerning various lawful actions. A Notary is a public officer having an authority to compose authentic certificates and other authorities as long as it is not exluded or appointed to other officers in accordance with act Number 30 year 2004 about the profession of Notary. Besides having an authority to compose authentic certificate, a notary also has authorities to compose Legalization, Waarmerking (Validation Mark), regulated in Article 15 verse 2 of Act Number 30 Year 2004 about the Profession of Notary. This research examines the power of attesting the privately-made certificates that have accepted Legalization, Waarmerking (Validation Mark), as the attesting instruments in the court, and concerning the privately-made certificates, they may be annulled by a judge. The research method used is the juridical-normative approach, the research specification is descriptive analytical, the data sources used are primary data in the form of research on written legal norms and secondary data, namely the data needed to complete the primary data. The data analysis method used is qualitative analysis method. The research result show that the functions of Legalization, Waarmerking, concerning the privately- made certificates give certainty to a judge about the date, signature, and identities of the parties conducting those agreements, thus, it may assist the judge in attesting. The privately-made certificates that have accepted Legalization, Waarmerking, made by the notary may be annulled by the judge although the function of a judge in attesting is only to distribute the task of attesting. However, ex officio, a judge is unable to annual a certificate if an annulment is not proposed because the judge may not determine what is not proposed. Among them are, a certificate may be annulled if it does not fulfill the subjective and objective elements of an agreement and/or it does not fulfill the requirements and order of an agreement according to the Act of the Profession of Notary.Keywords: the privately-made certificates, Legalization, Waarmerking, The power of attesting. ABSTRAKNotaris merupakan salah satu profesi yang menjalankan pelayanan hukum kepada masyarakat luas, yang memiliki tanggung jawab berkenaan dengan alat bukti otentik berupa, surat-surat, akta- akta ataupun dokumen yang dibuatnya secara tertulis atas berbagai perbuatan hukum. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sepanjang tidak di kecualikan atau ditugaskan kepada pejabat lain menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, kewenangan selain membuat akta otentik notaris berwenang pula membuat Legalisasi, Waarmerking yang diatur dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-undang Jabatan Notaris. Penelitian ini menelaah mengenai kekuatan pembuktian akta di bawah tangan yang telah memperoleh Legalisasi, Waarmerking sebagai alat bukti di sidang Pengadilan dan terhadap akta di bawah tangan tersebut dapat dibatalkan oleh hakim. Metode Penelitian yang digunakan adalah Metode pendekatan yuridis- normatif, spesifikasi penelitian yang bersifat deskriptif analitis, sumber data yang dipakai adalah data primer berupa penelitian terhadap norma hukum tertulis dan data sekunder yaitu data yang diperlukan untuk melengkapi data primer. metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan fungsi Legalisasi, Waarmerking atas akta yang dibuat dibawah tangan memberikan kepastian bagi hakim mengenai tanggal, tandatangan, identitas, dari para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut, sehingga membantu hakim dalam hal pembuktian. Akta di bawah tangan yang telah memperoleh Legalisasi, Waarmerking, dari Notaris dapat dibatalkan oleh hakim meskipun tugas hakim dalam hal pembuktian hanya membagi beban membuktikan, tetapi hakim tidak dapat membatalkan suatu akta kalau tidak dimintakan pembatalan, karena hakim tidak boleh memutuskan yang tidak diminta, diantaranya suatu akta dapat dibatalkan jika tidak memenuhi unsur subjektif dan unsur objektif suatu perjanjian dan/atau tidak memenuhi syarat dan tata cara untuk itu menurut Undang-undang Jabatan Notaris.Kata Kunci : Akta di bawah tangan, Legalisasi, Waarmerking, Kekuatan Pembuktian
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Terhadap Penyelenggaraan Penanaman Modal di Daerah Bambang Arwanto; Edi Surohadi
Jatiswara Vol 35 No 2 (2020): Jatiswara
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jatiswara.v35i2.251

Abstract

Tulisan ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Fokus pembahasan pada ratio legis dan akibat hukum ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Terhadap Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur. Dimana diketahui bahwa Ratio legis ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 didasarkan pada pertimbangan bahwa Pemerintah Pusat berusaha mengadakan percepatan dan peningkatan penanaman modal dan berusaha, dengan menerapkan pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal serta Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 mengakibatkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Penanaman Modal sebagai dasar penyelenggaraan penanaman modal di Provinsi Jawa Timur bertentangan Perundang Undangan lebih tinggi sehingga perlu diselaraskan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018.
KEPASTIAN HUKUM PENERBITAN PERSETUJUAN LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA SURABAYA Syafira Indra Rochmana; Bambang Arwanto
Jurnal HUKUM BISNIS Vol 6 No 1 (2022): Volume 6 Nomor 1 April 2022
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Narotama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Environmental Permit is a license that must be owned by business actors. Therefore, the Surabaya City government issued a regulation regarding environmental permits. However, with the issuance of a new regulation, namely the Job Creation Act and its derivatives, the Surabaya City Mayor contradicts the regulation. Surabaya, namely revoking these regulations and replacing new regulations in accordance with higher regulations in force. Key Words: Environmental Permits, Government Actions, City of Surabaya
KEPASTIAN HUKUM PENGGUNAAN PASAL 27 AYAT (2) UU ITE DALAM PERJUDIAN ONLINE : Studi Putusan Nomor : 95/Pid.P/2021/Pn.Sby Muh. Miqdad Al-Qifari; Tanudjaja Tanudjaja; Bambang Arwanto
Bureaucracy Journal : Indonesia Journal of Law and Social-Political Governance Vol. 3 No. 1 (2023): Bureaucracy Journal : Indonesia Journal of Law and Social-Political Governance
Publisher : Gapenas Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53363/bureau.v3i1.287

Abstract

Online gambling is gambling through electronic media that uses internet access as an intermediary. In this online gambling game, money is used as a bet according to the rules of the game and the number of bets is determined by the players. in principle gambling is prohibited as stipulated in article 303 of the Criminal Code, article 303 bis of the Criminal Code and the ITE Law article 27 paragraph (2). The researcher found a discrepancy in the application of the article to the Surabaya District Court decision Number: 95/Pid.B/2021/Pn.Sby in the case of online gambling crimes from this problem, so researchers can formulate this problem, namely 1.) What is the Ratio Decide in the Application of Criminal Sanctions in Verdict Number: 95/Pid.B/2021/Pn.Sby? 2.) What is the Legal Certainty on the Use of Article 27 Paragraph (2) of the ITE Law in Online Gambling Crimes in Decision Number: 95/Pid.B/2021/Pn.Sby?. the method used by researchers is a normative juridical type with a statutory approach (Statute Approach), conceptual approach (Conceptual Approach), and case approach (Case Approach). in this decision, the judge used article 303 paragraph (1) 1st of the Criminal Code, the judge should have paid attention to the provisions of the Lex Specialist Derogate Legi Generalis principle by applying article 27 paragraph (2) which regulates the crime of online gambling which is not regulated in article 303 paragraph (1) 1st Criminal Code
KEABSAHAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SURABAYA NOMOR 117/PDT.SUS-PHI/2020/PN.SBY TENTANG PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA YANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA BESERTA PERATURAN PELAKSANANYA (STUDI KASUS : PT. WONOKOYO JAYA CORPORINDO) Amadis Rasendhriya Yustiarachman; Soemali Soemali; Bambang Arwanto
Bussman Journal : Indonesian Journal of Business and Management Vol. 3 No. 1 (2023): Bussman Journal | Januari - April 2023
Publisher : Gapenas Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53363/buss.v3i1.134

Abstract

Humans as social beings generally have basic needs such as clothing, food and shelter. To fulfill these basic needs, humans are required to find a source of income, namely by working. In a job there is also a relationship called industrial relations. This study entitled "The Legitimacy of the Surabaya District Court Decision Number 117/Pdt.Sus-PHI/2020/PN.Sby Concerning Unilateral Termination of Employment (Case Study: PT. Wonokoyo Jaya Corporindo)" has a formulation of the problem, this problem include: what is the difference between termination of employment regulated in Law Number 13 of 2003 with Government Regulation in lieu of Law Number 2 of 2022, and whether the Surabaya District Court Decision Number 117/Pdt.Sus-PHI/2020/PN.Sby has used Law Number 11 of 2020 along with its implementing regulations. The results of this research analysis indicate that there are differences between Law Number 13 of 2003 and Government Regulation in lieu of Law Number 2 of 2022 regarding the amount of rights obtained for workers who have currently termination of employment due to disobey the company regulation and the judges of Surabaya District Court have not used provisions of Law Number 11 of 2020 and their implementing regulations
Kewenangan penguasa negara terhadap sumberdaya alam atas bentuk pengusahaan perkebunan sawit Nur Aviva Ramadhani; Anggia Ekitiana Setyowati; Bambang Arwanto
Cessie : Jurnal Ilmiah Hukum Vol. 1 No. 2 (2022): Cessie: Jurnal Ilmiah Hukum
Publisher : ARKA INSTITUTE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55904/cessie.v1i2.205

Abstract

Pemberian izin perkebunan sawit membawa berbagai dampak negatif dalam berbagai segi. Selain kerusakan lingkungan yang pasti ditimbulkannya, juga menimbulkan banyak terjadi kebocoran dalam penerimaan keuangan negara yang seharusnya diterima oleh Negara. Seharusnya izin merupakan instrumen pengendali dalam pengusahaan perkebunan sawit agar sesuai dengan makna filosofis sebagaimana diamanatkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Makna yang terkandung dalam Pasal tersebut adalah prinsip “kewenangan Menguasai Negara” terhadap sumber daya alam dan amanat “untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Kedua hal itulah yang kemudian harus dijadikan dasar dalam penyusunan berbagai kebijakan baik yang bersifat mengatur (regeling) maupun yang bersifat menetapkan (keputusan/perizinan). Terkait perizinan, sudah diberikan sejak pemerintah Hindia Belanda dengan bentuk “Konsesi” sebagaimana diatur dalam Indische Mijnwet 1899. Karena itu jurnal ini ingin mencari bentuk pengusahaan (termasuk perizinan) yang sesuai dengan konsep kewenangan Menguasai oleh Negara sesuai Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Pengelolaan Ruang Melalui Instrumen Izin Mendirikan Bangunan pada Daerah Industri di Kota Padang Dion Fahrel Setyawan; M. Andalan S; Bambang Arwanto
ULIL ALBAB : Jurnal Ilmiah Multidisiplin Vol. 1 No. 12: November 2022
Publisher : CV. Ulil Albab Corp

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/jim.v1i12.1114

Abstract

Seiring perkembangan waktu dan kebutuhan kehidupan manusia di dalam sebuah kota pada kenyataannya tidak selalu diikuti dengan pengembangan serta perubahan yang mendukung dalam kawasan tersebut sehingga terjadi ketimpangan-ketimpangan baik secara sosial, ekonomi, budaya, politik dan pendidikan. Oleh sebab itu pemerintah kota Padang mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Padang Tahun 2010-2030. Tujuan diadakannya aturan tersebut agar ruang yang terbatas mampu menampung dan mendukung kebutuhan yang terbatas. Rencana tata ruang yang tidak sesuai dengan peruntukannya dalam pengendalian pemanfaatan ruang akan menimbulkan dampak negatif terhadap kawasan itu sendiri seperti Bypass Kecamatan Lubuk Begalung merupakan kawasan industri yang didorong perkembangannya, akan tetapi pemerintah daerah masih mengeluarkan Izn Mendirikan Bangunan (IMB) yang diperuntukan bukan industri pada kawasan tersebut, hal ini tentu tidak mengikuti aturan yang berlaku dalam Pasal 71 ayat (3) Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Padang Tahun 2010-2030. Dalam penelitian ini penulis melakukan metode dengan pendekatan masalah yuridis sosiologis bersifat deskriptif melalui sumber data primer dan data sekunder. Penelitian dilakukan di Dinas Tata Ruang Tata Bangunan dan Perumahan Kota Padang dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Padang.
Tinjauan Yuridis Normalisasi Bantaran Sungai Kalianak Surabaya Yunita Windriana; Nizar Naufal Khoiriyah; Bambang Arwanto
PESHUM : Jurnal Pendidikan, Sosial dan Humaniora Vol. 1 No. 4: Juni 2022
Publisher : CV. Ulil Albab Corp

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/peshum.v1i4.476

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan tinjauan yuridis terkait normalisasi bantaran sungai Kalianak Surabaya. Berkaitan dengan penyelenggaraan tata ruang yang dalam pelaksanaannya tentunya berdasarkan hukum, diharapkan dapat membantu pelestarian dan pengembangan lingkungan dan Kawasan penataan ruang dan juga memperhatikan perizinan sebagai legalitas pelaksanaan penataan ruang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan dan analisis data. Adapun hasil penelitian ini adalah bahwa tinjauan yuridis terhadap normalisasi sungai Kalianak Surabaya adalah sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Hal demikian dapat dilihat dari proses pelaksanaan yang dilakukan secara bertahap sesuai dengan aturan yang ada. Hal ini terlihat dari proses pelaksanaan yang dilakukan secara bertahap sesuai dengan peraturan yang ada.