Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Jurnal Agrimanex: Agribusiness, Rural Management, and Development Extension

Analisis Nilai Tambah pada Produk Koffie Hideung (Studi Kasus di CV Toean Koffie) Wanda Alifah Mutiara Salsabila; Abubakar Abubakar; Luthfi Nur'azkiya
Jurnal Agrimanex: Agribusiness, Rural Management, and Development Extension Vol. 3 No. 2 (2023): Maret
Publisher : Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35706/agrimanex.v3i2.8637

Abstract

CV Toean Koffie is one of the companies that runs a business in the coffee processing industry. The company utilizes coffee produced by farmers in Medal Sari Village to increase the economic value and price of coffee itself. The purpose of this study is to determine the coffee processing process, analyze the income, profit and added value obtained from the processing of Koffie Hideung, namely coffee beans into sachet coffee and premium coffee. The research was conducted at CV Toean Koffie from April-July 2022. The respondents to the study were workers at CV Toean Koffie. Sampling using purposive sampling. The sample used 1 processing industry with a sample number of 8 out of 10 workers on CV Toean Koffie. The analytical tools used are revenue analysis, profit analysis and value-added analysis using the Hayami method. The method of data collection is an interview based on questionnaires, observations, and documentation. Based on the results of the study, the processing activities at CV Toean Koffie include sorting, roasting, cooling, grinding, mixing coffee-sugar grounds, packaging, and storage. The total cost incurred by the company for processing Koffie Hideung amounted to Rp. 43,715,952.79, resulting in revenue of Rp. 62,872,445.68, and a total profit of Rp. 19,156,492.89. So that it can be said to be feasible and profitable. All Koffie Hideung (robusta) products provide added value. Coffee sachets are classified as medium added value with a ratio of 39.68%. Meanwhile, premium coffee products are classified as high added value, which is >40%. The conclusion from the research results that Koffie Hideung products have added value and are profitable.
Analisis Strategi Pengembangan Produk Kerajinan Anyaman Bambu di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat Nani Junaeni; Abubakar Abubakar
Jurnal Agrimanex: Agribusiness, Rural Management, and Development Extension Vol. 1 No. 1 (2020): September
Publisher : Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35706/agrimanex.v1i1.4747

Abstract

Di Pulau Lombok terdapat sentra-sentra kerajinan anyaman bamboo dengan potensi produksi yang tinggi, tetapi belum dikembangkan secara optimal. Penelitian ini bertujuan untuk: mengetahui strategi dalam pengembangan kerajinan anyaman bambu di Pulau Lombok baik pada aras pengrajin maupun pada aras pengambil kebijakan. Penelitian ini dilakukan di Pulau Lombok dengan lokasi di seluruh kabupaten yaitu Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Utara dan Lombok Timur. Metode penelitan menggunakan metode deskriptif dengan pengumpulan data primer melalui wawancara mendalam (indepth interview) dengan stakeholders dari dinas instansi terkait dan pelaku usaha, serta wawancara terstruktur dengan pengrajin anyaman bambu terpilih pada lokasi penelitian. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis SWOT (Strength, Weaknesess Opportunities dan Treath). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: strategi pada tingkat pengrajin berturut-turut adalah: (1) meningkatkan kerjasama antara stakeholders terkait baik pengepul mapun pengusaha untuk pengembangan produk agar dapat bersaing di pasar, (2) meningkatkan kemampuan SDM dengan mengikuti pelatihan dari dinas instansi terkait, dan (3) memperkuat organisasi kelompok pengrajin. Sedangkan strategi pada tingkat pengambil kebijakan berturut-turut adalah: (1) mengembangkan infrastruktur, (2) mempermudah perijinan, (3) menerapkan kebijakan pemerintah pusat melalui peraturan yang dapat dipedomani oleh pemerintah daerah, (4) memfasilitasi pelatihan keterampilan pengrajin, (5) memperluas akses informasi, (6) mengundang investor baru, (7) memperluas akses pasar, dan (8) memperbesar kredit untuk investasi.