Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

Hubungan Vitiligo Area Scoring Index (Vasi) dengan Dermatology Life Quality Index (Dlqi) pada Pasien Vitiligo di RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode 2015-2016 Ennesta Asri; Puridelko Kampar
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 8, No 3 (2019): Online September 2019
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v8i3.1034

Abstract

Vitiligo merupakan suatu gangguan pigmentasi, berupa makula hipopigmentasi disebabkan karena hilangnya fungsi melanosit epidermis secara kronik dan progresif. Vitiligo ditemukan pada 0,1-2,9% populasi penduduk dunia. Vitiligo dapat sangat mengganggu bagi penderitanya terutama dari segi kosmetik sehingga dapat mengganggu kualitas hidupnya. Tujuan penelitian ini adalah menentukan hubungan VASI dan DLQI pasien vitiligo yang datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RS. Dr M Djamil Padang periode 2015-2016. Jenis penelitian ini adalah penelitian retrospektif dengan mengumpulkan data dari rekam medis pasien vitiligo yang datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin Januari 2015 – Desember 2016. Dilakukan tabulasi usia, jenis kelamin, skor VASI, skor DLQI dan dicari hubungan antara skor VASI dan DLQI. Hasil: Pada penelitian ini, terdapat 34 pasien vitiligo yang masuk kriteria inklusi di Poliklinik Kulit dan Kelamin. Usia terbanyak ditemukan pada kelompok umur 25-44 tahun. Perbandingan perempuan:laki-laki = 4:1. Pasien dengan VASI ringan 27 pasien (79%), sedang 7 pasien (21%). DLQI didapatkan yang berpengaruh ringan (skor 2-5) 24,7%, berpengaruh sedang (skor 6-10) 75,3 %. Berdasarkan rekam medis dari tahun 2015 dan 2016, insiden tertinggi vitiligo adalah perempuan dengan usia terbanyak dikenai pada kelompok umur 25-44 tahun. Pasien dengan VASI ringan 27 pasien. Pengaruh derajat kualitas hidup terbanyak adalah derajat sedang. Terdapat hubungan antara peningkatan VASI dengan skor DLQI yang bermakna secara statistik (p=0,00034). Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara peningkatan skor VASI dengan pengaruh penyakit vitiligo tersebut terhadap kehidupan pasien.
Debulking keloid pada telinga kiri Ennesta Asri; Sri Lestari; Nadya Hasriningrum; Meligasari L Gaya
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 7 (2018): Supplement 3
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v7i0.866

Abstract

Pendahuluan: Keloid adalah lesi proliferatif jinak dari jaringan konektif dermis yang biasanya dihasilkan dari respon jaringan terhadap trauma kulit pada orang-orang dengan predisposisi, dimana tidak sembuh secara spontan. Terapi keloid dipilih bergantung pada ukuran lesi, lokasi, kedalaman lesi, usia pasien dan respon terhadap pengobatan terakhir. Terapi pembedahan pada keloid yang besar dan tidak bertangkai seperti keloid pada daun telinga merupakan pilihan. Kasus: Dilaporkan satu kasus debulking keloid di daun telinga kiri pada laki-laki 19 tahun. Pasien mengeluhkan timbul benjolan sewarna kulit yang terasa sedikit gatal di daun telinga kiri sejak 1 tahun yang lalu akibat luka robek kecelakaan lalu lintas 2 tahun yang lalu. Tidak ada riwayat pengobatan sebelumnya pada benjolan tersebut. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum baik, tanda vital dalam batas normal. Status dermatologikus pada helix aurikula sinistra didapatkan adanya skar hipertrofik dengan ukuran 2cm x 1cm x 0,5cm, permukaan licin, keras, mengkilat, imobile, dan telangiektasis. Pasien dilakukan debulking keloid menggunakan anestesi lokal dengan lidocaine  2% + pehacaine 1:80.000. Setelah 3 minggu paska operasi, luka baik dengan ukuran keloid mengecil. Pasien direncanakan injeksi triamsinolon acetonide 40 mg 1 minggu lagi. Diskusi:  Lini pertama terapi keloid adalah injeksi kortikosteroid intralesi. Kombinasi bedah dan triamsinolon asetonid intralesi dapat mencegah kekambuhan keloid.
Correlation between Cholesterol Serum Level and Xanthelasma from Januari 2014 until Desember 2018 in Dermato-Venereology Outpatient Clinic of Dr. M.Djamil Hospital Padang Puridelko Kampar; Sri Lestari; Qaira Anum; Ennesta Asri
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 8, No 2 (2019): Online Juni 2019
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v8i2.1011

Abstract

Xantelasma adalah penyakit kulit yang mengenai dewasa muda dan usia lebih tua. Diagnosis dapat ditegakkan hanya dengan klinis. Xantelasma dapat merupakan penanda penyakit tertentu. Hyperlipidemia dilaporkan terjadi pada sekitar 50% pasien. Belum ada data mengenai hubungan kolesterol dan xantelasma di poliklinik dermato-venereologi dari Januari 2014 sampai Desember 2018. Tujuan penelitian ini adalah menentukan hubungan kadar kolesterol dan xantelasma di klinik rawat jalan dermato-venereology Rumah Sakit Dr. M. Djamil dari Januari 2014 sampai Desember 2018. Penelitian ini adalah studi retrospektif yang dilakukan dengan menganalisis rekam medis xantelasma pasien di Poliklinik Dermato-Venereology RS Dr. M. Djamil dari Januari 2014 sampai Desember 2018. Hasil studi mendapatkan 28 pasien xantelasma dan 28 kontrol, 8 pasien (28,57%) adalah laki-laki dan 20 pasien (71,43%) adalah perempuan. Usia paling dominan adalah 36-45 tahun pada 15 pasien (53,57%). Durasi onset xantelasma 50% pasien lebih dari 2 tahun. Temuan laboratorium yang paling umum adalah hiperkolesterolemia pada 21 kasus (75%). Dalam penelitian ini, 14,28% pasien memiliki penyakit sistemik seperti diabetes melitus dan hipertensi. Terdapat korelasi antara kadar kolesterol dan xantelasma secara statistik (p<0,05). Simpulan penelitian ini adalah terdapat korelasi antara xantelasma dan kadar kolesterol yang bermakna. Xanthelasma dapat mejadi penanda hiperlipidemia.
The Correlation between Human papillomavirus and Increased Expression of p53 in Seborrheic Keratosis Fesdia Sari; Sri Lestari; Rina Gustia; Ennesta Asri; Tofrizal Tofrizal
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 32 No. 3 (2020): DECEMBER
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/bikk.V32.3.2020.195-199

Abstract

Background: Seborrheic keratosis is a benign epidermal skin tumor caused by sun exposure, virus, and genetic factor. Human papillomavirus (HPV) infection presumed to have an important role in seborrheic keratosis. Protein p53 is a protein produced by tumor suppressor gene. There has been no research that correlates of HPV with p53 increase in seborrheic keratosis. Purpose: To prove the correlation between HPV and increased p53 expression in seborrheic keratosis. Methods: This study is an analytic cross-sectional comparative study. Samples were taken using a consecutive sampling method. There were 22 seborrheic keratosis patients recruited as the research sample. HPV were detected using the polymerase chain reaction (PCR), and p53 expression were detected using the immunohistochemistry examination. Result: The mean age of seborrheic keratosis patients in this study was 54.36±10.09 years, and they were predominantly males (54.5%). HPV were found in 86.4% of the seborrheic keratosis patients. The P53 expression (+) were 77.3%, (++) were 13.6%, and (+++) were 9.1%. All of the seborrheic keratosis with increased  p53 expression had positive HPV results, but with no significant results (p=0.600). Conclusion: There were no correlation between HPV with increased  p53 expression in seborrheic keratosis patients.
Clinical, Dermoscopic and Histhopatological Findings in Diagnosis of Nevus Spilus Amillia Risa; Ennesta Asri; Irdawaty Izrul; Alimudin Tofrizal
Health and Medical Journal Vol 3, No 1 (2021): HEME January 2021
Publisher : Universitas Baiturrahmah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (461.043 KB) | DOI: 10.33854/heme.v3i1.570

Abstract

Introduction: Nevus spilus (NS) are seen in 0.2% to 2.3% of the population and have 0,13% to 0,2% risk for malignant transformation. Clinical, dermoscopic, and histhopatological features were describe in this case report in order to be easily recognize NS. Although NS is a benign cutaneous anomaly it has potential malignant transformation and requires regular follow up. Case Report: A case of nevus spilus in 23 years-old female was reported. There were multiple asymptomatic brownish pigmented spots over brownish patch on left cheek which gradually increased in number and size since 1 year ago. Dermatologic state: brown macules and dark brown papules in a speckled, overlying background café au lait macule. Dermoscopy revealed reticular pattern in background light brown and dark reticuloglobular pattern in dark speckled. Histopathology showed elongation of rete ridges with grouping of melanocyte cells at the tip, and proliferation of nevus cells. Conclution: Patient was planned to treat with Nd-Yag laser.
Diagnosis Melanoma Subungual Heffi Anindya Putri; Ennesta Asri
Health and Medical Journal Vol 4, No 3 (2022): HEME September 2022
Publisher : Universitas Baiturrahmah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (410.341 KB) | DOI: 10.33854/heme.v4i3.928

Abstract

Melanoma subungual adalah melanoma pada kuku yang merupakan variasi dari acral lentigenous melanoma. Insidensi melanoma kuku pada individu berkulit putih sekitar 1-2% dan 15-35% pada kulit berwarna. Kesulitan dalam penegakkan diagnosis dini adalah karena kurangnya perhatian dari penderita terhadap perubahan warna pada kuku. Penggunaan teknik non invasif seperti dermoskopi bermanfaat untuk evaluasi pra operasi dan pengambilan keputusan untuk operasi, namun bagaimanapun juga histopatologi tetap merupakan standar baku emas untuk diagnosis. Diagnosis secara dini sangat penting untuk mencegah amputasi yang luas. Meskipun angka kejadiannya jarang, penyakit ini mempunyai prognosis yang lebih buruk dibandingkan melanoma pada bagian tubuh lain.
Human Papillomavirus Sebagai Faktor Risiko Kejadian Karsinoma Sel Basal Salsabilla Desy Kartikasari; Ennesta Asri; Deddy Saputra
Jurnal Ilmu Kesehatan Indonesia Vol 2 No 3 (2021): September 2021
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jikesi.v2i3.461

Abstract

Latar Belakang: Karsinoma sel basal sering ditemukan pada bagian tubuh yang sering terpapar sinar matahari, dan paling sering terjadi pada bagian kepala dan leher, diikuti dengan tubuh, lengan, dan kaki. Human papillomavirus diyakini memiliki peran penting sebagai karsinogen di tubuh manusia, namun peran HPV dalam patogenesis KSB pada individu masih belum pasti. Metode: Studi literatur ini berjenis tinjauan pustaka naratif dengan desain penelitian observasional dan laporan kasus yang membahas mengenai peran HPV pada KSB. Hasil: Dari total 14 kepustakaan yang diulas, didapatkan hasil penelitian yang bervariasi. Kehadiran HPV pada pasien dengan KSB bergantung pada faktor risiko lain yang dapat memicu akumulasi dari HPV sendiri, seperti kerusakan aktinik dan perubahan fungsi barier kulit yang menurun seiring dengan penuaan. Keberadaan DNA HPV ditemukan dengan prevalensi lebih tinggi pada kulit yang terpapar matahari dibandingkan dengan yang tidak terpapar matahari. Kesimpulan: Human papillomavirus tidak berperan langsung dalam etiopatogenesis karsinoma sel basal. Beta-HPV merupakan jenis HPV yang paling sering ditemui dan memiliki korelasi signifikan antara serologi gabungan dan DNA HPV dengan KSB. Penggunaan vaksinasi pada pasien dengan keganasan kulit nonmelanoma dapat menurunkan rekurensi dari lesi tumor.
Pengaruh Zikir terhadap Tingkat Stres Mahasiswa Tahun Ketiga Pendidikan Dokter Universitas Andalas Salma Nabilaputri Nadiaskara; Etriyel MYH; Ennesta Asri; Arina Widya Murni
Jurnal Ilmu Kesehatan Indonesia Vol 3 No 2 (2022): Juni 2022
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jikesi.v3i2.985

Abstract

Latar Belakang: Pendidikan dokter sering dikaitkan dengan lingkungan yang penuh stresor bagi mahasiswa. Mahasiswa tahun ketiga mengalami persaingan yang ketat disertai menurunnya dukungan dari teman-temannya. Stres yang berlebihan dapat berdampak pada perasaan rendah diri, gangguan tidur, kesulitan memecahkan masalah, penurunan konsentrasi dan motivasi belajar, peningkatan kecemasan dan depresi. Saat ini, tatalaksana non-farmakologi yang sering dilakukan secara mandiri adalah terapi ventilasi. Tatalaksana depresi, kecemasan, dan stres secara holistik tidak lepas dari aspek spiritual. Islam telah mengajarkan zikir kepada Allah untuk mencapai ketentraman hati. Objektif: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh zikir terhadap tingkat depresi, kecemasan, dan stres pada mahasiswa tahun ketiga pendidikan dokter. Metode: Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Jenis penelitian ini adalah kuasi-eksperimental dengan pretest-posttest with control group. Pengambilan subjek dengan teknik consecutive sampling dengan jumlah subjek 24 orang per kelompok yang memenuhi kriteria inklusi. Kelompok perlakuan akan dilatih melakukan ventilasi dan zikir, sedangkan kelompok kontrol dilatih melakukan ventilasi saja, selama 7 hari. Data penelitian dianalisis dengan uji Mann-whitney dan Wilcoxon. Hasil: Analisis menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna pada tingkat depresi, kecemasan, dan stres antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol setelah intervensi (p=0,000). Pada uji sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok perlakuan juga didaparkan perbedaan yang signifikan (p=0,000). Kesimpulan: Zikir terbukti berpengaruh dalam menurunkan tingkat depresi, kecemasan, dan stres pada mahasiswa tahun ketiga pendidikan dokter.
A Rare Case of Giant Congenital Melanocytic Nevi: A Case Report Marina Saribulan; Ennesta Asri
Bioscientia Medicina : Journal of Biomedicine and Translational Research Vol. 7 No. 1 (2023): Bioscientia Medicina: Journal of Biomedicine & Translational Research
Publisher : HM Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37275/bsm.v7i1.750

Abstract

Background: Giant congenital melanocytic nevi are often characterised as melanocytic lesions present at birth. It is thought that it affects 1 in 20,000 births. The lesion is significant because it may be associated with serious consequences, such as malignant melanoma, and may also result in neurological deficits, such as neurocutaneous melanocytosis. This study aimed to present the case of giant congenital melanocytic nevus as a rare case. Case presentation: This study reported a 14-year-old female reported with large blackish rough spots on the trunk that were neither itchy or painful since birth. The patient had no previous history of convulsions, headaches, or vomiting. Plaque hyperpigmentation, macula hyperpigmentation, and hypertrichosis were found on the trunk. Dermoscopy show reveals brown-black homogeneity. Histopathology examination reveals brown-pigmented nevus cells distributed diffusely, with some nevus cells surrounding adnexa skin. Conclusion: Regular examination is essential to monitor the possibility of neurocutaneous melanosis and malignant melanoma development.
A Rare Case of Giant Congenital Melanocytic Nevi: A Case Report Marina Saribulan; Ennesta Asri
Bioscientia Medicina : Journal of Biomedicine and Translational Research Vol. 7 No. 1 (2023): Bioscientia Medicina: Journal of Biomedicine & Translational Research
Publisher : HM Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37275/bsm.v7i1.750

Abstract

Background: Giant congenital melanocytic nevi are often characterised as melanocytic lesions present at birth. It is thought that it affects 1 in 20,000 births. The lesion is significant because it may be associated with serious consequences, such as malignant melanoma, and may also result in neurological deficits, such as neurocutaneous melanocytosis. This study aimed to present the case of giant congenital melanocytic nevus as a rare case. Case presentation: This study reported a 14-year-old female reported with large blackish rough spots on the trunk that were neither itchy or painful since birth. The patient had no previous history of convulsions, headaches, or vomiting. Plaque hyperpigmentation, macula hyperpigmentation, and hypertrichosis were found on the trunk. Dermoscopy show reveals brown-black homogeneity. Histopathology examination reveals brown-pigmented nevus cells distributed diffusely, with some nevus cells surrounding adnexa skin. Conclusion: Regular examination is essential to monitor the possibility of neurocutaneous melanosis and malignant melanoma development.