Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Effect of L-ornithine-L-aspartate Therapy on Low-Grade Hepatic Encephalopathy in Patients with Liver Cirrhosis Martha Iskandar; Irsan Hasan; Unggul Budihusodo
The Indonesian Journal of Gastroenterology, Hepatology, and Digestive Endoscopy VOLUME 12, NUMBER 1, April 2011
Publisher : The Indonesian Society for Digestive Endoscopy

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24871/121201138-43

Abstract

Background: Minimal hepatic encephalopathy (MHE) is an abnormal condition of psychometric testing before hepatic encephalopathy (HE) condition reducing quality of life and survival rate. Impractical instrument, the psychometric hepatic encephalopathy score (PHES), has been recommended in diagnosing MHE. The new critical flicker frequency (CFF) has good precision and accuracy for diagnosing MHE. Oral L-ornithine-L-aspartate (LOLA) may increase ammonia detoxification. The aim of this study was to recognize the effect of oral LOLA on low-grade HE by investigating the mean value of CFF. Method: We included 31 patients with liver cirrhosis and low-grade HE (MHE, HE grade 1 and 2) at the outpatient clinic of hepatology, Cipto Mangunkusumo hospital between November 2009 and March 2010. It was a double-blind, randomized, placebo-controlled clinical trial. Oral LOLA was administered in a dose of 18 g/day, 3 times daily for 14 consecutive days. At the end of the study, there were 27 cirrhotic patients with CFF value 38 Hz; 14 patients had received LOLA and 13 patients had placebo. Statistic analysis was performed by using the Mann-Whitney U test. Results: The mean value of CFF in LOLA group after treatment (39.3 Hz) was significantly different than the placebo group (36.04 Hz); (p = 0.027). Ammonia level decreased in LOLA group from 118.7 into 109.1 µ mol/L. In placebo group, it increased from 106.9 into 147.5 µ mol/L with p = 0.275 (before); p = 0.052 (after). Conclusion: Oral LOLA may improve the value of CFF and is likely to decrease blood ammonia level in patients with low-grade HE.   Keywords: low-grade hepatic encephalopathy, oral LOLA, CFF improvement, ammonia detoxification
GAMBARAN KEJADIAN KASUS WARM AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA (AIHA) DI UPD RSUP FATMAWATI Kustilinarsih; Nur Arsy; Martha Iskandar
Jurnal Teknologi Bank Darah JTBD Vol.3 No.2 (Desember 2024)
Publisher : Akademi Bakti Kemanusiaan Palang Merah Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AIHA (Autoimmune Hemolytic Anemia) adalah salah satu jenis gangguan darah yang ditandai dengan pengrusakan sel darah merah akibat reaksi dari sistem imun itu sendiri. Pada kasus AIHA dengan tipe hangat, antibodi (biasanya IgG)mengikat eritrosit pada suhu tubuh normal (kira-kira 37°C), yang selanjutnya memicu proses hemolisis melalui cara ekstravaskular. Situasi ini bisa menyebabkan anemia yang parah dan memerlukan penanganan yang cepat serta tepat,termasuk penyediaan transfusi darah yang aman dan sesuai. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan prosedur pengelolaan transfusi pada individu yang mengalami AIHA tipe hangat, serta hambatan teknis yang muncul. Pemeriksaankeberadaan antibodi pada pasien dengan menggunakan metode gel card menunjukkan hasil positif pada panel sel 5 dan 8,yang menunjukkan bahwa terdapat antibodi irreguler dalam serum pasien. Pembacaan antigram menunjukkan adanyaantibodi anti-E, sehingga pemeriksaan fenotipe antigen E dilakukan. Hasil yang diperoleh menunjukkan negatif,menandakan bahwa pasien tidak memiliki antigen E, sehingga produksi antibodi anti-E mungkin disebabkan oleh transfusidarah sebelumnya.
GAMBARAN KEJADIAN PENANGANAN KASUS MULTIRANSFUSI DI UPD RSUP FATMAWATI Kustilinarsih; Nur Arsy; Martha Iskandar
Jurnal Teknologi Bank Darah JTBD Vol.3 No.2 (Desember 2024)
Publisher : Akademi Bakti Kemanusiaan Palang Merah Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Transfusi darah adalah salah satu aspek medis yang memiliki dampak signifikan bagi pasien. Dalam tahapan pemberian kepada pasien, harus mengikuti prinsip yang menyatakan bahwa keuntungan bagi pasien jauh lebih besar ketimbang efek dan risiko yang mungkin timbul. Salah satu kasus kejafian pada transfusi berulang adalah multitransfusi. Multitransfusi dapat terjadi pada pasien yang rutin menjalani transfusi, hal ini dapat menyebabkan peningkatan kemungkinan terjadinya alloimunisasi terhadap sel darah merah dan terbentuknya antibodi irreguler. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penanganan kasus multitransfusi di UTD RSUP Fatmawati. Hasil menunjukkan Pasien dengan diagnosis gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis menunjukkan adanya reaksi antara serum dari donor dan sel darah merah pasien. Tes DCT menghasilkan hasil positif untuk IgG, yang menunjukkan bahwa ada antibodi IgG yang terdapat di permukaan sel darah merah. Skrining antibodi menunjukkan kemungkinan keberadaan anti-c dan anti-Jka, simpulannya adalah pasien dengan CKD (kegagalan ginjal kronis) adalah individu yang sering mendapatkan transfusi darah, sehingga berpotensi untuk menghasilkan alloantibodi, contohnya anti-c. Akibatnya, hasil dari tes silang serasi menjadi tidak kompatibel dan tercipta antigram yang tidak spesifik disebabkan oleh kemungkinan adanya multialoantibodi.